Perludem: Pandemi Covid-19 Tak Bisa Jadi Alasan Masa Jabatan Presiden Tiga Periode
Malah dia balik mempertanyakan kualitas kinerja penanganan pandemi Covid-19 sampai harus menambah masa jabatan Presiden.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA—Pandemi Covid-19 dinilai tak bisa jadi alasan perpanjangan atau penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Agustyati.
Malah dia balik mempertanyakan kualitas kinerja penanganan pandemi Covid-19 sampai harus menambah masa jabatan Presiden.
“Masyarakat awam kemudian justru bertanya apakah kita membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa mengendalikan pandemi ini, sehingga masa jabatannya harus diperpanjang?” tegas Khoirunnisa dalam diskusi daring bertajuk Keadilan Pemilu “Ambang Batas Calon dan Pembatasan Masa Jabatan Presiden,” seperti disiarkan di Channel Youtube PUSaKO FHUA, Minggu (27/6/2021).
Ada usulan juga mengatakan masa jabatan presiden ditambah tiga tahun, yang seharusnya akan berakhir pada 2024.
Baca juga: Wacana Presiden 3 Periode, Perludem Ingatkan Amanat Reformasi 98
“Sekarang tahun 2021, seharusnya selesai di 2024, lalu kalau diperpanjang lagi tiga tahun. Artinya kan enam tahun lagi. Apakah artinya butuh enam tahun lagi untuk bisa menyelesaikan pandemi ini?” ujarnya.
“Padahal di masyarakat menginginkan pandemi ini bisa ditangani dalam waktu yang cukup singkat, karena masyarakat sudah cukup berat hidupnya dalam situasi seperti ini,” jelasnya.
Karena itu gagasan penambahan masa jabatan presiden itu perlu ditolak.
Selain itu dia menegaskan penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode bertentangan dengan amanat reformasi.
“Gagasan ini perlu ditolak karena bertentangan dengan amanat reformasi,” ujarnya.
Khoirunnisa mengingatkan semangat reformasi 1998 atas pemerintahan Orde Baru adalah membatasi masa jabatan presiden.
Pembatasan masa jabatan presiden ini ditujukan untuk tidak kembali terjerumus ke pemerintahan absolut atau otoriter.
“Pada saat itu, saya rasa, ketika pembahasan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pun, juga tidak ada menolak gagasan masa jabatan presiden yang hanya dua periode ini,” jelas Khoirunnisa.
Pembatasan masa jabatan presiden hanya dua periode itu, kata dia, ditujukan agar tidak mengulang kisah pada Orde Baru, yakni Presiden tidak terbatas masa jabatan dan kekuasaannya.
“Kepala negara itu juga manusia. Kekuasaan itu membuat terlena dan nyaman, sehingga bikin orang ingin terus berada dalam posisi itu. Justru itulah harus dibatasi,” tegasnya.(*)