Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengenang Sisi Apa Adanya Bung Karno: Kharismatik, Tanpa Pencitraan, dan Tak Segan Minta Maaf

Bicara soal kepemimpinan Bung Karno, siapa yang tidak segan mendengar nama presiden pertama kita ini? 

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Mengenang Sisi Apa Adanya Bung Karno: Kharismatik, Tanpa Pencitraan, dan Tak Segan Minta Maaf
YouTube/PDI Perjuangan
Ilustrasi: Patung Bung Karno di depan kantor Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI), Jakarta, Kamis (20/5/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bicara soal kepemimpinan Bung Karno, siapa yang tidak segan mendengar nama presiden pertama kita ini? 

Apalagi saat mendalami pola kepemimpinan Bung Karno, yang sangat tegas dan memanusiakan manusia. 

Jika ditelisik lebih jauh, pola kepemimpinan politik di Indonesia memiliki dua kategori. 

Yang pertama adalah pemimpin berjiwa ‘administrator’ laksana seorang manager dan kedua pemimpin berkarakter ‘solidarity maker’. 

Tipe ‘solidarity maker’ merupakan pemimpin yang mempunyai sikap, pembawaan dan kemampuan untuk menggalang solidaritas orang-orang dari berbagai macam latar belakang untuk mencapai satu tujuan.

Baca juga: Di Balik Konsep Bung Karno pada Gagasan Partai Tunggal: Milenial Jangan Takut Bicara Parpol

Pengantar itu disampaikan Bonnie Triyana, Sejarawan dan Pimpinan Redaksi Majalah Historia saat menjadi narasumber pada acara ‘Talkshow dan Musik Bung Karno Series’ yang ditayangkan Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDI Perjuangan pada Jumat 16 Juni 2021 pukul 16.30 WIB dengan tajuk ‘Aksi-aksi Spontan ala Bung Karno’’.

“Nah, mendiang Herbert Faith, Indonesianis dan profesor ilmu politik asal Australia mengkategorikan Bung Karno sebagai sosok pemimpin berjenis ‘solidarity maker,” kata Bonnie.

Berita Rekomendasi

Penyunting buku berjudul ‘Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Sukarno 30 September 1965 - Pelengkap Nawaksara’ ini menjelaskan, sosok kharismatik dan kedcerdasan yang melekat dengan Ir Soekarno alias ‘Bung Besar’ dapat mempengaruhi orang banyak. 

“Terbukti dengan begitu banyak pengikutnya serta juga beliau sangat disegani oleh kawan maupun lawan. Dari bukti-bukti itu dapat disimpulkan bahwa Bung Karno merupakan pemimpin yang berkarakter penggalang solidaritas,” papar Bonnie

Salah seorang penulis biografi ‘Maulwi Saelan: Penjaga Terakhir Bung Karno’ ini melanjutkan, dengan kemampuan dan kecerdasan yang multi dimensi, Bung Karno dalam kepemimpinannya kerap kali menggunakan cara yang spontanitas dan autentik. 

Contoh kecil dari aksi unik itu dilakukan Bung Karno, suatu kali waktu berkunjung ke Italia, saat iring-iringan mobil tamu negara kepresidenan yang membawa Bung Karno tiba-tiba menepi mendadak ke sebuah restoran. 

“Otomatis para pengawal dengan serentak kaget. Ada ap aini? Setelah diketahui kemudian, ternyata Bung Karno ingin makan es krim langsung di negara asalnya,” tutur Bonnie.

Selain Kolonel Maulwi Saelan, mantan pemain tim nasional sepak bola Indonesia yang menjadi Wakil Komandan Resimen Tjakrabirawa pengawal Bung Karno, lingkar dalam presiden pertama Indonesia diisi Komandan Resimen Tjakrabirawa Brigadir Jenderal TNI Sabur, Kepala Detasemen Pengawal Pribadi AKBP Mangil Martowidjojo serta ajudan priadi Kolonel KKO Bambang Widjanarko.

Bung Karno merupakan sosok yang ceria, suka menyanyi dan menari. Karena ketertarikan Bung Karno terhadap kesenian inilah, maka Resimen Tjakrabirawa tak hanya disiapkan untuk pengawalan, tapi juga harus siap sewaktu-waktu bermain musik agar dapat menghibur Presiden. 

“Mereka membentuk band yang menjadi asal muasal istilah ‘ABS’ alias ‘Asal Bapak Senang’. Sebuah istilah yang awalnya berarti positif, tapi kini jadi peyoratif dan dimaknakan sebagai upaya menjilat atasan,” urai pria kelahiran Rangkasbitung, 41 tahun lalu itu.

Dilanjutkan oleh Bonnie mengutip Maulwi Saelan, Bung Karno merupakan sosok yang tidak pernah mau untuk berjarak dengan masyarakat. 

Suatu saat, Bung Karno pernah ‘ngambek’ marah terhadap tindakkan pengamanan yang berlebihan dan tidak pas dengan prinsipnya. 

Di tengah marahnya Bung Karno, ia mengeluh dengan protokoler yang ditetapkan pengawalnya. Saat itulah, Maulwi menjawab bahwa, “Spontantitas yang tidak terkendali itu sangatlah berbahaya buat Bung.”

Mereka berdua lalu terdiam. Maulwi pun merasa akan makin dimarahi atau kehilangan jabatannya.

Tak disangka, sekitar lima menit setelah kemarahan yang membuat matanya memerah, Bung Karno kembali dan berbicara dengan bahasa Belanda. 

“Hai Maulwi, Je hebt gelijk, kamu benar. Saya minta maaf ya,” kata Sang Presiden.

Di sinilah Maulwi merasa lega. Selain tak jadi dipecat, ia mengagumi Bung Karno sebagai sosok yang karismatik dan sangat disegani, tetapi mampu untuk menerima kritik.

Kisah lain menyangkut Bung Karno yang nyaris tak pernah pegang uang. Kalau mau beli rokok, dia sering minta sama pengawalnya. “Eh Sabur, pinjem duit dong beliin rokok,” katanya. 

Di sinilah kita bisa bayangkan seorang tokoh besar, yang bahkan tidak menaruh gengsi mencolek pengawal untuk memenuhi keinginan pribadinya.

“Saat dijatuhkan sebagai presiden pun kita tahu beliau tak punya rumah pribadi. Itulah bentuk-bentuk spontanitas Bung Karno yang autentik, bukan pencitraan, tidak dibikin-bikin, semua sebagaimana adanya” pungkas penggagas Museum Multatuli dan Festival Seni Multatuli di Lebak ini.

Program ‘Talkshow & Musik’ BKNP PDIP dengan tema besar ‘Bung Karno Series’ hadir setiap hari pada bulan Juni pukul 16.30 WIB, tayang selama satu bulan penuh, dan dapat diikuti melalui kanal Youtube: BKNP PDI Perjuangan, Instagram: BKNPusat dan Facebook: Badan Kebudayaan Nasional Pusat. Video selengkapnya bisa disimak di https://youtu.be/VOZP4At3s58

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas