Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar: Kewenangan Satpol PP Sebagai Penyidik Harus Diimbangi Lembaga Pengontrol

Secara hukum, kata Fickar, kewenangan Satpol PP bertindak sebagai penyidik tak bertentangan dengan undang-undang.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pakar: Kewenangan Satpol PP Sebagai Penyidik Harus Diimbangi Lembaga Pengontrol
Satpol PP Jakarta Timur
Ilustrasi: Jajaran Satpol PP Jakarta Timur saat melakukan penutupan sementara terhadap tempat usaha yang melanggar PPKM Darurat, Senin (5/7/2021) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai rencana pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk menambah kewenangan PPNS dari Satpol PP sebagai penyidik harus diimbangi dengan ditambahnya lembaga pengontrol.

Secara hukum, kata Fickar, kewenangan Satpol PP bertindak sebagai penyidik tak bertentangan dengan undang-undang.

Menurutnya hal tersebut sesuai dengan UU karantina kesehatan nomor 6 tahun 2018.

Dalam regulasi itu, ancaman terhadap pelanggar protokol kesehatan maksimal satu tahun dan denda Rp 200 juta.

"Jika dilihat dari sanksi, kedudukan UU ini menjadi selevel Perda karena ancaman maks hanya 1 tahun, meski ada juga ancaman 10 tahun bagi nakhoda, pilot atau sopir yang melanggar karantina wilayah," kata Fickar saat dikonfirmasi, Jumat (23/7/2021).

Dengan kata lain, kata dia, sepanjang isi UU karantina kesehatan diturunkan menjadi Perda, maka Satpol PP sebagai aparatur Pemda ada kemungkinan untuk ditempatkan sebagai penyidiknya.

Baca juga: Mendagri Tito Karnavian: Jangan Samakan Satpol PP dengan Preman

Berita Rekomendasi

Asalkan, kata dia, ancaman hukumannya tidak lebih dari 1 tahun.

Namun, fungsi penyidikannya harus berdasarkan pendidikan dan pengesahan dari kepolisian.

Kendati begitu, Fickar menuturkan kewenangan ini harus diimbangi dengan ditambahnya lembaga yang awasi kinerja Satpol PP tersebut.

"Penambahan kewenangan harus ditambah juga lembaga pengontrolnya agar kewenangan dapat digunakan dan dijalankan sebagaimana mestinya. Jadi pelanggaran harus tegas ditindak keras, tanpa toleransi, sanksinya bisa dipecat dan bahkan diproses pidana," jelas dia.

Sementara itu, Pakar Hukum dari Universitas Muhammadiyah Chairul Huda menuturkan pemerintah DKI Jakarta diminta harus selektif untuk menentukan pelanggaran mana yang bisa dikenakan pidana.

Baca juga: Anies Ajukan Revisi Perda Covid-19, Satpol PP Bakal Punya Kewenangan Menyidik Seperti Polisi

"Saya pikir harus pilih-pilih pelanggaran apa yang dapat dikenakan pidana. Misalnya, soal masker bukan masalah pengetahuan yang kurang, yang harus dipaksa dengan sanksi pidana, tetapi masalah kesadaran yang belum lagi mampu diadaptasi sebagai kebiasaan baru oleh masyarakat," ungkap dia.

Menurutnya, masyarakat yang memaksa masuk ke wilayah PPKM juga diminta tidak diproses secara hukum.

Baca juga: Penertiban PPKM Darurat, Satpol PP Diminta Kedepankan Sikap Humanis

"Orang yang mencoba masuk wilayah yang dibatasi oleh aturan PPKM tidak layak dipidana. Layak dipidana pengusaha non esensial atau non kritikal tetap memaksa buka kantor," tukas dia.

Sebagaimana diketahui, Pemprov DKI Jakarta mengusulkan kewenangan PPNS dari Satpol PP menjadi penyidik dalam pelanggaran Perda Covid-19.

Kewenangan tersebut diusulkan dalam Pasal 28A yang berbunyi:

"Selain Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Provinsi dan atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Satpol Pamong Praja diberi kewenangan khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran dalam peraturan daerah ini."

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas