17 Tahun Kematian Munir, KASUM: Catatan Hitam Indonesia, Ibarat Ulang Tahun ke-17 yang Tidak Sweet
Bivitri Susanti mengatakan kasus pembunuhan terhadap Munir tak bisa dipungkiri adalah catatan hitam bagi bangsa Indonesia.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setiap manusia merayakan ulang tahunnya yang ke-17, kerap disebut dengan sweet seventeen. Namun, Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) mengibaratkan 17 tahun kematian Munir Said Thalib sebagai ulang tahun ke-17 yang tidak sweet.
Sekretaris Jenderal KASUM Bivitri Susanti mengatakan kasus pembunuhan terhadap Munir tak bisa dipungkiri adalah catatan hitam bagi bangsa Indonesia.
Apalagi janji-janji presiden yang silih berganti untuk menuntaskan kasus tersebut, hingga saat ini disebut Bivitri tidak memiliki penyelesaian.
"Apakah kasus Cak Munir ini akan menjadi catatan hitam dalam sejarah bangsa indonesia? Catatan hitam betul, karena janjinya begitu banyak dari presiden ke presiden. Mulai dari presiden Megawati, SBY, kemudian Pak Jokowi dan sampai sekarang ternyata sudah 17 tahun umurnya, ibaratnya kalau manusia ini sudah ulang tahun ke-17 yang tidak sweet," ujar Bivitri, dalam Orasi Kebudayaan & Diskusi Publik: Kasus Munir adalah Pelanggaran HAM Berat, Minggu (5/9/2021).
Baca juga: Jelang 17 Tahun Kematian Munir, KASUM Singgung Nama Pollycarpus dan Muchdi PR
Bivitri mengatakan hal ini tak bisa selamanya dibiarkan, karena kasus ini penting untuk dituntaskan sampai ke akarnya. Salah satu alasannya keadilan bagi korban.
Menurutnya, saat ini seharusnya tidak berbicara lagi mengenai peran soal orang-orang yang sudah melewati suatu perkara di pengadilan. Melainkan lebih fokus kepada keadilan bagi korban dan keluarganya.
"Bahkan ada satu yang sebenarnya sudah bebas murni, kemudian sekarang sudah meninggal dunia yaitu Policarpus dan seterusnya. Tapi keadilan bagi korban dan keluarganya sampai sekarang sebetulnya belum terpenuhi," ucapnya.
Selain itu, alasan lain kata Bivitri adalah perlindungan bagi pembela Hak Asasi Manusia (HAM). Sebab menurutnya sekali kita tidak menuntaskan kasus semacam ini maka ke depannya impunitas akan menjadi seperti habitus kultur dan terus menerus dipelihara.
"Akibatnya bangsa indonesia tidak akan pernah move on. Ini betul karena banyak sekali empiriknya, tidak akan pernah bisa menuntaskan dan membangun negara hukum yang demokratis kalau kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu tidak pernah dituntaskan," kata Bivitri.
"Jadi dihapus saja dianggap tidak ada, seakan-akan kita memulai hal yang baru dan melupakan yang lama. Dalam konteks pelanggaran HAM karena terkait dengan isu negara hukum, kalau ini tidak dituntaskan percayalah kita tidak akan menjadi bangsa yang maju. Lupakan narasi-narasi Indonesia 2045 ingin menjadi negara maju dan lain sebagainya kalau kasus seperti Cak Munir ini tidak pernah dituntaskan," tandasnya.