Darurat Covid-19, Komisi IX : Pemerintah Baiknya Buka Opsi bagi Daerah Lakukan PSBB Ketat
Dalam situasi lonjakan kasus yang menyebabkan gelombang kedua covid-19 di Indonesia, kebijakan pembatasan dalam bentuk PSBB ketat sangat diperlukan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Covid-19 di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus menunjukkan peningkatan bahkan mencatatkan rekor kasus harian tertinggi selama 3 hari berturut-turut yaitu 4.737 kasus, 4.895 kasus dan 5.582 kasus pada tanggal 18,19 dan 20 Juni 2021.
Angka ini lebih tinggi dari rekor kasus harian selama ini di Jakarta yaitu pada 7 Februari 2021 lalu.
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat menerapkan kebijakan rem darurat (emergency brake policy) yakni melakukan PSBB yang diperketat seperti pernah dilakukan Jakarta pada bulan September 2020 dan awal Januari 2021 demi keselamatan warga Jakarta dan sekitarnya.
Baca juga: Usulan Lockdown Akhir Pekan, Wagub DKI: Pemerintah Pusat yang Tentukan Kebijakan Daerah
Namun karena pemerintah pusat saat ini mengambil kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), maka kebijakan menarik rem darurat tidak bisa dilakukan di Jakarta yang mengacu pada kebijakan PSBB.
Pemprov DKI Jakarta, terang Mufida, bisa dikatakan terkunci untuk bisa memberlakukan PSBB ketat atau menarik rem darurat lagi karena harus seizin dan koordinasi dengan pemerintah pusat.
"Kasus harian yang tembus 5.000 ini sebetulnya merupakan peringatan kritis bagi kondisi penyebaran Covid-19 di Jakarta. Gubernur Anies bisa ajukan pengecualian bagi Jakarta agar bisa menerapkan PSBB ketat, bukan hanya PPKM skala mikro. Toh kebijakan PSBB ini masih dalam koridor UU Karantina Kesehatan," ujar Mufida, kepada wartawan, Rabu (23/6/2021).
Padahal dalam situasi lonjakan kasus yang menyebabkan gelombang kedua covid-19 di Indonesia ini, dia menilai kebijakan pembatasan dalam bentuk PSBB ketat sangat diperlukan.
Terutama pada daerah yang menjadi pusat kegiatan sosial-ekonomi atau daerah tujuan wisata dan pendatang.
"Opsi untuk melakukan PSBB ketat ini perlu diberikan kepada beberapa daerah tertentu yang membutuhkan pengendalian ketat karena lonjakan kasus yang tinggi," kata Anggota DPR RI Dapil Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Luar Negeri F-PKS ini.
Baca juga: Anies: Keterisian Tempat Tidur Pasien Corona Bisa Tembus 100 Persen Kalau Pekan Lalu Tak Ditambah
Saat ini memang Pemerintah baru saja menetapkan penebalan PPKM Mikro yang intinya melakukan pengetatan pembatasan kegiatan yang boleh dilakukan oleh masyarakat.
Pengetatan di antaranya semakin membatasi jumlah orang yang boleh bekerja di perkantoran, jumlah pengunjung pusat perbelanjaan, tempat ibadah, kegiatan seni, tempat makan dan tempat wisata maupun membatasi jam operaionalnya. Pada daerah dengan zona merah, beberapa kegiatan tersebut juga dilarang untuk dilakukan/dibuka.
Pemprov DKI Jakarta memanfaatkan kebijakan penebalan PPKM mikro secara maksinal disertai pembatasan mobilitas warga pada area-area tertentu yang selama ini menjadi pusat keramaian.
Namun demikian, jika penerapan penebalan PPKM Mikro ini belum berhasil, maka wacana menarik kembali rem darurat perlu dilakukan.
Mufida juga mempertanyakan kebijakan pemerintah pusat saat darurat covid-19 masih menerapkan PPKM mikro meskipun dengan ada penebalan.