Minim Partisipasi, Formappi Nilai Keberhasilan DPR Sahkan RUU Otsus Papua Tak Layak Diapresiasi
Peneliti Formappi Albert Purwa menyebut, dalam proses pembahasan RUU Otsus Papua minim partisipasi publik, terutama masukan dari masyarakat asli Papua
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyoroti kinerja DPR RI di Masa Sidang V Tahun Sidang 2020-2021, yang hanya mampu mengesahkan satu RUU Prioritas, yakni RUU Perubahan UU tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
Peneliti Formappi Albert Purwa menyebut, dalam proses pembahasan RUU Otsus Papua minim partisipasi publik, terutama masukan dari masyarakat asli Papua.
Hal itu disampaikan Albert dalam konferensi pers virtual bertajuk 'Evaluasi Kinerja DPR MS V Tahun Sidang 2020-2021', Kamis (12/8/2021).
"Sejauh penelusuran Formappi, Pansus RUU Perubahan UU Otsus Papua ini hanya mengadakan satu kali RDPU, yaitu dengan Direktur Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) dan Ketua Forum Komunikasi Antar Daerah Tim Pemekaran Papua Selatan," kata Albert.
"Lebih dari itu Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan representasi kultural Papua juga tidak diminta memberikan masukan, padahal RUU Otsus sendiri mengatur tentang posisi MRP yang salah satunya disebutkan bahwa keanggotaannya tak boleh dari kader partai politik," imbuhnya.
Baca juga: Formappi: DPR Periode 2019-2024 Berkinerja Terburuk di Era Reformasi
Karena itu, Formappi menyimpulkan bahwa DPR dan pemerintah melalui RUU Otsus Papua ingin menjadi pemegang kendali atas Papua.
Di sisi lain, Formappi menyoroti RUU-RUU yang sudah dibahas secara mendalam dan sudah pernah diperpanjang beberapa kali masa sidang namun tidak disahkan DPR di Masa Sidang V.
Misalnya RUU Perubahan UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, serta RUU Perubahan UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan RUU tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Padahal, kata Albert, UU tentang PDP dan penanggulangan bencana sangat dibutuhkan masyarakat.
"Karena itu pengesahan RUU Perubahan UU Otonomi Khusus Papua tersebut tidak layak mendapatkan apresiasi. Apalagi karena proses pembahasannya sangat minim partisipasi masyarakat," pungkasnya.