Pengamat: Rakyat Butuh Makan, Bukan Amandemen UUD 1945
Diketahui Presiden Joko Widodo (Jokowi) tegas menolak Amandemen UUD 1945.
Penulis: Reza Deni
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun menilai wacana amandemen UUD 1945 hingga perpanjangan masa jabatan Presiden merusak kualitas sirkulasi demokrasi.
"Dan ini berpotensi menimbulkan gejolak sosial besar. Karenanya tidak penting melakukan amandemen UUD 1945, rakyat perlu makan, tidak butuh amandemen," kata Ubed saat dihubungi, Sabtu (4/9/2021).
Menurutnya, perpanjangan periode itu terlalu lama menutup peluang warga negara berkualitas mengalami mobilitas vertikal naik di arena kekuasaan.
"Sirkulasi elite yang terlalu lama juga berpotensi besar korup dan otoriter," tambahnya.
Baca juga: Soal Amandemen UUD, Guru Besar UIN Jakarta: Berkaca UU KPK, Bisa Saja Rakyat Dikibuli Lagi
Ubed mengatakan akan ada potensi terjadi gejolak sosial besar jika hal itu terjadi.
"Sebab, saat ini hingga akhir kekuasaan Jokowi sedang menunjukan performa terburuknya dalam memimpin, korupsi merajalela, demokrasi memburuk, ketidakpercayaan publik makin meluas, kemiskinan dan penderitaan rakyat terus terjadi," pungkasnya.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut tegas menolak Amandemen UUD 1945.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jendral Partai Bulan Bintang (PBB) Afriansyah Noor yang ikut bersama Parpol koalisi nonparlemen bertemu Jokowi di Istana pada Rabu (1/9/2021).
Hadir juga dalam pertemuan tersebut, para Ketua Umum serta Sekretaris Jenderal dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Hanura, Partai Perindo, dan PKPI.
Mulanya, Afriansyah menyampaikan bahwa dirinya mewakili Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra yang berhalangan hadir.
Ia mendapat amanat dari Yusril yang disampaikan kepada Jokowi bahwa jika pemerintah mau mengamandemen terbatas, maka Ketua Umum PBB itu siap dimintai pendapat dan masukannya.
"Jika pemerintah mau mengamandemen terbatas, beliau (Yusril,red) berkenaan dimintai pendapat dan masukannya," kata Afriansyah saat dihubungi Tribunnews, Kamis (2/9/2021).
Afriansyah pun menyampaikan, bahwa Presiden Jokowi menolak amandemen UUD 1945 baik terbatas maupun terbuka.
Menurut Afriansyah, Jokowi tidak mau dituduh ingin 3 periode ataupun memperpanjang jabatan Presiden.
"Beliau (Jokowi,red) juga takut melebar kemana-mana," terang Afriansyah.
Sebelumnya, Jokowi juga bertemu dengan tujuh pasang ketua umum dan sekjen parpol pendukungnya, pada Rabu (25/8/2021).
Ada pun Ketum-sekjen parpol yang hadir saat itu adalah:
1. Megawati Soekarnoputri dan Hasto Kristiyanto (PDIP)
2. Surya Paloh dan Johnny G Plate (NasDem)
3. Prabowo Subianto dan Ahmad Muzani (Gerindra)
4. Airlangga Hartarto dan Lodewijk Freidrich Paulus (Golkar)
5. Muhaimin Iskandar dan Hasanuddin Wahid (PKB)
6. Suharso Monoarfa dan Arwani Thomafi (PPP)
7. Zulkifli Hasan dan Eddy Soeparno (PAN).