Waspada Gelombang Ke-3 Covid-19, Masa Krisis Varian Delta Diperkirakan Hingga Akhir September 2021
Saat ini varian Delta menjadi varian paling dominan bersirkulasi di dunia dalam 60 hari terakhir.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi varian Delta bakal menjadi varian virus corona yang paling dominan dalam beberapa bulan mendatang.
Hal tersebut mengacu pada tren penyebaran varian Delta Covid-19 yang terus bertambah.
"Kami menyakini varian Delta secara cepat bakal melangkahi varian-varian lainnya dan bakal menjadi varian yang penyebarannya dominan dalam beberapa bulan ke depan," ujar WHO dalam keterangan persnya.
Varian Delta, sebagaimana diketahui, terdeteksi di India pada Oktober tahun lalu.
Sebelum varian Delta, varian baru Covid-19 yang pertama kali menyebar adalah Alpha, berasal dari Inggris.
Setelah Alpha, varian baru kedua yang muncul adalah Beta, berasal dari Afrika Selatan.
Kemudian ada pula varian Gamma yang berasal dari Brasil.
Terakhir WHO menambahkan strain virus corona baru bernama Mu sebagai variant of interest (VOI). Varian ini pertama kali diidentifikasi di Kolombia pada Januari 2021.
Terkait varian Delta, sejak awal kemunculannya di India, varian ini disebut bisa membuat seseorang lebih mudah dirawat di RS apabila terpapar.
Juru Bicara (Jubir) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi mengatakan, saat ini varian Delta menjadi varian paling dominan bersirkulasi di dunia dalam 60 hari terakhir.
Baca juga: Analis: Pasar Tenaga Kerja di AS Masih Tertekan Akibat Varian Delta
Dari laboratorium yang melakukan pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) sejak tahun 2020 hingga 29 Agustus 2021, dari total 5.788 Sekuens SARS-COV-2, 2.321 merupakan Sekuens Variant Of Concern.
"Dari 2.321 Sekuens Variant of Concern tersebut, 2.240 nya merupakan varian Delta (b.1617.2+ayx). Varian delta ini merupakan varian yang dominan bersirkulasi di dunia dalam 60 hari terakhir," kata Nadia dalam keterangan yang dikutip, Jumat (3/9/2021).
Nadia juga mengatakan, dari data per 31 Agustus, hampir 6.000 hasil sekuensing telah diserahkan ke dalam database global.
"Saat ini varian Delta menjadi mayoritas hasil sekuensing di Indonesia, dengan total jumlah mencapai 2.240 sejak ditemukannya varian Delta di awal tahun 2021," ucapnya.
Di Indonesia sendiri saat ini kasus positif Covid-19 mulai menurun.
Meski demikian masyarakat diminta untuk tidak euforia dulu karena masih ada ancaman gelombang ketiga Covid-19.
"Memang sudah lewat puncaknya, akan tetapi masa krisis belum berakhir," kata epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman, Minggu (5/9/2021).
Dicky menjelaskan, masa krisis varian Delta di Indonesia masih akan terus berlangsung hingga akhir September.
"Masa kritis varian Delta ini masih akan berlangsung setidaknya sampai akhir September, karena rata-rata masa krisis Delta ini 12 mingguan, jadi belum selesai," ujar Dicky.
Data penurunan kasus corona pada beberapa wilayah di Indonesia kata Dicky tidak dapat mewakili semua wilayah.
Sejauh ini penurunan hanya terlihat di Jawa, Bali, dan Madura.
"Masih ada 11 provinsi yang level community transmissionnya di level 3 dan 4. Masih ada 18 provinsi yang positivity ratenya lebih dari 20 persen, kan besar itu, lebih dari 50 persen," ungkap dia.
Ia menyebut hal itu terjadi karena pelaksanaan 3T (testing, tracing, treatment) didominasi oleh wilayah Jabodetabek. Jadi ketika kasus di Jabodetabek membaik otomatis keadaan nasional ikut membaik.
"Karena selama ini testing yang mendominasi 3T itu kan Jabodetabek. Ketika Jabodetabek yang membaik ya ikut-ikutan membaik nasional karena yang lainnya nggak kuat intervensi 3T-nya," ujarnya.
Dicky lantas mengungkapkan mengenai adanya potensi gelombang ketiga corona yang akan terjadi di luar Jawa-Bali.
Potensi adanya gelombang ketiga akan terjadi luar Pulau Jawa, Bali, Madura karena testing di sana juga belum sepenuhnya memadai.
"Masa krisis ini selain belum berakhir untuk Jawa, Bali, Madura karena beranjak ke pedesaan, di luar Jawa sedang meningkat dan belum memasuki masa puncaknya," ujar Dicky.
"Makanya potensi Indonesia mengalami gelombang ketiga itu tidaklah serta merta harus terjadi di di Jawa, Bali, Madura, tapi di pulau lain. Karena Indonesia negara kepulauan. Ada kontribusi dari pulau-pulau besar itu terhadap pola pandemi atau kurva pandemi di Indonesia," ungkapnya.
"Indonesia berbeda sekali lagi, sebagai negara kepulauan dalam pulau-pulau besar ya dia akan mengalami banyak tantangan," tambahnya.
Baca juga: Varian N501S yang Baru Masuk Jepang Tidak Kalah Bahaya Dengan Varian Delta
Dicky mewanti-wanti seluruh pihak di luar Jawa dan Bali untuk selalu waspada.
"Gelombang ketiga itu nyata dan besar ancamannya, bukan bicara konteks Jawa Bali, tapi di luar Jawa ini bisa berkontribusi, apalagi diperparah dengan minimnya 3T dan salah satu indikatornya adalah testing yang menurun," ujarnya.
Gelombang kenaikan kasus corona pertama terjadi di bulan Januari 2021.
Saat itu kasus naik usai mobilitas tinggi saat libur Natal dan Tahun Baru.
Gelombang kedua terjadi pada Juni-Juli hingga kasusnya baru mulai melandai pada akhir Agustus. Lonjakan kasus di periode ini karena maraknya varian Delta yang lebih menular.
Agar gelombang ketiga tidak terjadi, Dicky menyebut strategi memperpanjang PPKM sudah merupakan keputusan yang tepat.
"Hanya komunikasinya yang harus ditingkatkan supaya masyarakat paham perpanjangan PPKM ini untuk memproteksi mereka," katanya.
Selama perpanjangan PPKM ia menyarankan pemerintah mempercepat vaksinasi yang merupakan kunci menghadapi pandemi Covid-19.
Ia juga menyarankan masyarakat mulai mengubah perilaku. Misalnya tidak perlu ke pasar atau mal setiap hari untuk menghindari kerumunan.
Makanan sebaiknya dibawa pulang dan tidak perlu makan di tempat.
Tak hanya itu, strategi 3T yang terdiri dari pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) juga perlu terus dilakukan.
"Kuncinya tetap sama, apapun variannya. Itu kuncinya tetap triad strategies," ujarnya. (tribun network/rin/dod)