Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pimpinan MPR: Masih Terjadinya Praktik Kekerasan Terhadap Perempuan Menodai Integritas Bangsa

Penuntasan pembahasan RUU PKS menjadi undang-undang, jelas Rerie, harus didukung dalam bentuk political will dari semua pihak.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pimpinan MPR: Masih Terjadinya Praktik Kekerasan Terhadap Perempuan Menodai Integritas Bangsa
Ist
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertajuk "Alarm Krisis Kekerasan pada Perempuan Indonesia" yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 di Jakarta, Rabu (30/6/2021). 

Pihaknya, tegas Taufik, sedang mengagendakan sejumlah pertemuan untuk mendapat masukan dari berbagai pihak, seperti ulama perempuan Indonesia dan sejumlah organisasi masyarakat lainnya.

Di masa persidangan mendatang, ujarnya, Badan Legislasi DPR RI akan masuk pada substansi pembahasan RUU PKS.

Selain itu, Taufik berpendapat, harus ada langkah-langkah yang masif di berbagai lini untuk mengatasi kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, sebagai misal di bidang pendidikan terkait perspektif gender, advokasi, penegakan hukum dan legislasi.

Ketua Komisi Kejaksaan RI, Barita Simanjuntak berpendapat, kondisi kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak saat ini memasuki situasi yang genting.
Bila tidak ada langkah yang signifikan untuk mewujudkan UU Penghapusan Kekerasan Seksual, jelas Barita, negeri ini akan dipermalukan dengan sejumlah kasus kekerasan seksual yang terus terjadi.

Diperlukan gerakan yang masif, ujarnya, agar wakil rakyat segera memberi keputusan terkait RUU PKS menjadi undang-undang.

Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem, Amelia Anggraini berpendapat, kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena gunung es di negeri ini.

Amelia yakin masih banyak kasus kekerasan terhadap perempuan saat ini.
Diperlukan sosialisasi yang masif, ujar Amelia, untuk menyadarkan semua pihak, terkait maraknya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

BERITA TERKAIT

Bila perlu, jelas Amelia, penguatan cara pandang berperspektif gender dimasukkan dalam kurikulum pendidikan nasional.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati menilai untuk mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan yang harus dibenahi bukan hanya aturan hukum, tetapi juga kultur. K

arena, tegas Asfinawati, kekerasan terhadap perempuan lahir dari cara pandang bias gender masyarakat terhadap perempuan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas