Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

M Jasin Nilai Keputusan Dewas Tak Minta Lili Pintauli Mundur karena Ewuh Pakewuh dengan Pimpinan KPK

Mantan pimpinan KPK M Janis menilai keputusan Dewas KPK tak meminta Lili Pintauli mundur karena ewuh pakewuh dengan pimpinan KPK>.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in M Jasin Nilai Keputusan Dewas Tak Minta Lili Pintauli Mundur karena Ewuh Pakewuh dengan Pimpinan KPK
Tribunnews.com/Gita Irawan
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Periode 2007 sampai 2011 M Jasin di Kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Jumat (18/6/2021). 

TRIBUNNEWS.COM -  Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011, Mochammad Jasin ikut menyayangkan terkait keputusan Dewan Pengawas KPK yang tidak meminta Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mundur setelah terbukti melanggar kode etik.

Padahal, menurut Jasin, keberadaan Tumpak Hatorangan sebagai Ketua Dewas seharusnya bisa menjaga kredibilitas lembaga antirasuah tersebut.

Terlebih, lanjut Jasin, saat memimpin KPK di masa silam, Tumpak Hatorangan juga kerap memecat para pegawai KPK yang terbukti melanggar kode etik.

Baca juga: PKS: Demi Integritas KPK, Penerima Sanksi Berat Seharusnya Diberhentikan atau Diproses Pidana

Untuk itu, Jasin mempertanyakan sikap Tumpak Hatorangan yang tidak memberi sanksi berat ketika ada pimpinan KPK yang melanggar kode etik.

"Pak Tumpak ini sangat berintegritas dan sudah cukup bagus dalam membangun KPK menjadi lembaga yang bisa dicontoh dan menjadi role model."

"Pak Tumpak ini juga ikut memecat para pegawai yang melanggar kode etik."

"Nah giliran kepada pimpinan? Pak Tumpak pernah lho ya (ikut memecat, red) karena yang punya hak memecat dan mengangkat pegawai itu pimpinan KPK," ujar Jasin, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Rabu (1/9/2021).

Wakil Ketua KPK periode 2007-2011, M Jasin (kiri) bersama Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam saat konferensi pers pascapenyampaian keterangan terkait laporan dugaan pelanggaran HAM pada proses tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK, di Komnas HAM, Jakarta, Jumat (18/6/2021). Selain M Jasin, Komnas HAM juga meminta keterangan dari mantan pimpinan KPK lainnya yakni Bambang Widjojanto, Abraham Samad, dan Saut Situmorang yang dilaksanakan secara online. Tribunnews/Irwan Rismawan
Wakil Ketua KPK periode 2007-2011, M Jasin (kiri) bersama Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam saat konferensi pers pascapenyampaian keterangan terkait laporan dugaan pelanggaran HAM pada proses tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK, di Komnas HAM, Jakarta, Jumat (18/6/2021). Selain M Jasin, Komnas HAM juga meminta keterangan dari mantan pimpinan KPK lainnya yakni Bambang Widjojanto, Abraham Samad, dan Saut Situmorang yang dilaksanakan secara online. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)
Berita Rekomendasi

Jasin pun kemudian menceritakan, saat dirinya memimpin KPK dulu, kesalahan sekecil apapun pasti akan mendapat sanksi berat hingga dipecat.

Menurutnya, hal itu dilakukan demi menjaga marwah KPK sebagai lembaga yang berintegritas dan menjadi contoh.

Untuk itu, Jasin heran lantaran kesalahan Lili Pintauli yang melanggar kode etik justru hanya diberi sanksi pemotongan gaji.

"Lha ini kita merasa senang ada Pak Tumpak di Dewas ternyata kapasitas dari Dewas ini lebih kecil dari pengawas internal sebelumnya yang dipimpin Deputi Pengawas Internal."

Baca juga: ICW Minta KPK Dalami Potensi Suap di Balik Komunikasi Lili Pintauli dengan Syahrial

"Ada sanksi berat kenapa tidak meminta pengunduran diri sebagai pimpinan KPK? kan enak kalau itu direspons oleh masyarakat," jelas Jasin.

