Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sanksi Potong Gaji Disebut Terlalu Ringan, Lili Pintauli Didesak Mundur dari Jabatan Wakil Ketua KPK

Majelis Etik Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menyatakan Wakil Ketua KPK, Lili PIntauli Siregar telah melanggar kode etik.

Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Miftah
zoom-in Sanksi Potong Gaji Disebut Terlalu Ringan, Lili Pintauli Didesak Mundur dari Jabatan Wakil Ketua KPK
Tribunnews/Irwan Rismawan
Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar menunjukkan tersangka yakni Inspektur Wilayah I Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN), Gusmin Tuarita bersama Kabid Hubungan Hukum Pertanahan BPN Jawa Timur, Siswidodo saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (24/3/2021). KPK menahan Gusmin Tuarita dan Siswidodo terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan keduanya diduga menerima gratifikasi senilai Rp 50 miliar yang berkaitan dengan izin hak guna usaha (HGU). Tribunnews/Irwan Rismawan 

TRIBUNNEWS.COM  - Majelis Etik Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menyatakan Wakil Ketua KPK, Lili PIntauli Siregar telah melanggar kode etik.

Pelanggaran kode etik tersebut diketahui terkait penyalahgunaan pengaruh sebagai pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi.

Lili Pintauli juga disebut berhubungan langsung dengan pihak yang berperkara, Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial.

Atas pelanggaran tersebut, Wakil Ketua KPK ini kemudian mendapat sanksi berat berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama 12 bulan.

Baca juga: ICW Minta KPK Dalami Potensi Suap di Balik Komunikasi Lili Pintauli dengan Syahrial

Meski telah mendapat sanksi berat, beberapa pihak masih menilai sanksi tersebut terlalu ringan.

Salah satu di antaranya yakni Indonesia Corruption Watch (ICW).

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, Lili Pintauli sudah tidak layak lagi untuk menjabat sebagai Wakil Ketua KPK.

Berita Rekomendasi

Kurnia juga mendesak agar Lili mau mengundurkan diri dari KPK, pasalnya tindakan Lili sudah terbukti melanggar hukum.

Baca juga: Terbukti Langgar Etik Temui Pihak Beperkara di KPK, Lili Pintauli Disebut Berperilaku Koruptif

"Tidak layak lagi menempati atau menduduki posisi tertinggi di instansi yang dia pimpin. Maka dari itu setiap pejabat publik tersebut harus mengundurkan diri. Karena sudah jelas sekali disampaikan dalam banyak peraturan perundang-undangan."

"Yang bersangkutan harus punya rasa malu ketika sudah terbukti secara sah dan meyakinkan oleh lembaga atau institusi negara melanggar hukum atas kebijakan atau tindakan yang dia lakukan," kata Kurnia dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Rabu (1/9/2021).

Selain ICW, Pusat Kajian Anti Korupsi Univeristas Gadjah Mada Yogyakarta (PUKAT UGM) juga mendesak Lili untuk mundur dari jabatannya.

Menurut Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman juga menilai pimpinan KPK yang telah dijatuhi sanksi berat berarti sudah tidak layak menjabat di KPK.

Baca juga: Sanksi Potong Gaji Lili Pantauli Dinilai Terlalu Ringan, MAKI: Putusan Cemen, Aturan Dewas KPK Juga

Zaenur pun berharap proses pidana bisa menjadi solusi agar pimpinan KPK yang melakukan pelanggaran berat tidak bisa lagi menduduki jabatannya.

"Pimpinan KPK yang telah dijatuhi sanksi berat sudah tidak layak lagi menjabat di KPK. Jika proses etik tidak dapat memberhentikan Wakil Ketua KPK yang melakukan pelanggaran berat ini."

"Saya berharap proses pidana nantinya dapat menjadi solusi agar siapapun yang melakukan pelanggaran berat di KPK tidak dapat lagi menduduki posisinya," terang Zaenur.

Baca juga: MAKI: Pelanggaran Lili Pintauli Bukan Delik Aduan, Bisa Terancam 5 Tahun Penjara

Lili Pintauli Masih Kantongi Rp 87 Juta Per Bulan

Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, mengacu pada aturan mengenai gaji pimpinan KPK, jika gaji Lili dipotong 40 persen maka jumlahnya sekitar Rp 1,85 juta per bulan.

Aturan mengenai gaji pimpinan KPK tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 29 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK.

Dalam aturan itu disebut gaji pokok Wakil Ketua KPK sebesar Rp 4.620.000.

Dengan begitu, gaji pokok Lili selama satu bulan hanya dipotong Rp 1.848.000.

Baca juga: Lili Pintauli Langgar Etik, Eks Pimpinan KPK Minta Firli Bahuri Konsisten Terapkan UU

Jika dihitung selama 12 bulan, gaji pokok Lili secara total dipotong senilai Rp 22.176.000.

Namun di luar gaji pokok, pimpinan KPK juga mendapatkan sejumlah tunjangan.

Wakil Ketua KPK disebut dalam aturan itu turut mendapat tunjangan jabatan sebesar Rp 20.475.000 dan tunjangan kehormatan sebesar Rp 2.134.000.

Selain itu, juga ada tunjangan perumahan Wakil Ketua KPK sejumlah Rp 34.900.000; tunjangan transportasi Rp 27.330.000; tunjangan asuransi kesehatan dan jiwa Rp 16.325.000; dan tunjangan hari tua Rp 6.807.250.

Baca juga: Terbukti Langgar Etik KPK, Gaji Lili Pintauli Siregar Dipotong 40 Persen atau Rp 1,8 Juta Per Bulan

Total keseluruhan tunjangan mencapai Rp 107 juta.

Dari semua tunjangan tersebut, hanya asuransi kesehatan dan jiwa yang tidak diterima dalam bentuk uang karena dibayarkan ke lembaga penyelenggara asuransi.

Selain itu, tunjangan hari tua juga merupakan hak pensiun sebagai pejabat negara.

Dengan begitu total tunjangan yang diterima dalam bentuk uang tunai yang diterima sebesar Rp 84.839.000.

Baca juga: Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Tak Menyesal Langgar Etik

Bila ditambah dengan gaji pokok setelah dipotong, Lili masih bisa membawa pulang Rp 87.611.000.

Dalam putusan Dewas, Lili dinilai terbukti memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan M Syahrial guna pengurusan penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai.

"Terperiksa memberikan pengaruh yang kuat kepada Syahrial dan Direktur PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai Zuhdi Gobel untuk membayar uang jasa saudaranya."

"Surat Ruri ke Direktur PDAM yang ada tembusan ke KPK diterima Zuhdi Gobel. Maka, Zuhdi membuat surat ke Dewas yaitu Yusmada untuk menyetujui pembayaran jasa pengabdian. Total Rp53.334.640,00," kata anggota Majelis Etik, Albertina Ho.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Adi Suhendi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas