Didik Rachbini: Pandemi Covid-19, Menjadi Ujian bagi para Pemimpin Bisa Keluar dari Krisis
Didik J Rachbini, M.Sc,PhD menegaskan dalam situasi krisis seperti ini, khususnya di masa pandemi Covid-19, menjadi ujian bagi para pemimpin.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Didik J Rachbini, M.Sc,PhD menegaskan dalam situasi krisis seperti ini, khususnya di masa pandemi Covid-19, menjadi ujian bagi para pemimpin.
Kepemimpin harus mampu memperlihatkan bagaimana dia menangani krisis dengan baik, termasuk, bagaimana mengelola keuangan negara dalam rangka menuntaskan krisis tersebut.
“Sayangnya kepemimpinan negara saat ini dikelola oleh mereka yang kurang mampu mengelola krisis. Anggaran digelontorkan sangat tinggi melalui APBN, tapi dampaknya masih kurang terasa,” ujar Didik J Rachbini ketika memberikan materi bertema "Memahami Politik APBN” pada peserta Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute Angkatan X Seri 12 yang digelar secara zoom, Rabu (28/7) malam.
Didik yang juga Ketua Dewan Pengurus LP3ES ini lebih mengatakan, kritik atas pola kepemimpinan di saat krisis pandemi Covid-19 harus terus disuarakan , sebab tidak mungkin lingkaran dalam kekuasaan melakukan kritik atas jalannya pemerintahan.
Menurut Didik J Rachbini yang juga Rektor Unversitas Paramadina ini, menyatakan, tidak sulit memahami bagaimana APBN itu, karena tidak rumit dan mudah diteliti, apalagi jiak ada kejanggalan antara pemasukan dan pengeluaran.
“Jika antara pemasukan dan pengeluaran ada perbedaan atau disparitas yang cukup tinggi , itu namanya defisit. Nah,defisit anggaran atau APBN kita saat ini sangat besar, tidak sesuai dengan penggunaannya,” katanya.
Didik J Rachbini menegaskan, defisit APBN 2020 ini sangat besar yaitu sekitar seribu triliun rupiah.
Ini terlihat dari angka pendapatan yang bersumber dari pajak dan non pajak (hibah dan royalty) sebesar 1699 triliun, tapi pengeluaran atau belanja pemerintah pusat dan daerah sebesar 2.670 triliun rupiah.
Angka defisit 1000 triliun rupiah ini naik tiga kali lipat dari defisit sebelum pandemi Covid-19 yang hanya sekitar 300 triliun rupiah. Kenapa demikian? Ketika APBN ini disusun, proyeksi penambahan anggaran untuk penanganan Covid dinaikkan.
“Tapi apa yang terjadi, penanganan Covid-19 masih belum memperlihatkan keberhasilan, padahal sudah disokong anggaran yang besar. Ini terjadi karena tidak ada check and balance yang kuat. Dan di masa krisis biasanya ada ekonomi rente yang ikut bermain untuk mengutak atik APBN, tapi untuk kepentingan lain,” kata Didik J Rachbini.
Sebenarnya lanjut Didik, angka defisit 1000 triliun itu bisa dikurangi dengan langkah efesiensi yang dilakukan. Tapi hal ini malah tak terjadi, ujungnya generasi mendatang akan menanggung utang yang sangat besar itu.
“Saya sudah sering kritik. Cari saja di google, pasti banyak pernyataan saya soal kritik APBN ini. Jika tidak mau juga diperbaiki, itu namanya bebal, dan DPR sepertinya diam. Jadi DPR kurang kritis, sehingga APBN yang defisitnya sangat besar bisa lolos,” tambah Didik.
Baca juga: Pemerintah Siapkan Anggaran Rp 1,3 Triliun untuk Hancurkan Limbah Medis Covid-19
Pada awal tahun ini, Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang 2020 mencapai Rp 956,3 triliun atau 6,09 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun 2019 sebelumnya yang hanya tercatat sebesar Rp348,7 triliun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan defisit sepanjang 2020 terjadi akibat penerimaan negara tak sebanding dengan belanja negara pemerintah. Di mana pendapatan negara hanya mencapai Rp1.633,6 triliun, sedangkan posisi belanja negara meningkat mencapai Rp2.589,9 triliun seiring dengan program pemulihan ekonomi nasional.
Seperti diketahui, Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute ini memasuki Angkatan X Seri 12. Peserta diskusi bertema memahami politik APBN ini sekitar 45 peserta.
Hadir dalam acara ini, Direktur Program AT Institute, DR. Agustian, Direktur Eksekutif AT Institute, Dr. Puji Wahono, dan Kepala Sekolah SKPB, Dr. Alfan Alfian. Secara rutin SKPB mengundang pakar berbagai bidang ilmu dan praktisi untuk mengisi proses pembelajaran yang kreatif dan aktual.
Direktur Program AT Institute, DR. Agustian mengatakan, tema soal politik APBN ini snagat penting mengingat calon pemimpin itu harus memahami bagaimana sebuah APBN dan juga APBD disusun, proses tarikmenarik, dan bagaimana implementasi di lapangan.
Sedangkan Direktur Eksekutif AT Institute, Dr. Puji Wahono menambahkan, selaian politik praktis, maka calon pemimpinbangsa memang harus paham soal ekonomi, khususnya ekonomi negara berupa penyusunan APBN, sumber APBN, dan dan pengelolaannya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.