Basarnas Jelaskan Upaya Pencarian KM Bali Permai yang Hilang di Samudera Hindia
Basarnasjelaskan KM Bali Permai -169 dengan 19 awak kapal mengalami lost contact di Samudera Hindia dan hingga saat ini belum ditemukan.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) menjelaskan KM Bali Permai -169 dengan 19 awak kapal mengalami lost contact di Samudera Hindia dan hingga saat ini belum ditemukan.
Basarnas dalam keterangan resminya menjelaskan pihaknya bersama JRCC Australia serta stakeholder terkait telah melaksanakan operasi SAR terhadap kapal tersebut, namun tidak membuahkan hasil.
Basarnas menjelaskan informasi hilangnya kapal ikan berwarna hijau, putih, dan merah itu dilaporkan ke Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Denpasar pada Jumat (30/7/2021) siang pukul 11.30 WITA.
Baca juga: Bocah Ponorogo Berusia 10 Tahun Tewas Tenggelam, Ditemukan Tim SAR di Dasar Kedung
Pihak yang melaporkan kepada Kantor SAR Denpasar yakni Made Yudiarta dari PT Putra Jaya Kota selaku pemilik kapal.
Dalam laporannya, Made menjelaskan bahwa kapal ikan tersebut berangkat dari Pelabuhan Benoa menuju fishing ground pada Sabtu (10/7/2021).
Komunikasi terakhir antara pemilik kapal dengan awak kapal dilakukan menggunakan radio pada 24 Juli 2021.
Tiga hari berselang yakni Selasa (27/7/2021) pukul 17.21 WITA, kapal dengan call sign YE 4178 berukuran panjang 27,5 meter dan lebar 7,65 meter itu hilang kontak.
Kapal kemudian sudah tak terdeteksi pada Vessel Monitoring System (VMS) atau tracking pemilik kapal.
Berdasarkan data VMS tersebut, Last Known Position (LKP) atau lokasi kapal terakhir berada pada koordinat 29° 20.202' S - 100° 55.074' T atau berjarak sekitar 1.471 NM dari Kantor SAR Denpasar dan 791 NM dari Perth Australia.
Karena lokasi tersebut masuk teritori Australia, Kantor SAR Denpasar selanjutnya koordinasi dengan Basarnas Command Centre (BCC) Basarnas.
Baca juga: Setelah Ikan Toman Raksasa, Warga Temukan Bulus 20 Kilogram di Terowongan Kuno Klaten
Basarnas selanjutnya berkoordinasi dengan Joint Rescue Coordination Centre (JRCC) Australia pada Jumat (30/7/2021).
JRCC Australia merespon informasi tersebut dengan mengerahkan pesawat RSCU 440 Challenger dari Perth untuk searching ke LKP.
Setelah dua kali pencarian udara dilakukan, namun hasilnya nihil.
Sementara itu, Rescue 440 juga melemparkan 2 unit Self-locating Datum Marker Buoys (SLIDB) guna validasi perhitungan drift di LKP.
Hari kedua operasi SAR yakni pada 31 Juli 2021, JRCC mengerahkan 3 pesawat RSCU 440, ADF P8, dan RSCU 251.
Pesawat RSCU-440 melakukan pencarian menggunakan radar pada area 2.600 NM persegi.
Sementara pesawat ADF P8 dan RSCU251 melakukan pencarian visual dengan luasan luasan 1.275 NM persegi dengan target liferaft.
Upaya pada hari kedua tersebut belum membuahkan hasil.
Baca juga: Boat Misterius Terdampar di Pulo Aceh, Ditemukan Mayat Dalam Kondisi Tak Utuh, Diduga dari Thailand
Pada pencarian hari ketiga yakni 1 Agustus 2021, JRCC kembali mengerahkan 3 pesawat masing-masing RESCUE660, RESCUE251, dan VH-MXJ dengan metode visual dan radar dengan area pencarian seluar 4.200 NM persegi.
Namun demikian, lagi-lagi hasilnya nihil.
Sementara itu Basarnas mengerahkan 15 kapal ikan yang ada di sekitar LKP.
Upaya tersebut juga tidak membuahkan hasil.
Pada hari keempat pencarian yakni 2 Agustus 2021, JRCC kembali mengerahkan 3 pesawat masing-masing RESCUE660, RESCUE251, dan VH-MXJ.
Namun, upaya pencarian secara visual dan radar dengan target liferaft seluas 4.300 NM persegi itu juga nihil.
Pada hari kelima sampai dengan hari ketujuh, sejumlah kapal juga telah dikerahkan di sekitar LKP, namun tim SAR tidak menemukan korban, kapal, atau serpihan KM Bali Permai.
Berdasarkan hasil analisa tim SAR dari Basarnas maupun dari JRCC Australia, ada dua kemungkinan.
Pertama, kapal terbalik dan awak kapal meninggalkan kapal dengan rakit atau tenggelam.
Kedua, kapal meninggalkan LKP dengan tenaga mesin saja setelah alat komunikasi rusak total dan GPS tracking tidak berfungsi.
Terkait dengan 19 awak kapal, JRCC Australia bersama dokter ahli di bidang survival memberikan 3 penilaian.
Pertama, jika kapal terbalik dan ABK jatuh ke laut menggunakan lifejacket maka batas waktu bertahan hidup atau selamat, kemungkinannya sangat kecil sampai hari terakhir operasi SAR yakni tanggal 2 Agustus.
Kedua, jika kapal terbalik dan ABK menggunakan rakit, kemungkinan selamat sampai matahari tenggelam pada 2 Agustus 2021.
Ketiga, jika kapal hanya mengalami kerusakan pada alat komunikasi saja, kemungkinan ABK hidup masih besar mengingat logistic di kapal tersebut lebih dari cukup.
Berdasarkan analisa dan aspek efektivitas, tim SAR selanjutnya menghentikan operasi pencarian tersebut.
Selanjutnya, Basarnas menyebarkan informasi (e-broadcast) terkait hilangnya kapal tersebut kepada semua kapal yang melintas di sekitar LKP untuk mengevakuasi dan melapor jika menemukan korban atau kapal tersebut.
Terkait informasi ke keluarga korban, Basarnas menjelaskan hal tersebut sudah dilakukan oleh pemilik kapal.
Basarnas menegaskan bekerja sesuai laporan, di mana yang memberikan laporan adalah pemilik kapal dan bukan masing-masing keluarga korban.
“Sampai saat ini, kami masih melakukan pemantauan di LKP. Jika ada informasi akurat keberadaan korban maka secara otomatis operasi SAR kembali kami aktifkan,” kata Kepala Kantor SAR Denpasar Gede Darmada pada Senin (6/9/2021).
Secara keseluruhan, tim SAR yang terlibat dalam operasi tersebut yakni Basarnas, JRCC Australia, Australia Defence Force (ADF), Chobam Ops, Maxem Aviation, Kementerian Luar Negeri - KJRI Perth, PSDKP Kementrian Kelautan dan Perikanan, dan PT Putra Jaya Kota.
Natalius Pigai Minta Penjelasan Terbuka Soal Hilangnya KM Bali Permai
Mantan Komisioner Komnas HAM RI Natalius Pigai meminta penjelasan terbuka terkait hilangnya KM Bali Permai.
Natalius yang mengaku menerima laporan dari pihak keluarga korban mengatakan KM Bali Permai mengalami lost contact dari sistem monitor (VMS) pada 30 Juli 2021 di lokasi operasi penangkapan Ikan Samudera Hindia.
Lokasi tersebut, kata Pigai, berjarak 1.471 Nm dari Kansar Denpasar.
KM Bali Permai bersama 18 ABK tersebut, kata dia, sampai saat ini masih belum ditemukan.
Namun demikian, menurutnya, baik pihak perusahan, Basarnas, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perikanan dan Kelautan belum menyampaikan peristiwa tersebut kepada rakyat Indonesia.
Bahkan, kata dia, pihak keluarga korban juga belum pernah dihubungi sampai surat dari pihak Perusahan baru tiba pada 4 September 2021.
Ia menduga ada dua kemungkinan yang terjadi pada kapal yakni kapal tenggelam dan kapal terombang-ambing di Samudera Hindia.
Apabila kemungkinan kedua, kata dia, maka dapat diduga ABK masih bisa hidup karena persediaan makanan yang dibawa untuk kebutuhan tiga bulan terhitung sejak 12 Juli 2021 sampai 12 November 2021.
Menurutnya jika upaya pencarian dilakukan secara masif dan diumumkan ke publik maka kapal tersebut berpotensi bisa diselamatkan.
Ia mengatakan pemerintah dan pihak perusahan terkesan menyembunyikan dan mendiamkan peristiwa tersebut.
Hal tersebut menurutnya berbeda dengan peristiwa serupa selama ini di mana Basarnas dan Pemerintah mengumumkan ke publik dan mobilisasi secara massal bagi upaya pencarian.
"Sebagai pembela kemanusiaan, kami minta penjelasan terbuka ke rakyat Indonesia, mengapa Pemerintah dan perusahan terkesan menyembunyikan peristiwa besar yang menimpa 18 Warga Negara Indonesia dan kapalnya," kata Natalius dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com pada Minggu (5/9/2021).
Baca juga: 83 Warga Karawang Keracunan Nasi Berkat, 2 Meninggal, Puslabfor Mabes Polri Bantu Selidiki
Untuk itu, Pigai meminta enam poin penjelasan terbuka terkait hal tersebut.
Pertama, kata dia, adalah terkait mengapa peristiwa besar tersebut tidak diumumkan oleh Pemerintah agar mendapat perhatian publik.
Kedua, mengapa rakyat Indonesia tidak pernah mengetahui mobilisasi sumber daya penyelematan atau pencarian.
Ketiga, mengapa media cetak, elektronik, atau bahkan running text di televisi tidak memberitakannya.
Keempat, ia mempertanyakan mengapa kepada keluarga korban baru disampaikan pada tanggal 4 September 2021 atau sekira satu bulan setelah kapal tersebut dinyatakan lost contact.
Kelima ia mempertanyakan mengapa Menkomarves Luhut Binsar Panjaitan tidak melakukan upaya koordinasi padahal Deputi Bidang koordinasi Kelautan dan Maritim terkait peristiwa tersebut.
Keenam ia mempertanyakan terkait sikap lembaga-lembaga pemerintah.
"Apa yang terjadi antara pihak perusahan dan Basarnas, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan?" kata Pigai.