Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dinamika Politik di Dalam dan Luar Negeri Harus Jadi Momentum Memperkuat Nilai-nilai Kebangsaan

Telah terjadi transformasi dalam ruang publik yang melampaui sekat identitas dan batas negara.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Dinamika Politik di Dalam dan Luar Negeri Harus Jadi Momentum Memperkuat Nilai-nilai Kebangsaan
Ist
Diskusi daring bertema "Tantangan Politik 76 Tahun Indonesia Merdeka" yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 pada Rabu (25/8/2021). 

Menurut Ahmad, kesiapsiagaan nasional untuk memperkuat ideologi kebangsaan harus diwujudkan karena akar masalah radikalisme ini adalah ideologi yang menyimpang.

"Bentengi 87,8% penduduk Indonesia yang belum terpapar radikalisme dengan 'vaksin' ideologi kebangsaan yang kuat agar imun atau kebal terhadap serangan paham-paham transnasional," tegas Ahmad.

Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial, CSIS, Arya Fernandez berpendapat pandemi Covid-19 mempengaruhi sejumlah bidang yang menyebabkan banyak hal berubah dan harus dijawab dengan sejumlah kebijakan yang tepat dan terukur.

Dalam upaya mengatasi pendemi Covid-19, menurut Arya, banyak kebijakan yang dihasilkan dari kolaborasi yang baik antara pemerintah dan partisipasi publik.

Karena itu, ujar Arya, pola-pola kepemimpinan nasional di masa datang harus bersifat terbuka terhadap partisipasi publik, transparan dan berdasarkan data yang valid dalam setiap kebijakan yang dibuat.

Anggota Komisi 1 DPR RI, Muhammad Farhan mengungkapkan, prioritas politik luar negeri dan diplomasi Indonesia pada 2019-2024 antara lain adalah penguatan diplomasi ekonomi, perlindungan yang lebih baik terhadap WNI di luar negeri, menjaga kedaulatan dan integritas negara- bangsa, meningkatkan kontribusi kepemimpinan Indonesia di kawasan dan dunia, serta mewujudkan reformasi birokrasi sebagai penguatan infrastruktur diplomasi.

Saat ini, menurut Farhan, dari sisi politik isu-isu aktual yang harus dihadapi Indonesia adalah diplomasi bidang kesehatan, perlindungan WNI di luar negeri, konflik Laut Cina Selatan, pergantian pemerintahan di Afganistan serta kebijakan politik luar negeri Indonesia pasca-Covid-19.

Berita Rekomendasi

Analis Konflik dan Keamanan, Alto Labetubun berpendapat pola-pola masuknya paham radikalisme ke satu negara tidak melulu diawali dengan tindakan-tindakan kekerasan.

Masuk ke satu wilayah tanpa aksi teror, ujar Alto, bukan berarti kelompok-kelompok radikal itu diam.

Biasanya, tegas Alto, kelompok tersebut sedang mempelajari situasi yang tepat untuk masuk lebih dalam dan menguasai wilayah tersebut.

"Kondisi saat ini justru harus diwaspadai dengan berbagai upaya pencegahan agar paham-paham radikal itu tidak masuk lebih dalam," ujarnya.

Co founder The Centre for Indonesian Crisis Stategic Resolution/CICSR, Makmun Rosyid mengungkapkan hoax yang bertebaran di media sosial itu diproduksi oleh orang-orang yang pintar.

Di saat isu Afganistan dan Taliban masih mendominasi pemberitaan, ujar Makmun, kata-kata teroris menjadi viral di media sosial.

Di sisi lain, tegas dia, kontra narasi terhadap isu terorisme dan radikalisme di media sosial saat ini terbilang minim.

Karena itu, Makmun berpendapat, kerja-kerja kontra narasi terhadap radikalisme dan terorisme harus ditingkatkan.

"Kelompok mana pun yang menentang konsensus kebangsaan harus segera ditindak," tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas