Pemerintah Larang Salat Idul Adha di Daerah PPKM Darurat
Kemenag akan melarang pelaksanaan salat Idul Adha di daerah yang masih dalam PPKM darurat
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) akan melarang pelaksanaan salat Idul Adha di daerah yang masih dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di daerah Jawa-Bali.
Stafsus Menteri Agama Bidang Kerukunan Umat Beragama Ishfah Abidal Aziz mengatakan larangan pelaksanaan salat Idul Adha juga akan berlaku di daerah non PPKM Jawa-Bali yang masuk ke dalam zona merah dan oranye.
Baca juga: Panitia Pemotongan Hewan Kurban Dilarang Bagikan Daging dengan Sistem Kupon
"Tentang pelaksanaan salat Idul Adha yang dilaksanakan di masjid, musala ataupun di lapangan atau di tempat-tempat ibadah Islam yang dikelola di kantor atau tempat-tempat lain untuk daerah yang masuk pada PPKM darurat, maka ditiadakan penyelenggaraannya atau daerah yang masuk daerah zona merah atau oranye," kata Ishfah dalam diskusi daring, Rabu (14/7/2021).
Namun, kata Ishfah, daerah yang masuk ke dalam zona hijau atau kuning diperbolehkan melaksanakan salat Idul Adha dengan ketentuan maksimal 50 persen dari jumlah kapasitas.
Baca juga: Wagub DKI Jakarta Yakin Anies Bawedan Tak Terlibat Dalam Kasus Korupsi Pengadaan Tanah Munjul
"Daerah yang masuk ke dalam daerah zona hijau dan kuning atau daerah yang dinyatakan aman oleh pemerintah setempat maupun satuan tugas penanganan Covid-19, maka diperbolehkan melaksanakan salat Idul Adha dengan ketentuan maksimal 50 persen dari jumlah kapasitas yang ada," ujarnya.
Ia menuturkan pelaksanaan salat Idul Adha itu pun harus tetap mematuhi protokol kesehatan yang ketat dan disiplin.
Baca juga: Bea Cukai: Sistem CEISA Berangsur Pulih
"Itu pun harus memenuhi ketentuan dan aturan bagaimana protokol kesehatan dilaksanakan secara ketat dan disiplin. Itu yang pokok dalam pelaksanaan salat Idul Adha," ujarnya.
Menurutnya, pengaturan ini diatur dalam Surat Edaran Menteri Agama nomor 15 Tahun 2021 tentang Penerapan Protokol Kesehatan dalam Penyelenggaraan Salat Hari Raya Idul Adha dan Pelaksanaan Kurban Tahun 1442 H/2021 M.
Nantinya, aturan tersebut akan lebih rinci dalam ketentuan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 16 tahun 2021. Namun, ketentuan ini masih tengah digodok oleh Kementerian Agama.
Baca juga: PROFIL Jorginho: Bukan yang Terbaik tapi Terbanyak Raih Trofi, Pemain yang Bersaing Raih Ballon dOr
Senada, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Ni'am Sholeh meminta seluruh umat Islam menaati aturan penyelenggaraan salat hari raya Idul Adha dan pelaksanaan kurban tahun 1442 H/2021 M yang ditetapkan oleh pemerintah.
Ni'am memahami sebagian masyarakat ingin taat perintah Allah SWT terkait perintah salat hari raya Idul Adha. Namun, ia mengingatkan pentingnya keselamatan diri di tengah darurat Covid-19.
"Pelaksanaan ibadah salat Idul Adha juga demikian. Jangan sampai karena pengen taat kepada Allah SWT dengan menjalankan secara sempurna tetapi tidak memperhatikan aspek keselamatan diri dan juga orang lain. Jadi perlu ada keberimbangan," kata Ni'am dalam diskusi daring, Rabu (14/7).
Ia mengingatkan pentingnya umat Islam untuk memahami arti Jalbu al-Mashalih. Artinya, setiap umat harus meraih kemaslahatan dan menolak kemafsadatan (kerusakan).
"Untuk mendatangkan kemaslahatan yang lebih optimal juga mencegah terjadinya ke kemafsadatan. Jangan sampai pengen takbiran pengen syiar, kemudian dilakukan secara sembrono tidak menjaga protokol kesehatan akhirnya terpapar Covid. Ini juga tidak diperkenankan," ujarnya.
Ishfah juga mengatakan, larangan berlaku bagi takbiran keliling dan arak-arakan menyambut Idul Adha.
"Pelaksanaan takbir keliling yang dilaksanakan diselenggarakan dengan berjalan kaki ataupun menggunakan kendaraan berarak-arakan itu mutlak tidak diperbolehkan," katanya.
Ia menuturkan pelarangan ini bertujuan untuk mencegah adanya kerumunan yang berujung pelanggaran protokol kesehatan. "Karena ini akan memancing munculnya kerumunan di masyarakat," ujar dia.
Namun, kata Ishfah, pemerintah memberikan kelonggaran untuk tetap bisa melaksanakan takbiran di masjid ataupun musala. Namun, hanya daerah-daerah yang berada di zona hijau saja.
Ia mengatakan, pelaksanaan takbiran di masjid dan musala untuk daerah yang dianggap zona aman oleh pemerintah setempat dianggap dan satgas penanganan Covid-19 setempat, hanya 10 persen dari kapasitas maksimal.
“Kalau masjid musala itu kapasitas 100 maka yang dapat melaksanakan takbiran maksimal sejumlah 10 orang," jelasnya. (Tribun Network/Vincentius Jyestha/Igman Ibrahim/sam)