Jaksa Ungkap Peran Azis Syamsuddin dalam Dugaan Suap Penyidik KPK
Azis disebut inisiator perkenalan Syahrial dengan eks penyidik KPK asal Polri Stepanus Robin Pattuju.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Wakil Ketua DPR Muhammad Azis Syamsudin turut disebut dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial.
Azis disebut inisiator perkenalan Syahrial dengan eks penyidik KPK asal Polri Stepanus Robin Pattuju.
Demikian terungkap saat jaksa KPK membacakan surat dakwaan terdakwa Syahrial di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (12/7/2021).
Diketahui, Syahrial didakwa menyuap Robin senilai Rp1.695.000.000.
Uang itu sebagai pemulus agar kasus penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai yang sedang dilakukan KPK tidak naik ke tahap penyidikan.
Baca juga: Wali Kota Nonaktif Tanjungbalai M Syahrial Didakwa Suap Penyidik KPK Rp 1,6 Miliar
Perkenalan Syahrial dan Robin terjadi sekitar bulan Oktober Tahun 2020.
Dimana Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai yang juga merupakan kader Partai Golkar saat itu berkunjung ke rumah dinas Azis Syamsudin di Jalan Denpasar Raya, Kuningan Jakarta Selatan.
Kemudian Azis meminta Robin menemuinya dan memperkenalkan ke Syahrial.
"Setelah terdakwa setuju kemudian Muhammad Azis Syamsudin meminta Stefanus Robinson Pattuju yang merupakan seorang penyidik KPK menemuinya dan selanjutnya memperkenalkan Stefanus Robinson Pattuju kepada terdakwa," ucap jaksa KPK Budi Sarumpaet saat membacakan surat dakwaan.
Dalam perkenalan itu, sambung jaksa, Robin, menyebutkan bahwa dirinya adalah seorang penyidik dari KPK dengan menunjukkan tanda pengenal KPK miliknya kepada Syahrial.
Pada pertemuan itu, kata jaksa, Syahrial menyampaikan kepada Robin akan mengikuti pilkada periode kedua tahun 2021 sampai dengan tahun 2026, namun ada informasi laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pekerjaan di Tanjungbalai dan informasi perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang sedang ditangani oleh KPK.
"Sehingga terdakwa meminta Stepanus Robin Pattuju selaku Penyidik KPK supaya membantu tidak menaikkan proses penyelidikan perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang melibatkan Terdakwa ke tingkat Penyidikan agar proses Pilkada yang akan diikuti oleh terdakwa tidak bermasalah. Atas permintaan terdakwa tersebut, Stepanus Robin Pattuju bersedia membantu, selanjutnya terdakwa dan Stepanus Robin Pattuju saling bertukar nomor handphone," terang jaksa.
Beberapa hari kemudian, Robin menghubungi temannya bernama Maskur Husain yang merupakan seorang advokat atau pengacara.
Dalam komunikasinya, Robin menyampaikan ada permintaan bantuan untuk mengurus perkara dari daerah Tanjungbalai, Sumatera Utara.
"Kemudian Maskur Husain menyanggupi untuk membantu pengurusan perkara tersebut asalkan ada dananya sebesar Rp1.500.000.000 yang kemudian permintaan Maskur Husain ini disetujui Stepanus Robin Pattuju untuk disampaikan kepada terdakwa," kata jaksa.
Atas kesepakatan itu, Robin kemudian menyampaikan kepada Syahrial agar menyiapkan uang yang diminta itu supaya proses penyelidikan perkara yang sedang ditangani oleh KPK yang melibatkan Syahrial tersebut tidak naik ke tingkat penyidikan.
"Selanjutnya terdakwa setuju atas besaran dana yang diminta oleh Stepanus Robin Pattuju tersebut yang akan dibayarkan secara bertahap. Selain itu terdakwa juga meminta jaminan kepada Stepanus Robin Pattuju agar proses penyelidikan perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang melibatkan terdakwa tidak dinaikkan ke tingkat penyidikan dan selanjutnya Stepanus Robin Pattuju menjamin bahwa dirinya mampu
membantu permintaan terdakwa," terang jaksa.
Uang kemudian dikirim secara bertahap melalui rekening Riefka Amalia yang merupakan saudara dari teman perempuan Robin dan ke rekening Maskur. Ada juga pengiriman uang secara tunai.
"Bahwa pemberian uang yang dilakukan terdakwa kepada Stepanus Robin Pattuju melalui transfer bank sejumlah Rp1.475.000.000 dan yang dilakukan secara tunai sejumlah Rp220.000.000 sehingga total pemberiannya sejumlah Rp1.695.000.000," kata jaksa.
Atas perbuatannya, Syahrial didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
"Melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu, yakni memberikan sesuatu berupa uang seluruhnya sejumlah Rp1.695.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Stepanus Robin Pattuju selaku Penyidik pada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yaitu supaya Stepanus Robin Pattuju mengupayakan agar penyelidikan yang sedang dilakukan KPK mengenai dugaan jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang melibatkan terdakwa, tidak naik ke tingkat penyidikan," ucap jaksa.
Dalam kasus ini, KPK menduga adanya keterlibatan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.
Tim penyidik KPK sebelumnya telah menggeledah 3 rumah pribadi, rumah dinas, dan ruang kerja Azis Syamsuddin di DPR.
Dari penggeledahan itu, tim penyidik mengamankan sejumlah barang bukti.
Azis sendiri telah dicegah berpergian ke luar negeri selama 6 bulan, terhitung sejak 27 April 2021.
Selain Azis, dua pihak swasta yakni Agus Susanto dan Aliza Gunado juga dicegah bepergian keuar negeri.
Sebelumnya Dewan Pengawas KPK dalam putusan etik menyebut jika Robin diduga menerima uang sebesar Rp3,15 miliar dari Azis Syamsuddin.
Dari jumlah tersebut, Robin menerima Rp600 juta. Sisanya senilai Rp2,55 miliar, diberikan kepada seorang pengacara bernama Maskur Husain.
Uang tersebut diduga terkait pengurusan perkara Lampung Tengah yang bergulir di lembaga antikorupsi.
Uang Rp3,15 miliar dari Azis ke Robin bermula dari perkara di Lampung Tengah yang terkait dengan kader Partai Golkar Aliza Gunado. Azis dan Aliza berasal dari satu partai yang sama.