4 Nasabah Jadi Korban Pemalsuan Bilyet Deposito Bank BUMN, Kerugian hingga Ratusan Miliar
4 orang nasabah jadi korban dugaan pemalsuan bilyet deposito di Kantor BNI Cabang Makassar, total kerugian ratusan miliar.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helmy Santika mengatakan setidaknya ada 4 orang nasabah yang menjadi korban dugaan pemalsuan bilyet deposito di Kantor BNI Cabang Makassar.
Diketahui, Bareskrim telah menetapkan pegawai BNI berinisial MBS sebagai tersangka.
Selain dia, ada dua orang lainnya yang turut terlibat bersama MBS melakukan pemalsuan bilyet deposito tersebut.
"Berdasarkan keterangan pelapor ada 4 orang nasabah yang jadi korban," kata Helmy saat dikonfirmasi, Senin (13/9/2021).
Baca juga: Respons Kabareskrim Dapat Nilai E dari ICW Soal Pemberantasan Korupsi
Helmy merinci nasabah pertama yang menjadi korban adalah IMB.
Dia mengalami kerugian sekitar Rp45 miliar dari dana deposito seluruhnya Rp 70 miliar dan sudah dibayarkan Rp25 miliar.
Kemudian, korban kedua adalah H sebesar Rp16,5 miliar dari dana yang didepositokan sebesar Rp20 miliar dan sudah dibayarkan Rp 3,5 miliar.
Selanjutnya, korban ketiga dan keempat adalah R dan A dengan dana yang telah didepositokan Rp50 miliar.
"BNI sampai saat ini tidak mengalami kerugian tapi yang mengalami kerugian terkait dana deposito," tukasnya.
Baca juga: Kasus Pemalsuan Bilyet Deposito, Bareskrim Ingatkan Nasabah Bank Jangan Mau Tandatangani Slip Kosong
Bareskrim Polri sebelumnya menetapkan tersangka pegawai PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk berinisial MBS dalam kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito di Kantor BNI Cabang Makassar.
Kasus ini sebelumnya menjadi sorotan karena adanya laporan nasabah BNI yaitu Andi Idris Manggabarani yang mengaku telah kehilangan dana deposito Rp45 miliar di BNI Makassar.
"Sudah dilakukan penetapan Tersangka dan penahanan terhadap tersangka atas nama saudari MBS," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Helmy Santika saat dikonfirmasi, Minggu (12/9/2021).
Baca juga: Bareskrim Hentikan Penyelidikan Dugaan Kebocoran 1,3 Juta Data Pengguna eHac
Adapun kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito itu bermula ketika tersangka MBS menawarkan korban RJ dan AN untuk membuka deposito di BNI Cabang Makassar pada Juli 2019 lalu.
Menurut Helmy, tersangka mengiming-imingi korbannya dengan bunga yang menjanjikan yaitu 8,25 persen.
"Tersangka MBS pada pertengahan bulan Juli 2019 menawarkan kepada deposan/nasabah RJ dan AN menawarkan untuk buka deposito di BNI cabang Makassar dengan bunga 8,25 persen dan mendapatkan bonus lainnya," ujarnya.
Tak hanya RJ dan AN, Helmy menerangkan tersangka juga menawarkan yang sama kepada HN dan IMB pada Juli 2020.
Caranya, uang yang akan didepositokan dimasukkan terlebih dahulu ke rekening bisnis di BNI.
"Hal tersebut juga ditawarkan kepada deposan/nasabah HN dan IMB pada sekitar Juli 2020 dengan cara dana terlebih dahulu dimasukkan ke rekening bisnis di BNI cabang Makassar atas nama para deposan," ungkapnya.
Selanjutnya, kata Helmy, tersangka MBS menyerahkan slip kepada para deposan untuk ditandatangani dengan alasan akan dipindahkan ke rekening deposito.
Hal ini pun dilakukan kepada para korbannya.
Namun, Helmy menyatakan tersangka justru membawa lari uang nasabah itu ke rekening fiktif yang sudah disiapkan. Rekening itu adalah PT AAU, ARM, IN, PT A dan HN.
"Selanjutnya oleh tersangka MBS dan rekan bisnisnya, dana yang ada di rekening Bisnis deposan ditarik dan dalam waktu yang bersamaan disetorkan ke rekening yang sudah disiapkan oleh tersangka MBS dkk," ungkapnya.
Baca juga: Bareskrim Kembalikan Surat Aduan ICW Soal Lili Pintauli kepada KPK
Mendengar laporan kehilangan para korban, pihak BNI pun membuat laporan polisi untuk mengusut kasus tersebut pada April 2021 lalu.
Akhirnya, Polri menetapkan MBS dan dua orang rekannya sebagai tersangka.
"Hasil pengembangan penyidikan ada penambahan 2 tersangka lainnya. Saat ini berkas sudah dikirimkan (tahap 1) ke Kejaksaan," tukasnya.
Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 20 orang saksi dan 2 ahli perbankan dan pidana dalam kasus tersebut.
Atas perbuatannya itu, tersangka diduga telah melanggar dugaan tindak pidana perbankan dan tindak pidana pencucian uang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a dan huruf b dan ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan atau Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.