Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Jokowi 'King Of Lip Service', BEM UI Tolak Hapus Postingan

Dalam pertemuan tersebut, pihak rektorat UI sempat meminta agar BEM UI menghapus atau take down postingan tersebut.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Soal Jokowi 'King Of Lip Service', BEM UI Tolak Hapus Postingan
BPMI Setpres
Presiden Joko Widodo 

*Akun Sosmed Pengurus BEM UI Diretas

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI menjadi sorotan setelah mereka menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai king of lip service. Kritikan itu mereka sampaikan melalui akun Instagram @bemui_official.

Akibat postingan itu, para pengurus BEM UI kemudian dipanggil oleh pihak rektorat UI. Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra mengungkapkan pihaknya sudah dipanggil rektorat UI pada Minggu (27/6).

Dalam pertemuan tersebut, pihak rektorat UI sempat meminta agar BEM UI menghapus atau take down postingan tersebut.

Baca juga: BEM UI Kecam Peretasan Akun Medsos Anggota Usai Viralnya Poster Jokowi ‘The King Of Lip Service’

”Sempat menanyakan apakah mungkin postingan itu di-take down. Tapi kami, BEM UI, menolak untuk take down," kata Leon kepada wartawan, Senin (28/6/2021).

Selain meminta postingan di-take down, pihak rektorat UI juga bertanya mengapa BEM UI membuat postingan propaganda seperti itu.

Pihak rektorat juga menyinggung pemanggilan dilakukan karena ada cuitan dari Jubir Presiden Fadjroel Rachman.

Berita Rekomendasi

”Rektorat juga menyinggung kalau ternyata rektorat ikut menangani ini karena ada cuitan dari Fadjroel Rachman, jubir presiden, yang menyatakan bahwa BEM UI berada di bawah pimpinan UI,” ujarnya.

BEM UI sendiri berharap pihak UI dapat menanggapi kritikan secara ilmiah dan mendasar, bukan menuduh yang kemudian mengarah ke penyerangan.

"Saya berharap kritikan dosen UI selaku dosen bisa lebih ilmiah, ya, lebih mendasar dan bukan tuduhan-tuduhan yang kemudian menyerang," ujarnya.

Baca juga: Usman Hamid Sarankan Jokowi Lakukan Hal Ini Jika Tak Ingin Dicap ‘King of Lip Service’

BEM UI mengaku menyebut Jokowi sebagai king of lip service bukan tanpa alasan, tapi lantaran melihat pemimpin negara itu hanya mengumbar janji, namun realita di lapangan tidak sesuai.

Leon mencontohkan Jokowi pernah menyampaikan bakal merevisi UU ITE.

Namun saat ini justru tersiar wacana akan menambah pasal di dalam UU tersebut. Termasuk janji Jokowi soal penguatan KPK.

"Ini bentuk kritik kami untuk pernyataan-pernyataan Presiden yang sayangnya tidak sesuai dengan pelaksanaan di lapangan. Misalnya terkait UU ITE, Presiden menyampaikan bahwa akan merevisi UU ITE.

Baca juga: BEM UI Sebut Jokowi The King of Lip Service, Dosen Komunikasi UI: Kritik Mereka Terasa Dangkal

Namun justru sekarang ada wacana untuk menambahkan pasal yang juga berpotensi untuk kemudian mengkriminalisasi itu Pasal 45 C," kata Leon.

”Kemudian terkait demo, Presiden menyampaikan kangen didemo tapi ketika teman-teman masuk UI demo wisatawan 1 Mei, 30 orang ditangkap, diseret, dipukul oleh Polda Metro Jaya. Kemudian, tanggal 3 Mei salah satu mahasiswa UI, Ketua BEM Fakultas Hukum menjadi tersangka," tambahnya.

Menurut dia, seharusnya pernyataan-pernyataan Presiden itu bisa dipertanggungjawabkan dengan tegas. Ia membantah bahwa kritik ini adalah upaya untuk menjatuhkan pemerintah.

"Jadi di sini kami ingin mengkritik seharusnya penyataan-pernyataan yang dikeluarkan Presiden itu bisa dipertanggungjawabkan dan dilaksanakan secara tegas. Kita ingin mengkritik, bukan ingin menjatuhkan.

Baca juga: Presiden Jokowi Dijuluki King Of The Lip Service, Kampus Panggil BEM UI, Apa Respons Istana?

Itu kan bentuk propaganda kritikan ya, bukan kemudian ajakan makar atau kudeta. Itu dua hal yang berbeda dan kita juga tidak mau terpolarisasi kadrun atau pun cebong. Ini adalah bentuk kritikan dari mahasiswa." ujarnya.

Akun Medsos Diretas

Selain dipanggil oleh pihak rektorat, kritikan BEM UI yang menyebut Presiden Jokowi the king of lip service juga berujung pada peretasan.

Leon mengatakan pada Minggu (27/6) dan Senin (28/6) telah terjadi peretasan akun media sosial beberapa pengurus BEM. Tercatat ada 4 upaya peretasan yang terjadi.

"Pertama, pukul 00.56, akun WhatsApp Tiara (Kepala Biro Hubungan Masyarakat BEM UI 2021) tidak dapat diakses dan tertulis bahwa akun tersebut telah keluar dari telepon genggam Tiara, hingga saat ini akun WhatsApp Tiara belum dapat diakses kembali," kata Leon.

Peretasan kedua terjadi pada pukul 07.11 WIB menimpa akun WhatsApp Yogie yang merupakan Wakil Ketua BEM UI. Leon mengatakan, akun WhatsAppnya tidak bisa diakses dan muncul notifikasi akun tersebut sudah digunakan di HP yang lain.
"Pada 07.20 WIB akun tersebut sudah bisa digunakan lagi," kata Leon.

Kemudian pukul 02.15 WIB terdapat usaha login dari pihak tidak dikenal kepada akun telegram Koorbid Sosial Lingkungan BEM UI, Naifah Uzlah.

"Terakhir pukul 21.45 WIB akun instagram Syahrul Badri (Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI) mengalami 'restriction' setelah mengunggah beberapa postingan di insta-story menyangkut surat pemanggilan fungsionaris BEM UI oleh pihak UI," kata Leon.

Akun Instaram Syahrul Badri hingga saat ini masih ada. Namun pemilik akun belum bisa menggunakan akun tersebut seperti biasa. Leon mengatakan BEM UI mengecam peretasan tersebut.

Apalagi peretasan dilakukan setelah BEM UI sebut Jokowi the king of lip service.

"Dengan ini kami mengecam keras segala bentuk serangan digital yang dilakukan kepada beberapa pengurus BEM UI 2021," ujar Leon.

Di sisi lain sejumlah tokoh masyarakat ramai-ramai membela BEM UI yang berani melontarkan kritikan kepada Jokowi.
Ekonom Faisal Basri menilai wajar jika BEM UI merasa jemu dengan kondisi negara saat ini. Ia menyebut sejak dulu BEM UI melakukan riset sebelum melemparkan kritik kepada pemerintah.

"Leon, dkk. jangan gentar. Kalian pantas muak dengan keadaan negeri. Tahu kan mengapa rektor takut dengan sikap kalian. BEM UI sekarang dan sebelumnya banyak melakukan riset ilmiah, tidak asal ngomong," kata Faisal yang dikutip dari akun Twitternya, Senin (28/6).

"Mereka punya departemen kajian strategis. Di level fakultas juga ada. Hebatnya lagi, di level universitas, pendekatannya lintas ilmu, lintas fakultas. Para dosen ketakutan karena kalau kritis dipersulit jadi guru besar," lanjutnya.

Sementara Ketua MUI Cholil Nafis mengatakan, kritikan yang dilontarkan para mahasiswa seharusnya dibiarkan sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Dia menyebut kritikan mahasiswa justru menandakan kecerdasan penerus bangsa.

"Biasa mahasiswa itu nakal-nakal dikit, biarin aja. Itu tanda cerdas. Indonesia ini berkali-kali berubah karena gerakan mahasiswa," kata Cholil Nafis yang dikutip dari akun Twitternya.

"Nurani bangsa itu mahasiswa yang jernih membaca arah pemerintahaan, meski kadang nyakitin tapi itu cermin pemuda calon pemimpin dan intelektual bangsa," lanjut dia.

Adapun pihak Istana melalui Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral sebelumnya merespons kritik yang dilontarkan BEM UI kepada Presiden Jokowi itu dengan mengatakan bahwa pemerintah tidak antikritik, termasuk pada BEM UI.

"Saya harus tegaskan pemerintah tidak antikritik. Asal kritik bisa dipertanggungjawabkan, pasti akan direspons," kata Donny, Minggu (27/6).

Donny menilai kritik dari BEM UI pada Jokowi merupakan ekspresi dari para mahasiswa. Namun, ia mengingatkan kritik juga harus didukung fakta.

"Ekspresi harus mengandung data dan fakta yang harus direspons dengan data dan fakta. Oleh karena itu apabila ada data-data kita berdiskusi," jelas dia.

Mengenai tudingan BEM UI bahwa pernyataan Jokowi tak sesuai janjinya misalnya soal penguatan KPK, Donny mengatakan, toh selama ini Jokowi menyebut lembaga antirasuah itu sebagai independen.

Semua keputusan terkait KPK, kata dia, merupakan keputusan kolektif, tak bisa hanya dilemparkan kepada Jokowi.

"Presiden kan sudah berpendapat dan beropini yang tentu saja KPK ini kan independent body sehingga akhirnya semua ini berpulang pada keputusan kolektif. Tapi presiden sudah berpendapat," jelas Donny.

Sementara mengenai kebebasan bersuara dalam aksi demo, Donny menilai tak bisa disimpulkan bahwa Jokowi melarang kebebasan berekspresi. Sebab, demo ada yang berjalan damai tapi ada pula yang mengandung unsur pidana.

"Kita tidak bisa generalisir, harus dilihat satu per satu, case per case. Apakah demonya mengandung unsur pidana sehingga ditangkap," kata Donny.

"Intinya pemerintah tidak antikritik asal kritik tersebut sesuai data dan fakta dan kita meresponsnya dengan data dan fakta juga," tutup dia.(tribun network/riz/mam/dit/fah/fik/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas