KPK Harap Majelis Hakim Pertimbangkan Fakta Hukum Saat Vonis Edhy Prabowo
Edhy Prabowo terdakwa perkara dugaan suap izin ekspor benih bening lobster atau benur akan menjalani sidang putusan atas perkaranya.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terdakwa perkara dugaan suap izin ekspor benih bening lobster atau benur akan menjalani sidang putusan atas perkaranya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (15/7/2021).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun berharap majelis hakim menjatuhkan hukuman yang sepadan terhadap Edhy Prabowo sesuai fakta hukum sebagaimana uraian analisis yuridis tim jaksa penuntut umum (JPU) dalam tuntutannya.
"KPK tentu berharap majelis hakim akan memutus dan menyatakan terdakwa bersalah dengan mempertimbangkan seluruh fakta hukum sebagaimana uraian analisis yuridis JPU dalam tuntutannya," kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Kamis (15/7/2021).
Nantinya, pembacaan vonis akan dipimpin Ketua Majelis Hakim Albertus Usada, didampingi Suparman Nyompa dan Ali Muhtarom.
Baca juga: 4 dari 24 Pegawai KPK Gagal TWK Tak Bersedia Dibina Kemenhan
Edhy sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK para 25 November 2020.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan KPK, komisi antikorupsi itu kemudian menetapkan Edhy beserta enam oranng lainnya sebagai tersangka dalam perkara ini.
Keenamnya yaitu Staf Khusus Edhy, Safri dan Andreau Misata Pribadi, pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe. Lalu staf istri Edhy, Iis Rosita Dewi bernama Ainul Faqih serta Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito, juga sekretaris pribadi Edhy yaitu Amiril Mukminin.
Dalam persidangan, Edhy didakwa jaksa penuntut umum menerima suap sebesar Rp25,7 miliar terkait izin ekspor benur di lingkungan KKP pada tahun 2020.
Baca juga: KPK: Direktur PT Adonara Propertindo Bersaksi untuk Tersangka Yoory Corneles
Sementara itu, dalam persidangan pada 29 Juni yang lalu, jaksa meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara pada Edhy.
Selain itu jaksa juga menuntut Edhy membayar denda sebesar Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan. Edhy juga dituntut untuk membayar uang pengganti Rp9,68 miliar dan 77.000 dolar AS.
"Jika tidak diganti maka harta benda akan disita negara jika harta tidak mencukupi akan diganti pidana 2 tahun penjara," kata jaksa.