Kasus Pemalsuan Bilyet Deposito, Bareskrim Ingatkan Nasabah Bank Jangan Mau Tandatangani Slip Kosong
Bareskrim Polri mengingatkan agar nasabah bank tidak menandatangani slip kosong.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri mengingatkan agar nasabah bank tidak menandatangani slip kosong.
Hal tersebut menyusul terungkapnya kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito di kantor bank pelat merah cabang Makassar.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helmy Santika menyebutkan nasabah prioritas dinilai tidak menjamin tak akan mengalami kasus penipuan oleh oknum pegawai bank.
"Pesan untuk masyarakat agar tidak terulang kembali hal yang sama bahwa nasabah walau sebagai nasabah prioritas atau emeral sebaiknya jangan terlalu mudah untuk percaya," kata Helmy saat dikonfirmasi, Minggu (12/9/2021).
Helmy meminta masyarakat lebih cermat untuk memeriksa setiap produk yang ditawarkan perbankan.
Ia pun mengingatkan agar nasabah menolak menandatangani slip kosong yang disodorkan pegawai bank.
Baca juga: Pegawai Bank Pelat Merah Jadi Tersangka Pemalsuan Bilyet Deposito Nasabah Bernilai Puluhan Miliar
"Tetap harus cek terlebih dahulu produk dan dokumen apa saja yang disodorkan oleh pegawai bank untuk menghindari adanya penyalahgunaaan dana masyarakat yang ada di bank," ungkapnya.
"Jangan mau tandatangan di slip yang kosong yang disodorkan oleh pegawai bank. Karena akan mudah untuk diisi dengan penyelewengan atau penyalahgunaan dari oknum," sambungnya.
Sebelumnya Bareskrim Polri menetapkan seorang pegawai bank pelat merah berinisial MBS dalam kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito.
Kasus ini sebelumnya menjadi sorotan karena adanya laporan nasabah bank tersebut atas nama Andi Idris Manggabarani yang mengaku telah kehilangan dana deposito Rp 45 miliar di bank pelat merah tersebut.
"Sudah dilakukan penetapan Tersangka dan penahanan terhadap tersangka atas nama saudari MBS," kataBrigjen Pol Helmy Santika.
Adapun kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito itu bermula ketika tersangka MBS menawarkan korban RJ dan AN untuk membuka deposito di bank pelat merah Cabang Makassar pada Juli 2019 lalu.
Menurut Helmy, tersangka mengiming-imingi korbannya dengan bunga yang menjanjikan yaitu 8,25 persen.
"Tersangka MBS pada pertengahan bulan Juli 2019 menawarkan kepada deposan/nasabah RJ dan AN menawarkan untuk buka deposito di bank cabang Makassar dengan bunga 8,25 persen dan mendapatkan bonus lainnya," ujarnya.
Baca juga: Laporkan ICW ke Bareskrim, Moeldoko: Apakah Organisasi Berhak Menuduh Saya Tanpa Bukti
Tak hanya RJ dan AN, Helmy menerangkan tersangka juga menawarkan yang sama kepada HN dan IMB pada Juli 2020.|
Caranya, uang yang akan didepositokan dimasukkan terlebih dahulu ke rekening bisnis di bank tersebut.
"Hal tersebut juga ditawarkan kepada deposan/nasabah HN dan IMB pada sekitar Juli 2020 dengan cara dana terlebih dahulu dimasukkan ke rekening bisnis atas nama para deposan," ungkapnya.
Selanjutnya, kata Helmy, tersangka MBS menyerahkan slip kepada para deposan untuk ditandatangani dengan alasan akan dipindahkan ke rekening deposito.
Hal ini pun dilakukan kepada para korbannya.
Namun, Helmy menyatakan tersangka justru membawa lari uang nasabah itu ke rekening fiktif yang sudah disiapkan.
Baca juga: Adhyaksa Dault Dilaporkan ke Bareskrim Polri, Kasus Dugaan Penggelapan Aset Kwarnas
Rekening itu adalah PT AAU, ARM, IN, PT A dan HN.
"Selanjutnya oleh tersangka MBS dan rekan bisnisnya, dana yang ada di rekening Bisnis deposan ditarik dan dalam waktu yang bersamaan disetorkan ke rekening yang sudah disiapkan oleh tersangka MBS dkk," ungkapnya.
Mendengar laporan kehilangan para korban, pihak bank pun membuat laporan polisi untuk mengusut kasus tersebut pada April 2021 lalu.
Akhirnya, Polri menetapkan MBS dan dua orang rekannya sebagai tersangka.
"Hasil pengembangan penyidikan ada penambahan 2 tersangka lainnya. Saat ini berkas sudah dikirimkan (tahap 1) ke Kejaksaan," tukasnya.
Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 20 orang saksi dan 2 ahli perbankan dan pidana dalam kasus tersebut.
Total, kerugian yang dialami oleh nasabah diperkirakan mencapai puluhan miliar.
Atas perbuatannya itu, tersangka diduga telah melanggar dugaan tindak pidana perbankan dan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a dan huruf b dan ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan atau Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.