Fadjroel Ungkap Pola Komunikasi di Kabinet Indonesia Maju Berubah
Pengalaman Fadjroel hadapi pertanyaan wartawan dan kelola isu negatif selama jadi penyambung lidah Presiden.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Theresia Felisiani
WAWANCARA KHUSUS DENGAN JURU BICARA KEPRESIDENAN DR FADJROEL RACHMAN (BAGIAN PERTAMA)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengakui Istana dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi kerap 'diserang' dengan isu negatif di periode kedua.
Dua tahun, Fadjroel menjadi seorang 'penyambung lidah' dari Presiden Jokowi.
Sejak itu, ia diminta untuk fokus menjawab pertanyaan berkaitan dengan demokrasi, hak asasi manusia, anti korupsi, toleransi, dan kehadiran negara kepada rakyatnya.
"Yang lain ada Pak Arief Budimanta bicara soal ekonomi, kemudian Dini Purwono soal hukum, Mba Angkie Yudistia soal sosial," ujar Fadjroel.
Disampaikan Fadjroel saat acara bincang santai bersama Direktur Pemberitaan dan Manajer Pemberitaan Tribun Network, yakni Febby Mahendra Putra dan News Manager Tribun Network, Rachmat Hidayat, Selasa (29/6/2021).
Baca juga: Gubernur dan Wakil Gubernur Banten Positif Covid-19
Selama ini, kata Fadjroel, yang terpenting adalah menyampaikan apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi.
Sebelum, Presiden Jokowi menyampaikan sesuatu, baik soal arahan, kebijakan, atau pidato, maka seorang juru bicara tidak diperkenankan bicara.
"Tugas saya hanya boleh berbicara setelah beliau (Presiden) berbicara. Tidak boleh sebelum Presiden berbicara," tutur Fadjroel.
Menurut Fadjroel, tidak semua isu harus ditanggapi oleh seorang juru bicara atau pihak Istana.
Sebab, di periode kedua ini, pola komunikasi di Kabinet Indonesia Maju mengalami perubahan.
"Ada yang Istana, dan setiap Kemenko, Kementerian, atau Lembaga itu memiliki juru bicara sendiri-sendiri. Komunikasi itu dipecah berdasarkan fungsinya masing-masing," ucap Fadjroel.
Baca juga: Fadjroel Sebut Tugas Dubes Sebagai Anugerah, Pengamat: Itu Hanya Pilihan Diksi Saja
Berikut petikan wawancara khusus Tribun Network bersama Fadjroel Rachman:
Apa suka duka Anda membantu Presiden Joko Widodo sebagai juru bicara?
Apapun yang diarahkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai atasan saya, itu adalah penghargaan tak ternilai buat saya.Dimanapun tugas negara yang diperintahkan Presiden Joko Widodo saya akan menjalankan sebaik-baiknya. Meskipun saat ini saya tidak bisa menjawab iya dan tidak.
Saya diangkat 21 Oktober 2019. Sehari setelah Presiden Joko Widodo dan Pak Ma'ruf Amin ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden. Jadi surat pertama yang ditandatangani presiden itu Keppres kepada saya sebagai juru bicara presiden.Nah sampai dengan sekitar Januari, Februari, Maret, itu saya selalu mendampingi beliau terus menerus. Di dalam negeri, di luar negeri, sampai di dalam mobil itu mas, saya menyediakan dua koper.
Karena biasanya beliau, Jumat itu setelah rapat terbatas. Biasanya langsung mengajak ke luar kota atau ke luar negeri. Sampai hari Minggu-Senin sudah kembali kerja. JADI SAYA KOPER satu di mobil, satu diturunkan untuk dicuci. Nah itu ke dalam atau luar negeri. Pertama itu Papua-Maluku 8 kabupaten/kota. Suka karena berdekatan, tahu secara langsung apa yang dipikirkan beliau. Tapi memang di tengah pandemi kita mengalami kesulitan, karena praktis pertemuannya dengan webinar.
