Kasus Mafia Tanah di Munjul, KPK Usut Pengelolaan Keuangan APBD DKI
Pengelolaan keuangan APBD DKI tersebut diduga terdapat peruntukan yang tidak sesuai, khususnya terkait pengadaan tanah di Munjul.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
Padahal belum dilakukan negosiasi harga antara Yoory dengan Anja yang mengaku sebagai pemilik tanah.
Kemudian pada April 2019, dilaksanakan penandatanganan PPJB tanah Pondok Ranggon seluas 41.921 m2 di Kantor Sarana Jaya antara Yoory dengan Anja, dan di hari yang sama Perumda Pembangunan Sarana Jaya mentransfer 50 persen pembayaran pembelian ke rekening Anja sebesar Rp 108,99 miliar.
Pada awal Mei 2021, dengan menggunakan rekening perusahaan PT Adonara Propertindo, Rudi dan Anja kembali menyetujui dan memerintahkan Tommy mengirimkan dana sebesar Rp 5 miliar sebagai uang muka tahap dua kepada Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Carolus Boromeus.
Setelah ditandatangani PPJB dan dilakukan pembayaran sebesar Rp 108,9 miliar; Sarana baru melakukan kajian usulan pembelian tanah di Munjul Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, dimana lebih dari 70 persen tanah tersebut masih berada di zona hijau untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang tidak bisa digunakan untuk proyek hunian atau apartemen.
Berdasarkan kajian Konsultan Jasa Penilai Publik harga appraisal tanah tersebut hanya Rp 3 juta per meter.
Desember 2019, meskipun lahan tersebut tidak bisa diubah zonasinya ke zona kuning, pihak Sarana Jaya tetap melakukan pembayaran sebesar Rp 43,59 miliar kepada Anja di rekening Bank DKI atas nama Anja sehingga total yang telah dibayarkan sebesar Rp 152,5 miliar.
Baca juga: Firli Tegaskan tidak Segan Tetapkan Tersangka Baru Kasus Munjul Meski dari DPRD DKI Maupun Pemprov
Atas pembayaran yang telah dilakukan oleh Sarana Jaya tersebut, Rudi meminta Anja dan Tommy untuk mengalirkan dana yang di antaranya digunakan untuk pembayaran BPHTB Pengadaan Tanah Pulogebang pada Sarana Jaya, dimasukkan ke rekening perusahaan lain milik Rudi dan penggunaan untuk beberapa keperluan pribadi Rudi dan Anja.
Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp 152,5 miliar.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.