Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan: Jangan Disorientasi Gara-gara Pilpres dan Pilkada
Zulkifli Hasan menyerahkan kepada takdir apakah nantinya berpartisipasi sebagai calon presiden atau calon wakil presiden.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengatakan lebih mementingkan untuk membesarkan nama partainya ketimbang memikirkan kemungkinan maju dalam Pilpres 2024.
Zulhas, sapaan akrabnya, menyebut dirinya menyerahkan kepada takdir apakah nantinya berpartisipasi sebagai calon presiden atau calon wakil presiden.
"Jadi PAN lebih penting eksistensi kebesarannya ketimbang Zulkifli Hasan maju capres atau cawapres, serahkan takdir saja lah," ujar Zulhas, saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dan News Manager Tribun Network Rachmat Hidayat, Rabu (18/8/2021).
Orang nomor satu di PAN ini menilai membesarkan partainya lebih penting.
Sebab partainya yang merupakan partai berbasis Islam nasionalis religius, tetapi pluralis, terbuka, modern, serta moderat tengah itu diyakini Zulhas dibutuhkan dan diperlukan oleh Indonesia.
"Saya merasa paling penting itu membesarkan PAN ini, karena PAN ini dibutuhkan oleh merah putih. Saya yakin betul PAN ini diperlukan, dibutuhkan, karena kita ini ada di tengah, terbuka, Islam yang menggembirakan, dan tidak sektarian, siapa saja pandangan-pandangannya, dan ini dibutuhkan oleh republik, dibutuhkan untuk merah putih, karena merah putih itu paling tinggi kalau kita berada di tengah," ujarnya.
Berikut wawancara khusus Tribun Network bersama Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan:
PAN sering kali mengecoh lembaga survei, setiap ada survei hasilnya kecil tapi dalam kenyataannya ketika pemilu meleset semua hasilnya. Rahasianya apa?
Kita sudah berkali-kali menyampaikan pertanyaan kepada lembaga survei. Pernah dulu tinggal sebulan lagi menuju Pemilu, itu kita 1,8 persen hasilnya di lembaga survei, tapi (realitanya) 7 persen.
Waktu itu satu lembaga survei yang mendekati yaitu 4 persen, yang lain rata-rata 1,8 persen.
Selalu kita tanya dengan lembaga survei, kemudian jawaban paling memuaskan yang saya terima adalah dari Saiful Mujani, 'Pak Zul, 2 persen atau 5 persen itu sama saja'.
Jadi ya wallahu a'lam, tapi ada juga beberapa lembaga survei yang betul-betul secara fair, adil, nampaknya hasilnya mendekati.
Yang lain 1,8 tapi dia hasilnya 4,8 persen. Hasil aslinya 7 persen, jadi margin error masih masuk akal, tapi yang lain-lain nggak tahu kenapa bisa terjadi begitu hasilnya.
Tapi kita biasa saja karena mulai dari ada survei, ada pemilu, selalu begitu, karena itu masyarakat hingga kader PAN sudah memahami kalau PAN di survei kecil, itu belum tentu yang sebenarnya.
Banyak partai sudah mengelus-elus capres dan cawapres untuk 2024 lewat baliho atau publikasi lain, karena diyakini mempengaruhi perolehan suara atau efek ekor jas.
Pilpres kan masih 3 tahun lagi sementara kita ini masih pandemi, tentu ada beberapa kami lihat. Tentu tujuannya bukan untuk kepentingan PAN saja.
Kita ingin ada pemimpin yang memiliki isi kepala banyak sehingga konsep gagasan untuk Indonesia maju tumbuh itu ada, sehingga tidak lagi ada model-model seperti ini pak, kita lihat, lirik, cari.
Karena kita butuh juga pemimpin yang punya merah putih, pemimpin yang punya empati, yang punya hati, bukan hanya sekedar cari jabatan, dan ini kan trackrecordnya kita lihat itu perlu.
Hanya kan ini masih jauh masih 3 tahun lagi, oleh karena itu kami fokus dulu sekuat tenaga membantu dimana-mana Covid-19 ada yang susah.
Orang kerja kehilangan pekerjaannya, orang yang kehilangan orang tua dan keluarganya, karena sumber kami terbatas kami fokus dulu membantu itu.
