Projo Singgung Sejumlah Negara yang Mulai Ubah Masa Jabatan Kepala Pemerintahan
Ketua Umum PROJO Budi Arie Setiadi menegaskan mendukung sikap Presiden Jokowi memimpin Indonesia hanya untuk dua periode.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PROJO Budi Arie Setiadi menegaskan mendukung sikap Presiden Jokowi memimpin Indonesia hanya untuk dua periode.
Budi Arie juga menegaskan, Projo tunduk pada konstitusi, Undang-undang Dasar 1945.
Ungkapan itu ditegaskan Budi Arie menyikapi wacana masa jabatan presiden 3 periode yang bergulir saat ini.
Hal itu disampaikan Budi Arie saat diskusi bertajuk Pro Kontra Presiden 3 Periode dan Pasangan Jokowi-Prabowo yang dipandu oleh Vice News Manager Tribun Network Domu Ambarita dan News Manager Tribun Network Rachmat Hidayat, Kamis (24/6/2021).
"Jadi dua hal itulah yang menjadi acuan berpikir dan bertindak kita," kata Budi Arie.
Budi pun tak memungkiri, jika peryataan yang disampaikan M Qodari terkait wacana presiden 3 periode dan mendukung Pasangan Jokowi-Prabowo di kontestasi Pilpres 2024 merupakan pemikiran yang di luar kebiasaan politik terkini.
"Persoalannya apa yang dilontarkan oleh Bung Qodari ini memang beyond percakapan-percakapan politik yang di luar kebiasaan, out of the box ini," ucap Budi Arie.
Baca juga: Meski Telah Menolak, Jokowi Bisa Jadi Presiden 3 Periode jika Partai Pendukungnya Merestui
Wakil Menteri Desa PDTT ini pun menjabarkan terkait studi dan risetnya tentang negara-negara yang mulai mengubah masa jabatan Presiden.
"Contohnya, Xi Jinping jadi presiden China seumur hidup, pembatasan masa presiden dicabut 2018. Vladimir Putin masa jabatannya sampai 2036, Malaysia sudah dicabut pembatasan perdana menteri 10 tahun, sudah boleh lebih. Kanselir Jerman sudah bisa empat periode," kata Budi Arie.
"Tren perubahan-perubahan ini juga terjadi," tambahnya.
Baca juga: Wacana Presiden 3 Periode, Fadli Zon: Kasihan Pak Jokowi
Meski demikian, ia tak memungkiri jika demokrasi di Indonesua belum pada tahapan yang matang.
Jadi, kekhawatiran atau keresahan yang disampaikan M Qodari berangkat dari kondisi demokrasi Indonesia sendiri.
"Politik di Indonesia diisi isu-isu identitas, sektarian, yang jauh dari produktivitas dan peningkatan kualitas demokrasi Indonesia," jelasnya.