Sehingga, Jasin menilai, keputusan Dewas tidak meminta Lili Pintauli mundur karena merasa tidak enak dengan pimpinan KPK.

"Kesimpulan saya sementara, dari Dewas ini ewuh pakewuh dengan pimpian, dia takut buat kegaduhan nanti ditegur oleh yang ngangkat," ujarnya.

Alasan Dewas KPK Tak Minta Lili Pintauli Mundur 

Sebelumnya diberitakan, Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK), Tumpak Hatorangan ikut buka suara menanggapi alasan Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar tak diminta mundur dari KPK setelah terbukti melanggar kode etik.

Tumpak menjelaskan, Lili melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf b dan a dalam Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Akibatnya, Lili mendapat sanksi berat berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan.

Namun, Tumpak tidak menjatuhkan sanksi berat lainnya, yakni diminta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Pimpinan KPK.

Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Senin (31/5/2021)
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Senin (31/5/2021) (Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama)

Rupanya, Tumpak menyebut keputusan pemberian sanksi berat terhadap Lilis sudah disepakati oleh majelis Dewan Pengawas KPK.

Untuk itu, Tumpak meminta agar putusan terhadap Lili tidak perlu diperdebatkan.

"Ini pendapat majelis bahwa cukup memadai bahwa yang bersangkutan dijatuhkan sanksi pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan."

"Jadi tidak perlu diperdebatkan karena itu adalah hasil musyawarah majelis sesuai dengan keyakinan dari majelis Dewas," kata Tumpak, dalam konferensi pers pada Senin (30/8/2021), dikutip dari tayangan Youtube KPK RI.

Lili Pintauli Terbukti Melanggar Kode Etik

Sebelumnya diberitakan Tribunnews, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyebut Pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar tidak menyesali perbuatannya karena melanggar kode etik terkait komunikasi dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial.

Hal itu dikatakan Anggota Dewas KPK Albertina Ho dalam pertimbangan hal yang memberatkan saat sidang putusan pelanggaran kode etik Lili di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan.

"Hal-hal yang memberatkan terperiksa tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya," kata Albertina Ho, Senin (30/8/2021).

Baca juga: Dewas KPK: Lili Pintauli Tak Menyesal Langgar Kode Etik

Albertina juga menyebut, Lili sebagai salah satu pimpinan KPK justru tidak memberikan contoh teladan dalam pelaksanaan nilai Integritas, Sinergi, Keadilan, Profeisonalisme, dan Kepemimpinan atau IS KPK.

"Terperiksa selaku pimpinan KPK seharusnya menjadi contoh dan teladan dalam pelaksanaan IS KPK. Namun terperiksa melakukan sebaliknya," kata Albertina.

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar menerima keputusan Dewan Pengawas KPK yang menjatuhkan sanksi etik berat terhadapnya. Sebab, dirinya dinilai terbukti melanggar kode etik karena berhubungan dengan pihak beperkara yaitu Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial.
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar menerima keputusan Dewan Pengawas KPK yang menjatuhkan sanksi etik berat terhadapnya. Sebab, dirinya dinilai terbukti melanggar kode etik karena berhubungan dengan pihak beperkara yaitu Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial. (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

Lili terbukti melanggar kode etik karena berkomunikasi dengan Syahrial terkait penanganan kasus dugaan suap lelang jabatan.

Lili dijatuhi sanksi oleh Dewas KPK berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan.

"Mengadili menyatakan terperiksa Lili Pintauli Siregar bersalah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku berupa penyalahgunaan pengaruh pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Pangabean saat membacakan amar putusan.

Baca juga: Potong Gaji Pokok 40%, Lili Pintauli Masih Kantongi Rp87 Juta Per Bulan, Eks Jubir KPK: Menyedihkan

Lili Pintauli terbukti melanggar Pasal 4 ayat (2) huruf a, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Peraturan itu berbunyi, dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh KPK.

(Tribunnews.com/Maliana/Ilham Rian Pratama)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas