Pimpinan KPK Tanggapi Kritik BEM UI: Kami Terbuka Terima Masukan Publik
Nurul Ghufron menyatakan lembaganya terbuka menerima kritik dan saran yang dilayangkan publik.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyatakan lembaganya terbuka menerima kritik dan saran yang dilayangkan publik.
Pernyataan ini disampaikan merespons kritik yang diutarakan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) terhadap Ketua KPK Firli Bahuri melalui akun media sosial, Selasa (29/6/2021).
"KPK terbuka terhadap kritik dan saran dari setiap elemen masyarakat. Karena kami sadari bahwa kritik adalah bagian dari perhatian dan komitmen dukungan publik pada upaya pemberantasan korupsi yang diamanatkan kepada KPK," kata Ghufron dalam keterangannya, Kamis (1/7/2021).
Ia menyatakan, pihaknya berharap mahasiswa dapat memberikan ide, saran, serta gagasan pemberantasan korupsi secara komprehensif dan ilmiah sebagai bagian dari insan akademisi.
"Sehingga bisa mengaktualisasikan ilmu dan pengetahuannya agar memberi sumbangsih yang lebih nyata bagi perbaikan bangsa," ucapnya.
Pada kesempatan ini pula, Ghufron mengajak insan akademisi untuk menyampaikan gagasan ilmiah melalui Jurnal INTEGRITAS.
"Jurnal INTEGRITAS adalah kumpulan pemikiran dan penelitian ilmiah untuk saling berbagi dan belajar seputar isu pemberantasan korupsi. Jurnal ini dapat diakses secara free melalui http://jurnal.kpk.go.id," kata dia.
Diketahui, BEM UI melalui akun Twitter @BEMUI_Official melayangkan kritik terhadap Firli Bahuri.
Dalam unggahannya, BEM UI menjabarkan delapan hal yang disebut "gagasan dan prestasi" Firli selama berkiprah di lembaga antirasuah.
Baca juga: Setelah Jokowi, Giliran Ketua KPK Firli Bahuri Dikritik BEM UI Lewat Postingan Ini
Di antaranya, kebocoran 26 data Operasi Tangkap Tangan (OTT) ketika Firli menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK pada 2018-2019; melakukan pertemuan dengan eks Gubernur NTB, M Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB) pada 2018, padahal saat itu KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang diduga melibatkan Pemprov NTB.
Kemudian, pemberhentian penyelidikan 36 kasus; pelesiran menggunakan helikopter; tidak memberikan izin pemeriksaan dan penggeledahan terhadap dua politisi dalam kasus suap bansos Covid-19; menjemput langsung saksi suatu kasus dugaan korupsi; unjuk kebolehan memasak nasi goreng; serta menonaktifkan 51 pegawai KPK yang tidak lulus TWK.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.