Jadi tidak langsung,sehingga gestur beliau beberapa hal tidak mendapatkan. Saya kerap mendapat bantuan dari Pak Pratikno dan Pak Pramono Anung. Dalam masa pandemi ini, komunikasinya itu agak bercabang.Sering kali, beliau lebih banyak melakukan rapat terbatas. Pak Setneg dan Pak Seskab biasanya. Saya minta apa saja yang dibicarakan.
Baca juga: Selama Jadi Jubir Presiden Jokowi, Hal Ini yang Kerap Bikin Fadjroel Rachman Sakit Kepala
Karena tugas saya hanya boleh berbicara setelah beliau berbicara. Tidak boleh sebelum presiden berbicara. Baik pidato, arahan, regulasi, baru saya boleh menyampaikannya.Jadi duka sebenarnya bukan karena tidak nyaman, tapi karena memang ada batasan karena covid. Apalagi sekarang kondisi berat, dulu Salat Jumat bisa bareng. Sekarang hanya berlima. Terakhir ini betul-betul karena beliau very very important person.
Sama halnya dengan kegiatan biasa, harus menyampaikan kepada seluruh masyarakat Indonesia, dengan beragam pendidikan, wilayah, dan yang lain-lain, sehingga pesan dari presiden kami olah untuk segmen-segmen tertentu.
Apa kesan yang Anda rasakan selama mendampingi beliau?
Presiden itu sangat hangat sebagai manusia dan sangat bersahabat. Selalu menghargai siapapun yang ada sekitar beliau. Tetapi kami tetap harus memperlakukan beliau sebagai presiden republik Indonesia.Saya memiliki logo di jas merah, adalah izin untuk mendekati beliau tanpa harus dihalangi sedekat mungkin. Berbisik boleh. Dan hanya pihak tertentu. Sikap itu hangat. Seperti tidak ada jarak.Tapi saya tentu perlu memperlakukan beliau seperti Presiden. Sangat hangat sebagai manusia.
Bagaimana Anda mengelola isu-isu negatif di periode kedua?
Di Istana ada Kemensetneg ada Seskab ada KSP, kami setiap pagi itu bersama-sama merumuskan satu narasi yang kita sebut sebagai narasi bersama atau narasi Istana. Didiskusikan isu apa yang akan ditanggapi, siapa yang menanggapi, dan bagaimana menanggapinya.
Tidak semua sebenarnya harus ditanggapi oleh saya atau Istana. Presiden Joko Widodo di periode kedua, beliau menciptakan ekosistem komunikasi dibagi. Ada yang istana, dan setiap Kemenko, Kementerian, Lembaga, memiliki juru bicara sendiri-sendiri.
Jadi diharapkan apapun yang ditanggapi oleh istana, hanya yang kebijakan presiden saja. Tapi yang sifatnya teknis disampaikan oleh Menko atau jubir, Kepala Lembaga atau Jubir Kepala Lembaga.
Komunikasi itu dipecah berdasarkan fungsinya masing-masing. Itu yang membantu kami lebih mudah menangani komunikasi di periode kedua. Di masa Pak Johan Budi belum ada pembagian seperti itu. Sering kali teman-teman wartawan menyerbunya ke istana.
Yang mestinya ditanyakan ke menteri atau kepala lembaga itu ditanyakan ke istana. Saya tugasnya memberitahu baiknya ini ditanyakan ke mana. Jadi kita bisa membantu wartawan sehingga mereka mendapatkan informasi sebaik-baiknya dengan materi lebih dalam.
Mana isu yang paling berat?
Saya lebih banyak diminta untuk menjaga soal demokrasi. Kemudian terkait Hak Asasi Manusia, anti korupsi, toleransi, dan kehadiran negara kepada rakyatnya.Sebenarnya selain saya, yang lebih banyak saya menangani soal politik dan pemerintahan. Ada lagi staf khusus yang boleh bicara, misal Pak Arief Budimanta bicara soal ekonomi, kemudian Dini Purwono soal hukum, Mba Angkie soal sosial.
Tapi wartawan memang kadang mengejar ke saya, seolah-olah saya satu-satunya yang bisa bicara. Makanya saya kerap mengarahkan kalau soal hukum kepada Mba Dini, ekonomi kepada Mas Arief, sosial ke Mba Angkie.
