Ini Kata Pakar Hukum Soal Tindak Lanjut Fatwa MA Terkait Seleksi Calon Anggota BPK
Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan fatwa terkait persyaratan calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan fatwa terkait persyaratan calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Mahkamah Agung menekankan bahwa calon Anggota BPK harus memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum di dalam Pasal 13 huruf j Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Pendapat hukum MA tersebut sesuai dengan permintaan Komisi XI kepada Pimpinan DPR RI, yang dimaksudkan untuk memperjelas status hukum dua orang calon yang diduga tidak memenuhi syarat (TMS).
Kedua calon tersebut adalah Harry Z. Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana, karena diketahui belum dua tahun meninggalkan jabatan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA).
Baca juga: MA Benarkan Sudah Terbitkan Fatwa Terkait Seleksi Calon Anggota BPK
Pasal 13 huruf j Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, ditegaskan bahwa salah satu syarat calon Anggota BPK “paling singkat 2 tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara.”
Dengan terbitnya Fatwa MA tersebut diharapkan menjadi solusi agar pemilihan Anggota BPK berjalan sesuai dengan kaidah undang-undang. Sebab, proses seleksi anggota badan audit negara itu diindikasi sejak awal terdapat manuver yang menabrak undang-undang.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung Prof. Asep Warlan Yusuf mengamini fatwa Mahkamah Agung (MA) ihwal pelarangan Calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tidak memenuhi aturan main UU BPK.
Baca juga: PNS Mahkamah Agung Bernama Kardi Mangkir dari Pemanggilan KPK
"Hal itu sangat penting untuk mencegah menimbulkan conflict of interest atau konflik kepentingan saat terpilih," ujar Asep, Senin(30/8/2021).
Asep menyimpulkan, ketatanegaraan terkait objektifitas UU BPK tak perlu lagi ditafsir karena sudah final.
Asumsinya, Pasal 13 huruf j Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK sudah jelas menyatakan bahwa calon anggota BPK minimal 2 tahun harus meninggalkan jabatan lama.
"Ada dua dalam penafsiran UU yakni subjektif dan objektif. Kalau objektif sudah jelas disebut minimal 2 tahun sebagai syarat formil ya harus dipatuhi oleh siapapun termasuk DPR," katanya.
Menurut Asep, pembangkangan terhadap hukum lembaga negara adalah kejahatan serius. DPR, selaku lembaga pembuat UU, harus menjadi yang terdepan dalam kepatuhan terhadap regulasi yang diciptakan sendiri.
Kelakarnya, percuma DPR melakukan fit and profer test terhadap calon anggota BPK yang tidak memenuhi syarat formil. Karena, seluruh putusan DPR yang didasarkan pada pelanggaran UU nantinya juga akan batal demi hukum.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.