Pemerintah Dinilai Perlu Perhatikan Model Penegakan Hukum Saat Penerapan PPKM
Perpanjangan PPKM dinilai menjadi masalah besar bagi masyarakat menengah ke bawah.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah memutuskan melanjutkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 hingga seminggu ke depan tepatnya 3-9 Agustus 2021.
Perpanjangan PPKM dinilai menjadi masalah besar bagi masyarakat menengah ke bawah.
Selain roda ekonomi tidak berputar, di beberapa daerah muncul fenomena masyarakat yang rela memilih dipenjara dari pada didenda.
Direktur kajian hukum Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Zuhad Aji Firmantoro mengatakan berdasarkan data penyebaran Covid-19, pemerintah boleh memperpanjang atau menghentikan PPKM.
Baca juga: Jokowi Nilai PPKM Level 4 Berhasil Perbaiki Kondisi Pandemi di Indonesia
Namun pemerintah perlu memperhatikan secara serius model penegakan hukum agar tak ada sinyal pembangkangan sipil.
“Bekerja adalah kegiatan yang harus dilakukan setiap orang guna memenuhi kebutuhan dasarnya, UUD 1945 pasal 28 D ayat (2) secara tegas mengklasifikasikan bekerja sebagai bagian dari HAM,” kata Zuhad Aji di Jakarta, Senin (2/8/2021).
Zuhad Aji meminta pemerintah harus sangat berhati-hati dalam mengatur pembatasan orang untuk bekerja seperti yang dilakukan dalam PPKM selama ini, terutama para penegak hukum.
Hal itu supaya dalam penegakan aturan PPKM juga berpedoman pada etika penegakan hukum sebagaimana diatur dalam ketatapan MPR nomor VI/MPR/2001 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
“Jelas dalam Tap MPR dijelaskan bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan, kata kuncinya adalah keadilan," ucapnya.
Keadilan, lanjut Zuhad Aji, terletak pada penegaknya, sebobrok-bobroknya aturan hukum, jika ditegakan oleh penegak hukum yang berintegritas maka dia akan tetap menghadirkan keadilan.
Di lain sisi, jangan sampai masyarakat terjebak pada situasi yang mengharuskan mereka berbuat kriminal demi bertahan hidup, akibatnya bisa fatal yakni terjadinya pembangkangan sipil.
“Sebuah aksi penolakan untuk mematuhi hukum tertentu dengan cara melakukan pelanggaran secara simbolis tentu sangat berbahaya bagi keberlangsungan pemerintahan karena akan kehilangan kepercayaan publik," pungkasnya.