Baca juga: Fadjroel Rachman Kenang Kebiasaan Bersama Presiden Jokowi Sebelum Pandemi Covid-19
Karena saya diminta menjaga lima hal, yang paling berat problem terkait dengan demokrasi. Misalnya pertanyaan mengenai apakah presiden itu dua kali atau tiga kali. Itu isu yang terus berkembang bertahun-tahun.Saya kemarin masih menjawab pertanyaan soal itu. Apakah presiden dipilih langsung atau MPR, ya presiden bilang sesuai konstitusi tegak lurus. Yang ketiga terkait dengan Pilkada Langsung. Presiden bilang Pilkada harus langsung, karena saya anak reformasi jadi wali kota, gubernur, presiden.
Kalau tidak ada reformasi tidak mungkin anak pinggir kali, anak tukang jualan bambu, jualan furniture, mana mungkin jadi presiden. Biasanya yang jadi presiden kan semua orang-orang yang kelas atas. Ini rumah saja nyewa, kadang kebanjiran, bisa jadi presiden.Yang paling kami jaga adalah wilayah demokrasi, hak, toleransi, kemudian hak asasi manusia, dan kehadiran negara kepada masyarakat.
Isu seputar kepulangan Habib Rizieq Shihab, soal isu Islam apakah itu juga domain Anda?
Itu domainnya Pak Kemenkopolhukam, Pak Mahfud MD. Tapi saya selalu berhubungan kepada beliau dan staf-stafnya. Jadi misalnya Pak Mahfud izin, ini bapak yang menanggapi karena bapak yang punya otoritas dan bapak otoritatif menjawab ini.Karena isunya Istana Presiden tidak pernah menyatakan secara langsung tentang hal tersebut. Jadi tidak mungkin saya menyampaikan sesuatu, yang presiden tidak menyampaikan. Tapi karena otoritasnya Pak Mahfud atau bisa juga Pak Menkumham atau wakil beliau.
Ekosistem komunikasi periode ini sebenarnya sangat bagus ditatanya. Dibagi secara fungsional, tapi kadang-kadang saya harus minta maaf kepada teman-teman wartawan. Saya bisa paham lah, teman-teman senang kalau bertanya ke saya.
Karena kutipannya Istana ya. Istana titik dua. Jokowi titik dua. Padahal sebenarnya kalau yang diinginkan kontennya, kalau bicara dengan Menko, Menteri, Lembaga, itu lebih keren sebenarnya.Cuma, mungkin kalau di-googling tidak keluar. Yang keluar tuh Istana, Fadjroel, Jokowi. Jadi kami kadang minta maaf, kok mas Fadjroel tidak mau menjawab. Saya bilang tolong ditanyakan kepada Pak Menteri ini, karena pertanyaan ini kalau dijawab oleh mereka itu bagus.
Baca juga: Fadjroel Rachman: Presiden Jokowi Itu Sikapnya Sangat Hangat, Bersahabat dan Menghargai Siapapun
Misal soal covid, vaksinasi, apa saja vaksinnya, itu kan pertanyaan yang bagus banget kalau dijawab oleh Pak Budi Gunadi Sadikin, Pak Garnip, tapi teman-teman baliknya ke saya lagi. Saya bilang, Presiden itu sudah menyampaikan dalam pidatonya bahwa cuma ada PPKM Mikro, vaksinasi 1,8 juta misalnya. Tapi teman-teman suka nanya lagi yang detailnya. Saya bilang itu bagus banget kalau dijawab oleh menteri.
Tapi mereka tetap ngejar saya. Tapi saya bisa paham lah. Lama-lama akhirnya terbangun juga ekosistemnya. Teman-teman wartawan bisa memahami ini bagus dijawab soal ini.
Isu pertahanan sudah ada jubirnya. Jubirnya ada tinggal ditanya. Tapi ini memang saya harus tiap hari menceritakan bahwa model komunikasi yang dibangun sekarang seperti ini. Beda memang dengan periode pertama. (tribun network/denis destryawan)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.