Pimpinan MPR: Amandemen UUD 1945 Perlu Melibatkan Seluruh Elemen Bangsa
Wacana amandemen terbatas terhadap UUD 1945 sesungguhnya tidak dikenal dalam sistem konstitusi kita.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
Untuk mengamandemen UUD 1945, tambahnya, harus dilihat indikator-indikator apa saja yang mendorong amandemen tersebut.
Salah satu alasan wacana amandemen UUD 1945 saat ini, ujar Feri, adalah diperlukannya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) demi keberlanjutan proses pembangunan nasional.
"Tetapi apakah bisa dijamin bila ada PPHN pembangunan nasional bisa berkelanjutan? Kenyataannya dengan menggunakan GBHN di masa lalu pun pembangunan di masa Orde Lama dan Orde Baru tidak berkelanjutan," ujarnya.
Sesungguhnya, menurut Feri, pola pembangunan mirip GBHN sudah diadaptasi lewat pemberlakuan UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Feri memperkirakan, tidak berkelanjutannya proses pembangunan dewasa ini lebih karena lebih mengemukanya kepentingan politik kelompok tertentu pada setiap periode pemerintahan.
Tenaga Ahli Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI, Firdaus Usman berpendapat berbagai forum kajian sangat penting digelar untuk menguji setiap gagasan, termasuk wacana amandemen UUD 1945 ini.
Hal yang harus diperhatikan dalam proses itu, menurut Firdaus, adalah spirit yang melatari setiap gagasan amandemen konstitusi tersebut.
Mengutip pendapat Presiden pertama AS, George Washington, Firdaus mengungkapkan, bahwa konstitusi dihadirkan untuk membatasi syahwat terhadap kekuasaan dan yang memiliki kekuasaan dalam proses politik di sebuah negara adalah partai politik.
Persoalan yang kita hadapi saat ini, jelasnya, adalah oligarki partai politik yang menguasai sistem bernegara.
Ketua Fraksi Partai NasDem MPR RI, Taufik Basari mengungkapkan, Fraksi NasDem MPR RI hingga saat ini belum melihat ada urgensi untuk mengamandemen UUD 1945.
Alasannya, jelas Taufik, antara lain kajian terhadap usulan PPHN dimasukkan pada salah satu pasal UUD 1945, dinilai belum mendalam dan saat ini masyarakat masih dihadapkan pada ancaman pandemi Covid-19.
Pengamat Hukum Tata Negara dan Dosen Fakultas Hukum UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten, Iin Ratna Sumirat berpendapat, amandemen terhadap konstitusi di masa lalu juga masih banyak meninggalkan problem saat ini.
Berdasarkan kondisi tersebut, Iin berpendapat, pentingnya hikmah kebijaksanaan dimiliki para pemangku kepentingan di negeri ini dalam menjalankan amanah konstitusi.
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun berpendapat sejak amandemen dilakukan di masa lalu ada tiga kelompok yang biasanya merespon, yaitu kelompok yang puas terhadap amandemen tersebut, kelompok yang ingin kembali kepada UUD 1945 versi PPKI dan kelompok yang masih menginginkan amandemen karena dinilai masih ada kekurangan dari hasil amandemen UUD 1945.