PKS Desak Pertamina Bantu Kelangkaan Gas Oksigen
Fraksi PKS mendesak Pertamina membantu kelangkaan pasokan gas oksigen yang terjadi di rumah sakit rujukan Covid-19.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Mulyanto mendesak Pertamina membantu kelangkaan pasokan gas oksigen yang terjadi di banyak rumah sakit rujukan Covid-19.
Hal itu guna mencegah insiden wafatnya 36 pasien Covid-19 di rumah sakit Sardjito kembali terulang.
"Di tengah meningkatnya kasus pandemi Covid-19 gelombang kedua, banyak rumah sakit yang kekurangan tabung dan isi gas oksigen. Akibatnya, muncul banyak kasus fatal pada pasien Covid-19 yang membutuhkan oksigen," kata Mulyanto kepada wartawan, Senin (5/7/2021).
"PKS mendesak Pertamina melalui anak cabang maupun cucu perusahaan yang berkompeten dalam niaga gas untuk membantu kelangkaan gas oksigen tersebut," lanjutnya.
Baca juga: Oksigen Langka, Komisi IX Minta Alihkan Jatah Sektor Industri ke Rumah Sakit
Baca juga: Situasinya Mengerikan! Pasien Terus Berdatangan, Sementara Oksigen Habis
Mulyanto menambahkan dalam kondisi seperti sekarang, selayaknya Pertamina pro aktif dan sigap membantu masyarakat yang menderita karena kekurangan pasokan gas oksigen tersebut.
Ini penting agar masyarakat jangan hanya disuguhkan berita-berita negatif tentang Pertamina, namun juga dapat melihat kepedulian Pertamina di tengah penderitaan mereka saat ini.
"Sekarang ini yang beredar dan viral adalah berita dimanjanya para pejabat Pertamina dengan berbagai fasilitas super mewah. Misalnya berita tentang limit kartu kredit supergrup di Pertamina yang mencapai Rp 420 miliar. Sebelumnya heboh, bahwa limit kartu kredit Komisaris Utama Pertamina sebesar Rp 30 miliar," ucapnya.
Baca juga: Rumah Sakit di Manokwari Alami Krisis Tabung Oksigen, Ini Langkah Gugus Tugas Covid-19 Papua Barat
Sementara, lanjut Mulyanto, kinerja Pertamina sendiri terkesan buram.
Pertama adalah maraknya kasus kebakaran kilang migas
Dalam waktu yang relatif dekat terjadi dua kebakaran kilang migas, yakni kebakaran kilang di Balongan pada tanggal 29 Maret 2021 kemudian menyusul kebakaran kilang di Cilacap pada tanggal 11 Juni 2021.
"Kebakaran kilang dengan jarak waktu kurang dari tiga bulan ini mencerminkan Pertamina tidak mengambil pelajaran dari kasus-kasus kebakaran yang ada dan terkesan menganggap remeh masalah tersebut," ucap Mulyanto.
Mulyanto juga menyoroti laba Pertamina yang kian merosot.
Tahun 2020 laba Pertamina turun dibandingkan dengan laba tahun sebelumnya.
Padahal pada saat harga minyak dunia anjlok, harga bbm dalam negeri tidak diturunkan Pemerintah.
Baca juga: Menteri BUMN Tetapkan Tiga Komisaris Baru Pertamina, Satu di Antaranya Sekjen Kemenkeu
Selanjutnya Mulyanto menyayangkan Pertamina dicoret dari list tujuan investasi potensial dari lembaga pemeringkat investasi di New York.
PT Pertamina kini berada di dalam dalam daftar pantauan untuk dihapus dari indeks JPMorgan ESG EMBI.
Indeks ini dibuat perusahaan jasa keuangan dan bank investasi multinasional untuk perusahaan global terkait investasi yang bertanggungjawab secara sosial, lingkungan dan tata kelola yang baik (good governance).
Penurunan skor Pertamina antara lain karena kebakaran kilang di Jawa Barat yang memaksa evakuasi hampir 1.000 orang.
Selain juga terkait soal penyelesaian tumpahan minyak.
"Dan terakhir terkait dengan kinerja impor dan defisit transaksi berjalan sektor migas, yang mau atau tidak terkait dengan kinerja Pertamina," ucapnya.
Baca juga: Pertamina Gandeng Perusahaan Aljazair, Kerjasama Hulu Hingga Hilir Migas
Data BPS memperlihatkan, bahwa sejak tahun 2021 terjadi lonjakan impor dan melebarnya defisit transaksi berjalan sektor migas.
Pada bulan Mei 2021 terjadi lonjakan impor migas menjadi sebesar USD 2.06 milyar. Atau bila dibandingkan dengan bulan yang sama di tahun 2020 (y-on-y) meningkat sebesar 212 persen.
Defisit transaksi berjalan untuk sektor migas di bulan Mei 2021 sebesar USD 1.12 milyar. Atau meningkat sebesar 1020 persen (y-on-y). Ini angka yang fantastis.
Meroket lebih dari sepuluh kali lipat.
"Artinya diperkirakan kembali terjadi peningkatan defisit transaksi berjalan sektor migas pada tahun 2021. Padahal Dirut Pertamina optimis tahun 2030 kita berhenti impor migas," pungkas Mulyanto.