Praktik Transaksional Berpotensi Rusak Sistem Demokrasi di Indonesia
Peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia harus menjadi perhatian serius dari semua pihak, termasuk rakyat itu sendiri.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
![Praktik Transaksional Berpotensi Rusak Sistem Demokrasi di Indonesia](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/wawancara-khusus-dengan-akbar-tanjung_20191129_185215.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi senior Partai Golkar, Akbar Tandjung, mengatakan, rakyat merupakan pihak yang paling berdaulat serta dapat menentukan calon pemimpin.
Melalui pilihan rakyat yang berdaulat, dapat mencegah praktik-praktik transaksional atau jual beli suara dalam pemilihan.
"Karena praktik yang transaksional ini yang merusak sistem demokrasi," ujarnya, saat menjadi narasumber kuliah umum peserta Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Angkatan X seri ke-16 di akun YouTube SKPB AT Institute, dikutip Rabu (25/8/2021).
Untuk itu, kata dia, diperlukan upaya mengantisipasi politik transaksional.
Peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia harus menjadi perhatian serius dari semua pihak, termasuk rakyat itu sendiri.
Baca juga: Sikapi Perkembangan Dunia Internasional, Nasionalisme dan Demokrasi Perlu Diperkuat
"Ini yang perlu kita betul-betul mencari suatu upaya, aturan, sehingga transaksional itu bukan menjadi sesuatu yang menguat dalam kehidupan berdemokrasi kita," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, rakyat pun harus ditingkatkan juga kualitas kesadaran politiknya supaya jangan mereka gampang terpengaruh, diiming-imingi dengan beberapa langkah-langkah yang bersifat transaksional.
"Sehingga mengakibatkan masyarakat atau rakyat itu tidak lagi memperlihatkan suatu nilai-nilai demokrasi. Nah ini yang harus menjadi tugas kita ke depan," ujarnya.
Selain rakyat yang berdaulat, dia meminta semua pihak untuk meningkatkan sistem berdemokrasi di Indonesia.
Upaya itu, menurut dia, juga dapat mengantisipasi praktek-praktek transaksional di dalam kehidupan berdemokrasi di negeri ini.
Dia mencontohkan politik transaksional yang terjadi pada saat pemilihan anggota dewan.
Dia menjelaskan, calon-calon anggota dewan berkepentingan untuk mendapatkan suara terbanyak sehingga membuat mereka memanfaatkan kemampuan finansial untuk menarik dukungan.
"Dia gunakan kemampuan finansial yang cukup itu agar dia terpilih sebagai anggota dewan. Inikan praktik transaksional, ini yang harus kita cegah," tambahnya.
Baca juga: Airlangga: Islam dan Demokrasi Telah Miliki Kompatibilitasnya, Golkar Siap Mengawalnya
Hadir dalam acara ini, Direktur Program AT Institute, Dr. Agustian Prasetya; Direktur Eksekutif AT Institute, Dr Puji Wahono; dan Kepala SKPB Dr Alfan Alfian.
Seperti diketahui, secara rutin SKPB mengundang pakar berbagai bidang ilmu dan praktisi untuk mengisi proses pembelajaran yang kreatif dan aktual.
Peserta terdiri dari aktivis mahasiswa dan pemuda yang tergabung di dalam Kelompok Cipayung Plus.
Peserta diseleksi dari berbagai daerah di Indonesia, dan dalam masa pandemi ini diadakan secara daring.
Selain kuliah kepemimpinan, peserta juga mendapatkan ceramah mengenai ekonomi, etika, politik lokal, pemilu dan sistem kepartaian.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.