Pimpinan Komisi XI soal Polemik Uji Kelayakan Calon Anggota BPK: Sudah Ada Fatwa MA, Kita Ikuti Saja
Achmad Hatari menjawab soal pihaknya yang masih meloloskan dua nama tak memenuhi syarat dalam uji kelayakan dan kepatutan Calon Anggota BPK
Penulis: Reza Deni
Editor: Dodi Esvandi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XI Achmad Hatari menjawab soal pihaknya yang masih meloloskan dua nama tak memenuhi syarat dalam uji kelayakan dan kepatutan Calon Anggota BPK.
Hatari mengatakan bahwa semuanya sudah sesuai ketentuan UU BPK dan fatwa MA.
Padahal, berdasarkan Pasal 13 Huruf J UU BPK, untuk dapat dipilih sebagai anggota BPK, salah satu syaratnya calon anggota BPK harus paling singkat telah dua tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara
Nyoman Adhi Suryadnyana pada 3 Oktober 2017 sampai 20 Desember 2019 masih menjabat sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Manado (Kepala Satker Eselon III).
Sedangkan calon anggota BPK lain Harry Z. Soeratin pada Juli 2020 lalu dilantik oleh Menteri Keuangan sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK).
Baca juga: Direncanakan Tertutup, Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Anggota BPK Akhirnya Digelar Terbuka
"Komisi XI tidak memasuki wilayah itu, kita melaksanakan ketentuan UU, bahwa satu bulan sebelum mereka punya masa jabatan berakhir proses ini sudah," kata Hatari di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (8/9/2021).
Hatari pun memastikan bahwa Nyoman dan Harry sudah memenuhi persyaratan sesuai UU BPK dan fatwa Mahkamah Agung
"Karena MA sudah fatwa ya. Kita sebagai warga negara ya ikut saja," katanya.
Lebih lanjut, Hatari mengatakan Komisi XI mencari sosok yang punya kapasitas dan kapabilitas dalam uji kelayakan kandidat Anggota BPK ini.
"Kemudian yang paling penting lagi adalah mereka harus menguasai persoalan tentang badan pemeriksa keuangan negara," katanya.
Baca juga: Statusnya Dipertanyakan Saat Uji Kelayakan Calon Anggota BPK, Begini Jawaban Nyoman Adhi
Pasalnya, di Undang-Undang, Hatari mengatakan bahwa satu-satunya lembaga di Indonesia ini yang berhak menghitung keuangan dan kerugian negara adalah BPK.
"Sementara badan atau lembaga lain oleh UUD tidak disarankan," tandasnya.
Sementara itu dalam fit and proper test, Nyoman sudah mengetahui persyaratan saat akan mendaftar sebagai Calon Anggota BPK, termasuk soal Pasal 13 huruf j UU BPK.