Demokrat Dorong Pemerintah Lakukan Karantina Pulau Jawa: Secara Ekonomi dan Kesehatan Lebih Untung
Partai Demokrat mendorong pemerintah untuk berani mengambil keputusan karantina wilayah (lockdown) se-Pulau Jawa.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat mendorong pemerintah untuk berani mengambil keputusan karantina wilayah (lockdown) se-Pulau Jawa.
Hal itu dilakukan dalam upaya menghadapi gelombang kedua pandemi Covid-19.
Deputi Riset dan Survei Balitbang DPP Partai Demokrat Jibriel Avessina mengatakan secara ekonomi, biaya karantina wilayah ini lebih murah ketimbang penerapan PPKM Mikro seperti sekarang.
Sebab kata dia, penerapan yang dilakukan saat ini berpotensi memperpanjang masa krisis, sehingga fasilitas kesehatan terancam kolaps dan perekonomian tidak kunjung bangkit.
Pernyataan itu diungkapkan Jibriel dalam diskusi yang mengambil tema “Kasus Covid-19 Melonjak, Perekonomian Rem Mendadak: Mencari Keseimbangan Baru?”
Baca juga: Corona Mengganas, Legislator PAN Minta Pemerintah Kaji Penerapan Karantina Wilayah Total
"Berdasarkan kajian kami karantina wilayah se-Jawa dalam jangka waktu satu bulan membutuhkan dana Rp 48 triliun. Ini realistis dan feasible, tinggal kita berani punya political will atau tidak, mengingat angka kasus baru Covid kian tinggi setiap harinya. Perlu terobosan kebijakan," kata Jibriel melalui keterangan tertulisnya, Senin (28/6/2021).
Lebih lanjut, dirinya memaparkan kebutuhan anggaran Rp48 triliun itu didapat dari dana kebutuhan dasar sebesar Rp400 ribu untuk 80 persen penduduk Jawa atau setara dengan 121 juta jiwa.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi XI DPR-RI Vera Febhyanty mengatakan kalau seluruh anggota di Komisi XI DPR RI telah memberikan masukan untuk Menteri Keuangan Sri Mulyani agar fokus pada kesehatan masyarakat.
Bahkan katanya, sudah mengingatkan Menteri Sri Mulyani untuk menjadikan anggaran untuk kesehatan lebih utama dibanding pembangunan infrastruktur.
Sebab menurutnya, anggaran untuk pembangunan dan infrastruktur masih bisa ditunda.
“Kita di Komisi XI DPR-RI selalu mengingatkan kepada Menteri Keuangan dan anggota KSSK agar fokus kepada (penyelamatan) manusia. Realokasi anggaran untuk kesehatan lebih utama, ketimbang pembangunan infrastruktur yang masih bisa ditunda. Anggaran yang ada mampu untuk menyelesaikan problem kesehatan akibat Covid-19 ini,” ucapnya.
Pernyataan itu juga diamini oleh Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi yang juga direktur eksekutif Next Policy.
Fithra mengungkapkan kalau kebijakan karantina wilayah justru lebih hemat biaya ketimbang PPKM Mikro.
Baca juga: Masa Karantina Bagi Pelaku Perjalanan dari Negara Krisis Covid-19 Akan Diperpanjang
Sebab kata dia, dari kebijakan lockdown itu akan banyak biaya yang dihemat.
"Pembatasan sosial atau lockdown di area Jakarta saja, jika dilihat skenario, diperkirakan dalam 14 hari, akan kehilangan Rp23 triliun, kehilangan nilai tambah perekonomian Rp17 Triliun, kehilangan pendapatan keluarga hilang Rp5 Triliun, unemployment sekitar 76.000 orang, tetapi ingat itu baru ongkos langsung jangan lupa ada juga yang kita hemat, ongkos infeksi, ongkos kehilangan produktivitas, ongkos rumah sakit, sehingga jika kita hitung semuanya ongkos dan savingnya kita masih bisa untung Rp1 Triliun sehari," jelasnya.
Fithra juga optimis pertumbuhan positif kuartal 2 tahun 2021 masih dapat diraih, jika ada intervensi kebijakan yang tepat.
Meski karantina merupakan pilihan yang paling pahit namun, dirinya menilai hal ini paling efektif untuk menyelamatkan perekenomian Indonesia jangka menengah dan panjang.
"Kita masih bisa ada peluang untuk tumbuh positif asalkan ada intervensi kebijakan yang tepat yang memadai," tukas Fithra.