Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

RUU HKPD Diharapkan tidak Hanya Bicara Pasal, Tapi Memperbaiki Pola Hubungan Pusat dan Daerah

Anis Byarwati menegaskan pentingnya memahami sisi filosofis dan ideologis dari RUU yang sedang dibahas bagi para penyusunnya.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
zoom-in RUU HKPD Diharapkan tidak Hanya Bicara Pasal, Tapi Memperbaiki Pola Hubungan Pusat dan Daerah
dok. DPR RI
Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi XI DPR RI menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk mendengar masukan dari pakar untuk Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (RUU HKPD).

Pakar yang hadir dalam rapat ini adalah Prof Purwo Santoso dan Prof Wihana Kirana, keduanya akademisi dari UGM.

Dalam rapat tersebut, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Anis Byarwati menegaskan pentingnya memahami sisi filosofis dan ideologis dari RUU yang sedang dibahas bagi para penyusunnya.

"Selain membahas detail konten RUU, kita juga perlu memahami framework dan ruhnya," ujar Anis, kepada wartawan, Jumat (16/7/2021).

Ia menambahkan framework yang menjadi batasan lingkup pembahasan RUU, semestinya disimpan di awal.

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini menilai bahwa berdasarkan indikator yang dipaparkan oleh para pakar, desentralisasi yang dilakukan pemerintah selama ini masih bersifat parsial.

Berita Rekomendasi

Desentralisasi baik dari sisi desentralisasi politik, desentralisasi administratif, dan desentralisasi fiskal masih berjalan parsial.

Baca juga: DPR Sahkan RUU Otonomi Khusus Papua

"Sehingga tujuan dari desentralisasi fiskal belum sepenuhnya tercapai," tutur Anis.

Ia mengambil contoh, untuk mengatasi kesenjangan antara pusat dengan daerah, belum nampak hasil signifikan.

Bahkan berdasarkan analisis Ekonomi Kelembagaan Baru (New Institutional Economics/NIE) yang disampaikan oleh para pakar, unsur yang terhitung kuat (strong) sejak zaman penjajahan Belanda hingga kini hanya unsur korupsi.

Sedangkan unsur lain seperti biaya transaksi (transaction cost), hak milik (proverty right), dan insentif memiliki indicator sedang (moderate) dan kebanyakan lemah (weak).

"Indikator ini sangat memprihatinkan," kata Anis.

Anis yang juga menjabat sebagai wakil ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini juga memaparkan bahwa Indonesia yang merupakan satu gugusan besar, terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, dalam hubungan keuangan pusat dan daerah tidak bisa diatur dengan hubungan yang terlalu sederhana.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas