Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Saat Calon Hakim Agung Ditanya soal Kasus Sumbangan Rp 2 Triliun Akidi Tio

Hery Supriyono mendapat pertanyaan terkait kasus sumbangan Rp 2 triliun dari Akidi Tio untuk penanganan covid-19 di Sumatera Selatan.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Saat Calon Hakim Agung Ditanya soal Kasus Sumbangan Rp 2 Triliun Akidi Tio
Tangkapan Layar: Kanal Youtube Komisi Yudisial
Calon Hakim Agung Kamar Pidana yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Gorontalo Hery Supriyono dalam Wawancara Terbuka Calon Hakim Agung Tahun 2021 Hari Ke-3 yang disiarkan di kanal Youtube Komisi Yudisial pada Kamis (5/8/2021). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Hakim Agung Kamar Pidana yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Gorontalo, Hery Supriyono mendapat pertanyaan terkait kasus sumbangan Rp 2 triliun dari Akidi Tio untuk penanganan covid-19 di Sumatera Selatan.

Awalnya Anggota Komisi Yudisial Amzulian Rifai yang menjadi panelis Wawancara Terbuka Calon Hakim Agung 2021 menyatakan bahwa dinamika masyarakat dalam bermedia sosial tidak kalah penting dari dinamika berbangsa dan bernegara.

Amzulian kemudian menanyakan perihal Hery punya media sosial atau tidak.

Hery pun menjawab ia memiliki akun Facebook dan WhatsApp.

Amzulian kemudian menguraikan pertanyaannya.

Baca juga: Membandingkan Kasus Sumbangan Rp 2 T Keluarga Akidi Tio dengan Kasus Ratna Sarumpaet

Kecanggihan media sosial, kata dia, memancing orang untuk eksis dengan tujuan untuk populer hingga untuk memonitor perkembangan bidang-bidang tertentu.

BERITA REKOMENDASI

Dengan demikian, kata dia, sekarang dalam hitungan satu klik berita bisa tersebar luas.

Ia pun mulai masuk ke kasus sumbangan Rp 2 triliun tersebut.

Beberapa hari ini, lanjut dia, ramai baik di media sosial dan di pemberitaan terkait sumbangan covid-19 untuk Sumatera Selatan sejumlah Rp 2 triliun.

Amzulian mengaku kaget dan bersyukur ada masyarakat yang mau menyumbang sejumlah Rp 2 triliun.

Bahkan, kata dia, langsung ucapkan selamat kepada Kapolda Sumatera Selatan.


Tapi kemudian, seiring berkembangnya waktu terkonfirmasi bahwa sumbangan yang disampaikan dalam bentuk papan tulisan di hadapan pejabat publik tersebut tidak ada.

Hal itu disampaikannya dalam Wawancara Terbuka Calon Hakim Agung Tahun 2021 Hari Ke-3 yang disiarkan di kanal Youtube Komisi Yudisial pada Kamis (5/8/2021).

"Pertanyaan saya, apakah Ibu X yang menyerahkan papan atau objek bertuliskan Rp 2 triliun itu di hadapan pejabat publik dan disaksikan oleh banyak orang dan ternyata itu tidak ada dananya itu dapat dipidana? Tolong berikan penjelasan," kata Amzulian.

Hery pun menyampaikan pandangannya terkait kasus tersebut.

Menurutnya, dilihat dari fakta pemberitaan ternyata dana itu tidak ada, maka menurutnya berarti tindakan tersebut bisa disebut sebagai menyebarkan berita bohong.

"Jadi kalau menurut Undang-Undang ITE itu bisa dipidanakan," kata Hery.

Amzulian kemudian menanyakan lagi lebih jauh tentang nomor dari Undang-Undang (UU) ITE.

Namun demikian, Hery mengaku lupa dengan nomor UU ITE.

Amzulian kemudian menjelaskan bahwa UU tersebut merupakan Undang-Undang nomor 19 tahun 2016.

Ia pun kemudian melanjutkan diskusi lebih jauh.

Amzulian menanyakan pandangan Hery terkait situasi saat ini di mana UU ITE menjadi momok dan perdebatan di tengah masyarakat khususnya pasal 27 ayat 3 karena dianggap membelenggu kemerdekaan berpendapat masyarakat.

Hery pun menjawab bahwa menurutnya UU ITE tersebut sangat rentan membelenggu kemerdekaan berpendapat para netizen atau warga masyarakat.

"Ya bisa dibilang biasanya dia menulis-nulis, tapi ternyata dengan tulisan-tulisan tersebut yang disebarkan di medsos berakibat bahwa dia bisa berurusan dengan pihak yang berwajib," kata dia.

Amzulian kemudian menanyakan lebih jauh unsur-unsur pidana dalam pasal tersebut.

Hery mengatakan setiap perbuatan bisa dikategorikan masuk pidana apabila adanya suatu perbuatan, dilarang oleh aturan, dan memang ada ancaman pidananya.

Namun demikian Amzulian tampak tidak puas dan meminta Hery menjelaskannya lebih spesifik dan rinci.

Hery pun mengulang kembali jawabannya dengan mengatakan rumusannya ada di dalam aturan tersebut.

Amzulian kemudian menanyakan sikap Hery terhadap perlu tidaknya pasal 27 UU ITE untuk dihapus baik melalui mekanisme judicial review (JR) maupun mekanisme lain.

"Karena memang Undang-Undang ini sangat sensitif sekali sehingga sedikit orang lengah dalam menyampaikan pendapat bisa berurusan dengan huku. Karena dampaknya begitu luas dan masyarakat sudah menyatakan semacam keberatan eksistensi Undang-Undang tersebut maka saya setuju untuk di JR," kata Hery.

Namun demikian Amzulian menyudahi pertanyaannya karena waktu telah habis.

"Baik terima kasih, masih umum jawabannya belum spesifik tentang ITE, tidak apa-apa, terima kasih Dr Hery Suprioyono atas jawaban-jawabannya," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas