Yenny Wahid: Aset Paling Berharga dari Garuda Adalah Manusianya, Bukan Pesawat
Yenny Wahid menegaskan pengurangan karyawan Garuda Indonesia tentu berpengaruh kepada kondisi keuangan dan beban yang ditanggung Garuda.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Krisis yang dihadapi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk memaksa perusahaan plat merah itu untuk merumahkan sebagian karyawannya hingga memensiunkan dini mereka.
Mantan Komisaris Independen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Yenny Wahid menegaskan pengurangan karyawan itu tentu berpengaruh kepada kondisi keuangan dan beban yang ditanggung Garuda.
Hanya saja, Yenny melihat aset paling berharga dari Garuda sendiri justru adalah para manusianya atau karyawan yang mengabdi, bukan pesawatnya.
Baca juga: Garuda Indonesia Bakal Potong Gaji 50 Persen Level Staff hingga Direksi
"Menurut saya aset-aset paling berharga dari Garuda bukan pesawatnya, aset paling berharga dari Garuda adalah manusia-manusianya, awak kabinnya, pilot-pilotnya. Kembali lagi kita harus mengubah gaya hidup. Awak kabin Garuda adalah contohnya. Saya sendiri juga mundur karena merasa malu juga nih kalau awak kabin saja mau berkorban, masa saya nggak berani berkorban," ujar Yenny, saat wawancara khusus dengan Tribun Network, Senin (16/8/2021).
Yenny merujuk kepada pengakuan beberapa awak kabin yang rela dirumahkan dan tidak digaji demi Garuda tetap mengudara. Menurutnya kecintaan mereka membuktikan mereka adalah aset berharga Garuda.
Baca juga: Yenny Wahid Pesan Cucu Perusahaan Garuda Indonesia Segera Direstrukturisasi
"Pengorbanan mereka luar biasa. Mereka bilang apa yang bisa dilakukan untuk membuat Garuda Indonesia tetap bertahan. Gaji mereka sebetulnya tidak tinggi-tinggi sekali, tapi demi kecintaan pada Garuda mereka bahkan mau berkorban," katanya.
"Dirumahkan tidak apa-apa, tidak digaji tidak apa-apa. Asal Garuda bisa terbang dan suatu saat kami bisa terbang lagi bersama Garuda. Saya sampai mau nangis kalau dengar cerita mereka. Nah mereka ini yang harus kita selamatkan," imbuh Yenny.
Baca juga: Yenny Wahid Sarankan Garuda Migrasikan Sistem IT dari GDS ke NDC: Bisa Hemat Rp 1 Triliun Setahun
Berikut wawancara khusus Tribun Network bersama mantan Komisaris Independen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Yenny Wahid :
*Untuk mengurangi tingkat kerugian, PT Garuda Indonesia Tbk memberikan peluang mereka yang ingin pensiun dini dan melakukan cuti di luar tanggung jawab perusahaan. Apakah ini berpengaruh dengan kondisi keuangan dan beban yang harus ditanggung oleh PT Garuda Indonesia Tbk?*
Apapun yang bisa dilakukan untuk memperkecil biaya pasti ada pengaruhnya, apalagi kalau dilakukan dalam jumlah banyak. Jadi human resources Garuda itu jauh melampaui kebutuhannya, ini faktanya. Ada terlalu banyak kita punya karyawan. Kemudian saya memutuskan untuk mengundurkan diri salah satunya adalah untuk menjadi simbol. 'Masa kita minta orang mundur, masa kita sendiri nggak mundur', kan nggak lucu. Ya kita sama-samalah berkorban untuk Garuda. Kira-kira begitu salah satu pemantik kenapa saya mengundurkan diri.
Dan memang setelah saya mundur, jumlah komisaris kan memang dikurangi dari lima menjadi tiga. Ini lebih bagus untuk Garuda di masa pandemi ini, nanti kalau uangnya sudah banyak, pesawatnya sudah banyak, rutenya sudah bertambah lalu kemudian jumlah penumpang bertambah maka bisa dipanggil ulang, jadi karyawan juga bisa banyak lagi.
Tapi ketika krisis seperti ini, ibaratnya di rumah tangga kita biasa punya asisten rumah tangga lima misalnya, tahu-tahu bapaknya di-PHK. Nggak bisa menggaji lagi sebanyak itu, ya otomatis semua anggota keluarga harus ikut turun tangan, ibunya masak, bapaknya cuci piring, anaknya ikut nyapu dan sebagainya. Biaya kan harus dikecilkan, namanya suasana prihatin. Nanti kalau bapaknya dapat jabatan lagi ya boleh mau menggaji 9,10 hingga 18 orang ya monggo saja.
*Dengan mundurnya Anda sebagai komisaris independen, berapa beban biaya Garuda yang terkurangi?*