Kongres Ulama Perempuan: RUU PKS Tidak Melegalkan LGBT
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) sama sekali tidak melegalkan praktik LGBT seperti yang disangkakan sejumlah pihak.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menyatakan dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) sama sekali tidak melegalkan praktik LGBT seperti yang disangkakan sejumlah pihak.
Hal ini disampaikan Masruchah, Sekretaris Majelis Musyawarah KUPI setelah pihaknya membaca dan mempelajari draft yang ada di RUU PKS baik yang lama maupun yang terbaru.
"Saya kira di dalam RUU itu, tidak ada pembahasan sedikitpun terkait dengan orientasi seksual LGBTQ," kata Masruchah dalam konferensi pers yang diselenggarakan Komnas Perempuan, Kamis (24/6/2021).
KUPI menilai tidak ada penyimpangan dalam RUU PKS.
Pernyataan RUU PKS yang bertujuan melegalkan LGBT adalah tidak benar, karena sesuatu yang tidak dibahas dalam RUU ini bukan berarti disetujui.
Baca juga: Pemerintah Dukung Percepat Pengesahan RUU PKS, Ini Tanggapan Fraksi PAN
Apabila perilaku seksual LGBT yang mengandung kekerasan dimana selama ini banyak yang tersembunyi, dengan undang-undang tersebut justru bisa dipidanakan.
"Artinya jika LGBT melakukan kekerasan seksual juga bisa dipidana, tapi bukan mengatur LGBT," kata Masruchah.
Fokus utama dari RUU PKS adalah segala bentuk tindak kekerasan seksual yang dipaksakan kepada korban, baik di luar maupun di dalam perkawinan.
Masruchah menjelaskan kekerasan seksual bisa terjadi kepada siapapun dengan latar belakang gender, usia, status pernikahan dan lainnya.
Baca juga: Komnas Perempuan Sambut Baik Sikap Pemerintah Dorong Percepat Pengesahan RUU PKS
Bardasarkan catatan Komnas Perempuan, tahun 2017 kekerasan seksual tertinggi terjadi di ranah personal/privat setelah kekerasan fisik.
Kekerasan seksual ranah privat tertinggi ada di inses atau perkosaan oleh orang yang memiliki hubungan darah dengan korban, yakni mencapai 1.210 kasus di tahun 2017.
Pelaku inses tertinggi adalah ayah kandung sebanyak 425 kasus, kemudian paman sebanyak 322 kasus.
Karena itu, KUPI melihat RUU PKS ini penting bahwa dalam RUU ini melindungi manusia dari kekerasan yang merendahkan martabat kemanusiaan sekaligus korban kekerasan seksual.
"Sejatinya dalam RUU ini membahas isu kekerasan seksual dari mulai anak hingga dewasa," ujarnya.
"Kekerasan seksual dalam bentuk apapun dilarang oleh agama," tegasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.