ICW Ingin KPK Usut Dugaan Pencucian Uang Edhy Prabowo
ICW menginginkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Edhy Prabowo.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menginginkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Idealnya saat ini KPK harus segera menerbitkan surat perintah penyelidikan atas dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh para pelaku," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Tribunnews.com, Jumat (16/7/2021).
Sebab ia melihat beberapa bukti awal sudah terlihat jelas dalam persidangan.
Misalnya, Kurnia memerinci, modus menggunakan pihak lain sebagai pembeli properti guna menyamarkan aset hasil kejahatan atau bahkan meminjam rekening orang ke tiga untuk menerima sejumlah penerimaan suap.
Baca juga: ICW: Edhy Prabowo Sangat Pantas Divonis 20 Tahun Penjara
Namun, ia ragu KPK akan mengembangkan perkara tersebut ke pencucian uang.
Pasalnya, sejumlah penyidik dalam perkara suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur yang menjerat Edhy Prabowo justru dipecat lewat tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Namun realita yang terjadi justru penyidik perkara suap ekspor benih lobster dipecat melalui TWK. Dalam logika ini, semakin jelas bahwa pimpinan KPK memiliki keinginan kuat untuk melindungi pelaku-pelaku suap ekspor benih lobster," kata Kurnia.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah memvonis Edhy Prabowo 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan dalam perkara suap izin ekspor benur.
Baca juga: KPK Apresiasi Vonis 5 Tahun Penjara Terhadap Edhy Prabowo
Hakim menyatakan Edhy Prabowo bersama bawahannya terbukti menerima suap 77 ribu dolar AS dan Rp24,6 miliar untuk mempermudah pengajuan ekspor benur.
Selain pidana pokok, hakim mewajibkan Edhy Prabowo membayar uang pengganti sebanyak 77 ribu dolar AS dan Rp9,6 miliar.
Hakim mencabut hak politik Edhy untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokok.
Atas putusan tersebut, Edhy dan jaksa penuntut umum (JPU) KPK pikir-pikir mengajukan banding.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.