Politisi PKS Sebut Pidato Presiden soal APBN Isyaratkan Ketidakpastian Ekonomi
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati memperingatkan bahwa target tersebut harus realistis dan sesuai kondisi pemulihan ekonomi.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pidato kenegaraan dan nota keuangan RAPBN 2022 yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkonfirmasi bahwa kondisi perekonomian tahun 2022 diliputi ketidakpastian dengan target pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,0%-5,5%.
Terkait hal itu, Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati memperingatkan bahwa target tersebut harus realistis dan sesuai kondisi pemulihan ekonomi.
“Perkiraan tersebut harus mempertimbangkan faktor dalam dan luar negeri serta pertumbuhan ekonomi, hendaknya juga mampu mendorong pengurangan kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan,” ujar Anis kepada wartawan, Kamis (19/8/2021).
Baca juga: Pemerintah Diminta Waspadai Ketahanan APBN Terkait PLTS Atap di Pembahasan RUU EBT
Anis menilai dari sisi pengeluaran besarnya kontribusi konsumsi rumah tangga dan investasi menjadikan keharusan bagi pemerintah untuk peduli kebijakan terhadap perekonomian masyarakat.
“APBN 2022 benar-benar harus menjadi stimulus efektif dalam peningkatan serta melindungi daya beli masyarakat dan pemerintah harus menjaga iklim investasi tetap kondusif bagi dunia usaha agar pertumbuhan ekonomi bisa tercapai dengan baik,” terangnya.
Wakil Ketua BAKN DPR RI ini juga menyatakan transformasi struktural merupakan masalah penting yang harus diatasi, selain pandemi Covid-19 seperti kualitas SDM rendah, infrastruktur belum memadai, produktivitas rendah, birokrasi dan regulasi yang tidak efisien serta praktek moral hazard korupsi.
“Perbaikan kualitas SDM, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi harus menjadi bagian sentral dalam peningkatan produktivitas maupun daya saing Indonesia,” ujarnya.
Anis melanjutkan tingkat kualitas APBN dan kesinambungan fiskal masih rendah dengan indikasi rasio pajak terhadap PDB (Tax Ratio) selama 10 tahun terakhir selalu mengalami penurunan dan relatif rendah dibanding negara G20 dan ASEAN-6.
“Target Tax Ratio dikisaran 8,37%-8,42% itu rendah, makanya langkah-langkah reformasi perpajakan yang menjunjung prinsip berkeadilan, komprehensif dan berkesinambungan perlu segera diwujudkan," katanya.
Menurut anggota DPR RI Komisi XI ini, penguatan spending better dalam penataan APBN 2022 harus melalui pengendalian belanja.
Dengan demikian lebih efisien, produktif dan menghasilkan multiplier effect yang kuat dalam meningkatkan kesejahteraan dengan cara mendukung program prioritas, mendorong efisiensi kebutuhan pasar, dan menjaga pelaksanaan anggaran berbasis hasil (result-based).
“Mengingat ruang fiskal yang menyempit sebagai akibat meningkatnya belanja yang bersifat mengikat (operasional dan birokrasi). Belanja subsidi harus terus ditransformasi dari berbasis komoditas menjadi berbasis orang agar semakin efektif dan tepat sasaran (by name by address), guna membantu masyarakat miskin yang membutuhkannya,” kata Anis.
Lebih lanjut, legislator PKS ini menyampaikan bahwasanya APBN 2022 merupakan APBN transisi menuju pelaksanaan APBN normal pada ahun 2023, defisit anggaran kembali dibawah 3% sebagaimana amanah konstitusi.
"Kebijakan tersebut segera diikuti dengan langkah konsolidasi fiskal secara bertahap dan berkesinambungan, mampu mendorong keseimbangan primer bergerak menuju positif dalam jangka menengah dan menjaga rasio utang terhadap PDB dalam batas psikologis yang aman dan terkendali," tandasnya.