Waduh! 9.000 Bang Napi Positif Covid-19, Nularnya Cepat karena Berombongan Huni Sel
Kondisi tahanan yang berhimpitan membuat penularan Covid-19 di kalangan bang Napi semakin tidak terkendali.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Reynhard Silitonga menyampaikan penularan Covid-19 di dalam penjara dinilai sangat cepat.
Total, ada 9.000 narapidana yang sempat terkonfirmasi positif Covid-19.
Namun, kata dia, 7.000 orang di antaranya telah dinyatakan sembuh. Dengan kata lain, masih terdapat 2.000 narapidana di seluruh Indonesia yang tengah mendapatkan perawatan.
Menurutnya, penularan Covid-19 yang sangat cepat di dalam lapas tidak terlepas dengan kondisi lapas yang over kapasitas.
Kondisi tahanan yang berhimpitan membuat penularan semakin tidak terkendali.
"Kondisi psikologi yang tidak kondusif karena berimpit-impitan dan rentannya penyakit menular Covid di UPT Pemasyarakatan. Saat ini ada 9.000 terkonfirmasi dan 7.000 orang sembuh," kata Reynhard dalam diskusi daring, Kamis (5/8/2021).
Baca juga: Berbagai Cara Napi Seludupkan Narkoba ke Dalam Lapas: Lewat Odol hingga Burung Merpati
Ia menyampaikan penularan Covid-19 di dalam lapas sangat sulit untuk dibendung.
Meskipun, pihak lapas telah memberlakukan pelarangan dan pembatasan besuk pihak keluarga selama pandemi Covid-19.
Baca juga: Kontroversi Emir Moeis, Napi Kasus Korupsi PLTU yang Jadi Komisaris PT Pupuk Iskandar Muda
Selain itu, kata Reynhard, narapidana yang masih menjalani sidang juga dikedepankan dengan mengikuti sidang daring untuk mencegah penularan Covid-19.
"Banyak aturan-aturan yang sudah kami lakukan, tidak boleh besuk dan sebagainya tapi petugas lembaga pemasyarakatan itu kan juga pulang ke rumah."
Baca juga: 5 FAKTA Kepala Rutan di Depok Nyabu, Dapat Barang Haram dari Mantan Napi, Ini Nasibnya Sekarang
"Membeli makanan di pasar dan sebagainya, maka kemungkinan juga besar kemungkinan petugasnya terkonfirmasi," jelasnya.
Dijelaskan Reynhard, penularan Covid-19 dari sipir kepada narapidana inilah menjadi salah satu sumber penularan di dalam lapas.
Namun, setiap adanya penghuni lapas yang terkonfirmasi langsung diberikan tindakan.
"Sebagian besar sembuh. Ini diakibatkan karena adanya koordinasi dengan Dinas Kesehatan menggunakan protokol kesehatan, pemberian tambahan vitamin A dan juga rujukan ke rumah sakit bila dibutuhkan."
Selain itu juga karena treatment di dalam lembaga permasyarakatan dengan memisahkan mereka dalam blok tertentu.
Sebagai informasi, kapasitas maksimal lapas di Indonesia hanya sebanyak 132.000. Namun jumlahnya kini telah jebol mencapai 298.394 yang mendekam di dalam lapas.
Dari jumlah tersebut, 50,9 persen di antaranya merupakan terpidana kasus narkotika dengan berbagai vonis yang beragam. Paling banyak, narapidana dengan hukuman 5 sampai 9 tahun penjara.
Tren penambahan narapidana juga setiap tahun semakin tidak terkendali.
Tercatat pada 2016 jumlah penghuni lapas sebanyak 204 ribu, 2017 232 ribu, 2018 255 ribu, 2019 265 ribu dan 2021 telah mencapai 298 ribu orang.
Reynhard Silitonga meyebutkan lembaga pemasyarakatan (Lapas) telah over kapasitas lebih dari dua kali lipat dari kuota jumlah narapidana.
Reynhard menyalahkan mudahnya pemenjaraan terhadap terpidana kasus narkoba yang terus dilakukan penegak hukum.
Pasalnya, mayoritas narapidana yang mendekam dalam penjara adalah kasus narkoba.
"Dominasi daripada di lembaga pemasyarakatan adalah dari narkotika. Dari yang saya sampaikan yang pertama karena lebih kepada pemenjaraan yang dilaksanakan pada saat sekarang ini dan juga masa-masa yang lalu," kata Reynhard.
Reynhard merinci bahwa kapasitas maksimal lapas di Indonesia hanya sebanyak 132 ribu. Namun jumlahnya kini telah jebol mencapai 298.394 yang mendekam di dalam lapas.
Ia menuturkan, 50,9 persen dari jumlah tersebut merupakan terpidana kasus narkotika dengan berbagai vonis yang beragam. Paling banyak, hukumannya 5 sampai 9 tahun penjara.
"Kami breakdown kembali jumlahnya yang di bawah 5 tahun yang sudah putusan inkrah itu adalah 25.590. Kemudian pidana di bawah 9 tahun antara 5 sampai 9 tahun itu udah 73.023 orang. Karena itu, 98 ribu yang ada di dalam lembaga pemasyarakatan adalah narkotika yang di bawah 9 tahun," ungkapnya.
Padahal, kata Reynhard, terpidana kasus narkotika yang dijerat di bawah 9 tahun penjara rata-rata memiliki barang bukti yang sangat sedikit. Yakni, 1-3 gram narkoba.
"Di bawah 9 tahun, kita breakdown kembali bahwa barang bukti yang ada adalah sangat kecil. Dibawah 1 gram atau dia juga maksimal itu 3 gram."
"Inilah yang membuat menjadi overcrowding nya di lembaga pemasyarakatan. Kemudian ada 13.000 itu adalah 10 tahun keatas ini berbicara yang bandar-bandar," jelasnya.
Ia menuturkan trend penambahan narapidana juga setiap tahun semakin tidak terkendali. Dia mencatat pada 2016 jumlah penghuni lapas sebanyak 204 ribu, 2017 232 ribu, 2018 255 ribu, 2019 265 ribu dan 2021 adalah 298 ribu.
Menurutnya, trend penambahan penghuni lapas ini harus dihentikan. Jika tidak dalam 5 tahun ke depan, jumlah penghuni lapas bisa jebol hingga 400 ribu orang dari 132 ribu kapasitas lapas.
"Ini tetap bisa 298 ribu karena adanya kebijakan-kebijakan bapak Menteri Hukum dan HAM sehingga ini tidak meningkat karena ada nanti program-program asimilasi," tukasnya.(Tribun Network/igm/wly)