Jadi kami nggak pasang baliho, macem-macem itu nggaklah, membantu saja kami fokuskan.
Tapi secara terbatas kami diskusikan, bagaimana yang ini bagaimana si a b c, kita kupas backgroundnya, trackrecordnya selama ini bagaimana begitu ditarget, nanti yang mana yang the best choice yang akan terbaik untuk NKRI kita.
Ada ketertarikan maju di 2024 Pak Zulhas?
Saya merasa paling penting itu membesarkan PAN ini, karena PAN ini dibutuhkan oleh merah putih.
Saya yakin betul PAN ini diperlukan, dibutuhkan, karena kita ini ada di tengah, terbuka, Islam yang menggembirakan, dan tidak sektarian, siapa saja pandangan-pandangannya, dan ini dibutuhkan oleh republik.
Baca juga: Zulkifli Hasan Ungkap Momen Paling Membahagiakan Selama Pimpin PAN
Dibutuhkan untuk merah putih, karena merah putih itu paling tinggi kalau kita berada di tengah.
Jadi PAN lebih penting eksistensi kebesarannya ketimbang Zulkifli Hasan maju capres atau cawapres, serahkan takdir sajalah.
Apa upaya yang dilakukan DPP PAN dan kader PAN untuk menambah konstituennya, terutama meraih dukungan milenial?
Ya memang tidak ringan apalagi ini masa pandemi, kemudian kompetisi antar partai politik juga tidak mudah, apalagi politik ini politik pencitraan jadi kalau kami salah sedikit saja langsung bisa dibully orang, tapi kalau partai besar salah besar malah dianggap partai paling jujur, itulah pencitraan, publikasi, pengaruh logistik juga luar biasa.
Tapi kami kan nggak boleh menyerah, ada jalan, dimana ada kemauan pasti ada jalan, oleh karena itu kami membangun.
Pertama, struktural partai, persiapan mulai dari dusun sampai pusat, kami juga memperkuat struktur dan kami juga sudah mempersiapkan anggota, sudah 1 juta lebih, kita sudah menyiapkan saksi-saksi dari sekarang itu juga sudah 1 juta lebih.
Kalau sudah dua juta orang, dimana satu orang mencari 8 orang kan sudah 8 juta suara kami.
Jadi kita benahi betul struktur partai yang berada di bawah termasuk kita mulai benahi persiapan untuk caleg kabupaten, provinsi kita persiapkan sedemikian rupa mulai dari sekarang itu kerja-kerja internal partai sehingga lebih kuat.
Kedua, pencitraan tadi mudah-mudahan nanti Tribun bisa juga memperlakukan PAN dengan baik, fair, adil memberikan kesempatan seperti partai lain dalam pemberitaan.
Itu juga kita lakukan, jadi media-media mainstream seperti Tribun kita minta tolong untuk memberlakukan kami dengan baik.
Kerja keras PAN ini bukan untuk pribadi-pribadi karena ini merupakan bagian sejarah, saya sudah umur banyak, jadi menteri udah, ketua MPR sudah, enaknya ngurus cucu, ngurus bisnis macem-macem, tapi saya membayangkan kalau RI ini tidak ada PAN, ada partai politik tapi perlakuannya ormas juga, ormas-ormas marah, partai politik bikin sekolah, bikin dai bikin lazis itu bagaimana.
Jadi internal umat Islam bisa anu pak, atau yang tadi kalau nggak saya ga boleh yang lain, bayangin nanti partai itu begini partai ini, aahh susah, padahal kita sudah 76 tahun merdeka, kita berada di tengah, republik ini akan aman kalau ada di tengah, kekuatan TNI polri harus kuat tangguh, nasionalis harus tangguh jadi TNI polri, nasionalis, NU, Muhammadiyah, tengah, kalau ada di tengah ya ada yang keras tetap ada.
Tapi jangan banyak-banyak kalau bisa 10-15 persen. Kalau ini bagi dua repot kita, yang keras itu harusnya itu jangan besar, harusnya yang moderat yang tengah itu yang besar 80-85 persen, jadi aman kita bisa mencapai Indonesia Emas 2045 itu negara yang maju.
Ingat pak, nanti nggak ada lagi, dulu kita andalkan minyak, minyak akan habis, andalkan kayu, kayu habis, batubara, nikel nanti habis, jadi 2045 yang diandalkan SDM, stabilitas itu bisa kita capai kalau Indonesia di tengah.
Itulah kewajiban PAN harus ada untuk mengawal cita-cita kita merdeka, itu jadi penting sekali.
Ini bukan persoalan Zulkifli Hasan bukan persoalan pak Amien, tidak, ini kewajiban sejarah bagi kita mengawal Indonesia merdeka untuk bersatu, bukan untuk pecah belah, agar ada kita berdaulat, beras nggak impor lagi, garam nggak impor lagi, ini tujuan kita.
Ada keadilan ada kesetaraan disitulah cita-cita kita, maju bersama, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia itu yang kami kawal. Tentu itu yang kita lakukan melalui udara pak, udara melalui media-media mainstream.
Ketiga, zaman medsos. Kita harus ikuti medsos itu karena kalau tidak kita bagai satwa langka itu, ketinggalan.
Keempat, kita tentu tidak mau ikut kiri kanan, ini oposisi ini apa, kita tidak ikut cebong kampret, PAN berusaha keras selalu rasional mencoba menjual gagasan.
Baca juga: Zulkifli Hasan Kukuhkan Jubir Muda PAN
Jangan jualan agama lagi, jangan jualan kampret cebong lagi, itu sudah 76 tahun merdeka, jadi kami jual gagasan dan konsep bagaimana Indonesia maju 2045 mendatang.
Memang jual gagasan ini kurang laku, karena sekarang zamannya hitam putih, kita terus coba menawarkan konsep, gagasan konsep bagaimana Indonesia di 2045 dan seterusnya itu jadi negara yang kuat sesuai dengan tema hari kemerdekaan, Indonesia tangguh dan tumbuh.
PAN punya pandangan terkait regulasi atau UU yang diperlukan untuk 2024. UU pemilu, elektoral threshold, presidential threshold atau hal lain?
Prinsip-prinsip demokrasi itu kan bisa menghasilkan kesetaraan, keadilan hidup yang harmoni, itu demokrasi.
Demokrasi ini harusnya kita harmoni, itu harusnya. Tetapi kok demokrasi kita menghasilkan sosial distrust, menghasilkan kesenjangan, kenapa? Demokrasi yang tanpa nilai itu hasilnya kaya gini, Demokrasi yang sukses itu kuncinya ada nilai.
Nilai itu bisa diatur akan terbentuk melalui sistem, karena politik itu kan tidak pernah salah, jadi diatur oleh sistem.
Nah sistem yang baik akan melahirkan demokrasi dan nilai-nilai yang baik. Sistem yang kurang baik akan menghasilkan perilaku demokrasi yang kurang baik, karena demokrasi bukan benar salah tapi kesepakatan.
Karena itu sistemnya harus baik benar, oleh karena itu PAN berpandangan harusnya pilpres itu tidak dibatasi 20 persen.
Oleh karena itu kami mengajukan sama dengan parlemen 4 persen sehingga masih banyak pilihan-pilihan, ini dulu ya.
Begitu juga parpol, diatur 4 persen, 4 persen itu kan kali 200 juta kan banyak itu, anggaplah pemilihnya 150 juta dikalikan 4 persen kan 6 juta, masa 6 juta hangus.
Harusnya bukan begitu, yang dipilih tetap jadi, tapi kalau nggak 4 persen nggak punya fraksi harus gabung. Dia kan suara rakyat, dipilih rakyat masa dihanguskan sudah dipilih tapi nggak jadi, kan mengingkari nilai nilai demokrasi.
Jadi kalau sistemnya mengabaikan value atau nilai-nilai demokrasi, maka hasilnya demokrasi itu akan tanpa nilai. Demokrasi tanpa nilai akan menghalalkan segala cara, seperti cebong kampret, menghasilkan korupsi, menghasilkan kesenjangan.
Tetapi ini tidak dapat dirubah lagi, karena kemarin sudah sepakat tidak ada perubahan undang-undang. Untuk perubahan UU pemilu Pilpres, kami kan cuma sedikit 44 kursi, nggak bisa berbuat banyak.
Jadi kalau masyarakat menuntut PAN, pilih dulu dong PAN yang banyak, ini maunya berbuat banyak tapi PANnya sedikit kan nggak bisa. Jadi UU sudah tidak dapat diubah lagi, sudah disepakati tidak ada perubahan UU, kami tetap seperti tadi.
Intinya kalau sistem baik, demokrasinya akan baik, kalau begitu demokrasinya punya nilai ada value, demokrasi yang punya value akan menghasilkan kesetaraan keadilan harmoni, tapi kalau sistemnya buruk menghasilkan demokrasi yang buruk tanpa nilai menghasilkan segala cara ya hasilnya seperti ini.
Strategi apa yang disiapkan DPP PAN untuk mendapat suara signifikan atau mengembalikan suara yang hilang di beberapa daerah terutama di Pulau Jawa?
Memang kemarin itu kita Jawa Tengah saya punya delapan kursi. Tapi katanya karena PAN-nya keras sekali tentu Pak Amien juga. Maka katanya dihabisi, tapi sekarang karena kita sudah baik memang betul diberitakan.
Karena itu kita merubah cara sekarang. Jawa Tengah dulu kita keras pertarungan, sekarang kita berteman di Jawa Tengah dengan PDI Perjuangan, dukung Bupati bareng, pokoknya macam-macam bareng lah.
Pendekatan seperti itu memang ada khas wilayah. Jadi kami di Jawa Tengah begitu. Kami mendekat semua bareng-bareng termasuk pilkada kemarin. Seluruh Bupati pilkada kami ikut bersama PDIP. Dengan begitu paling tidak kami bisa kerja tenang, tidak diganggu, syukur-syukur bisa dibantu.
Jangan lupa saya di Papua punya dua pimpinan DPRD. Karena kami bisa memperlakukan Papua secara baik. Saya sampaikan kalau salah penanganannya hati-hati betul. Kami mengerti pendekatannya harus dikasih trust ke mereka.
Kalau percaya, kelola sepenuhnya kami dua kursi dan pimpinan dewan. Tapi kalau kita lepas pegang ekornya, pegang tangannya itu susah. Indonesia tanpa Papua bukan Indonesia namanya.
Di tengah pandemi PAN juga akan berulang tahun, apa yang akan dilakukan menyambut milad?
Pandemi ini memang memberikan pelajaran berarti bagi kita. Pemerintah sudah bekerja keras ada PPKM macam-macam.
Usaha sudah. Tapi kita ini makhluk tuhan karena itu kita juga munajat kepada tuhan bersama ulama tokoh agama agar diberikan kekuatan dan pertolongan. Kita manusia ini lemah.
Yang kedua tanggal 23 Agustus puncak HUT penekanannya adalah seluruh kader harus membantu masyarakat sekuat yang kita bisa. Paling kurang jaga akhlak, jaga perilaku, jaga empati.
Ada juga kader kami di Sumut apa kalau tidak salah itu, zaman pandemi masih karaoke. Kami pecat yang begitu.
Itu tema kita kira-kira dan juga diselenggarakan daring karena pandemi. Kami akan berbagi dengan tenaga kesehatan yang terdampak, orang-orang yang tidak bekerja. Fokus kita tahun ini membantu. Pidato saya besok menyampaikan kembali jangan kita ini disorientasi gara-gara pilpres dan pilkada.
Jangan lagi membedakan kelompok hanya karena berbeda partai. Ingat kita nggak tiba-tiba hari ini ada sekarang. 76 tahun kita merdeka perjuangannya ratusan tahun. Pengorbanan jiwa raga, harta benda segala macam.
Kita sudah kapok, muak, nggak mau lagi ribut antar suku dan agama. Maka ikrar 17 Agustus 1945 kita merdeka.
Ini harus kita luruskan cita-cita kita sebangsa, setanah air, NKRI. Kalau mau fokus maju membangun SDM hanya bisa dilakukan kalau kita bersama-sama kompak sehingga stabilitas terjaga. (tribun network/Vincentius Jyestha)