Pimpinan DPR: Jangan Ada Mahasiswa Drop Out Karena Pandemi
Semua anggaran pendidikan di masa pandemi Covid-19 harus difokuskan untuk menjamin keberlanjutan pendidikan.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar menyatakan sepakat dengan tuntutan mahasiswa agar semua anggaran pendidikan di masa pandemi Covid-19 difokuskan untuk menjamin keberlanjutan pendidikan.
Konsekuensinya alokasi anggaran untuk pembangunan fisik yang tidak subtantif sebaiknya dihentikan sementara.
Hal itu disampaikannya saat dialog nasional dengan mahasiswa bertajuk Pandemi Tak Henti, UKT Kian Tinggi, Rabu (1/9/2021).
“Saat ini yang penting bagaimana penyelenggaraan pendidikan baik di level dasar, menengah, dan tinggi bisa dilanjutkan. Tidak ada anak yang putus kuliah, tidak ada mahasiswa yang harus drop out karena persoalan biaya,” ujar Abdul Muhaimin Iskandar.
Gus Muhaimin sapaan akrab Abdul Muhaimin Iskandar mengatakan situasi pandemi saat ini memberikan dampak luar biasa bagi setiap lini kehidupan bernegara.
Baca juga: Tahun Ajaran Baru, Biaya Pendidikan Katrol Inflasi 0,03 Persen pada Agustus 2021
Pandemi yang berlangsung hampir dua tahun ini juga membuat anggaran negara terkuras untuk membiaya pemulihan ekonomi, penanganan kesehatan, maupun mengurangi dampak sosial.
“Kami meminta Komisi X menyisir anggaran Pendidikan 20 persen APBN harus difokuskan pada program anggaran yang tepat sasaran. Biaya kuliah harus jadi prioritas, kebutuhan dasar harus diutamakan dibandingkan dengan kegiatan lain yang tidak relevan pada penyelenggaran Pendidikan di masa pandemi,” ucapnya.
Ia menilai saat ini memang banyak dijumpai kasus mahasiswa yang kesulitan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Padahal di satu sisi pemerintah telah mengalokasikan skema bantuan UKT bagi mahasiswa.
“Kami berharap agar persoalan UKT ini bisa segera diselesaikan. Lakukan terus koordinasi dengan para pemangku kepentingan. Baik mengkomunikasikan melalui Komisi X agar tersampaikan kepada Kemendikbudristek maupun kepada rektorat sehingga kasus-kasus UKT di lapangan bisa terselesaikan dengan baik,” terangnya.
Baca juga: Kemendikbudristek: Pendidikan Tinggi Prioritaskan Pengembangan SDM
Dalam kesempatan itu, Gus Muhaimin mengaku kaget saat mengetahui ada lima mahasiswa di Madura yang ditahan setelah melakukan unjuk rasa terkait UKT.
Dalam waktu dekat dirinya akan berkoordinasi dengan Kapolri untuk mencari jalan terbaik menyelesaikan kasus hukum lima mahasiswa tersebut.
“Saya cek ke Kapolri agar mereka yang ditahan di Madura segera dibebaskan. Karena mereka tidak boleh dilanjutkan karena mereka harus menjadi pemimpin ide,” ucap Gus Muhaimin.
Ke depan, Gus Muhaimin berpesan agar konsep kuliah online terus dimatangkan.
Menurutnya di masa depan kuliah online khususnya untuk pendidikan tinggi menjadi system yang tidak bisa terpisahkan.
Baca juga: Bamsoet: Pemanfaatan Teknologi dalam Dunia Pendidikan Sebuah Keniscayaan
“Kuliah online harus terus diperbaiki karena kedepannya diprediksi menjadi model Pendidikan ke depan,” katanya.
Sementara itu Ketua Komisi X Syaiful Huda mengatakan sepakat dengan pandangan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar untuk menajamkan penggunaan alokasi 20 perse dana pendidikan APBN untuk fungsi pendidikan.
Menurutnya saat ini sebagian besar alokasi dana pendidikan diwujudkan dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK) yang belum tentu penggunaanya untuk fungsi pendidikan.
“Isu-isu besar yang diamanatkan oleh pak muhaimin seperti refocusing ulang anggaran Pendidikan 20 persen APBN memang harus segera ditindaklanjuti. Karena faktanya dari 20 persen dana Pendidikan hanya 85 T dikelola kemendikbud dan 55 T dikelola kemenag. Sisanya RP370 T jadi DAK diserahkan ke pemerintah daerah. Kami tidak bisa mengontrol penggunaannya,” ucap Huda.
Huda mengatakan saat ini Komisi X DPR RI berusaha mendorong Kemendikbud dan Kemenag agar seluruh atau minimal 50 persen dari total anggaran fungsi pendidikan bisa dikelola oleh Kemendikbud/Kemenag.
Solusi yang ditawarkan adalah ‘Money Follow Student’ sehingga indeks biaya pemerintah diberikan langsung (direct) kepada mahasiswa dengan tujuan meminimalisir fragmentasi atau diskriminasi antara sekolah negeri dengan sekolah swasta.
“Kami berharap konsep money follow student ini bisa diakomodasi dalam revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang saat ini sedang dimatangkan di Komisi X,” katanya.