2 Catatan Yenny Wahid Tanggapi Video Viral Santri Tutup Telinga saat Vaksin
Video para santri menutup telinga saat antre melakukan vaksinasi menuai perhatian beberapa pihak
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Video para santri menutup telinga saat antre melakukan vaksinasi menuai perhatian beberapa pihak.
Seperti halnya pendapat yang diungkap Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid, putri Presiden ke-4 RI, Abdurachman Wahid (Gus Dur).
Yenny ikut angkat suara terkait viralnya video yang dilakukan santri saat antre vaksinasi Covid-19.
Melalui akun Instagram-nya @yennywahid, ia turut mengunggah video yang sebelumnya dibagikan oleh Diaz Hendropriyono, mantan Ketua Umum PKPI.
Dalam video yang dibagikan Yenny Wahid, terlihat para santri tengah duduk untuk antre vaksinasi.
Tertulis juga dalam video, terdapat suara musik.
Dituliskan para santri menutup kuping karena tidak ingin mendengar suara musik tersebut.
Namun, putri Gus Dur ini memberikan pendapatnya.
Sedikitnya dia menuliskan dua poin yang menjadi sorotannya terhadap video yang beredar.
Ia senang karena guru para santri mengatur dan memberi kesempatan santrinya untuk mengikuti vaksinasi.
Lalu yang kedua, Yenny Wahid mengungkap tindakan yang dilakukan santri adalah hal yang wajar saat menghapal Alquran di tengah kegiatan lainnya.
Bagi Yenny Wahid, hal itu bukanlah pekerjaan mudah dan membutuhkan ketenangan dan suasana hening.
Begini tulisnya di unggahan akun Instagram @yennywahid:
"Santri Ma'had tahfidz Quran menutup kuping ketika melakukan vaksinasi.
Banyak yang mengkritik mereka, bahkan mengatakan mereka radikal.
Ada 2 catatan saya:
1. Saya senang para gurunya mengatur agar mereka divaksinasi.
Dengan divaksin, mereka bukan saja melindungi dirinya tetapi juga orang-orang disekelilingnya dari ancaman covid 19.
2. Menghafal Quran bukan pekerjaan yang mudah.
Kawan baik saya, Gus Fatir dari pesantren @ponpespi_alkenaniyah belajar menghafal AlQuran sejak usia 5 th.
Beliau mengatakan bahwa memang dibutuhkan suasana tenang dan hening agar lebih bisa berkonsentrasi dalam upaya menghafal Quran.
Jadi kalau anak-anak ini oleh gurunya diprioritaskan untuk fokus pada penghafalan Quran dan diminta untuk tidak mendengar musik, itu bukanlah indikator bahwa mereka radikal.
Yuk kita lebih proporsional dalam menilai orang lain.
Janganlah kita dengan gampang memberi cap seseorang itu radikal, seseorang itu kafir dll.
Menyematkan label pada orang lain hanya akan membuat masyarakat terbelah.
Mari kita belajar untuk lebih saling mengerti satu sama lain, dan itu bisa dimulai dengan memahami dan menerima bahwa nilai yang kita anut tidak perlu sama untuk bisa tetap bersatu sebagai bangsa Indonesia.
Buat adik-adik ma'had tahfidz, semangat terus ya dalam upaya menghafal Al Quran.
Semoga Allah SWT memberikan barokah berlimpah untuk kalian semua."
Pro Kontra
Mengutip wartakotalive.com, pro dan kontra terkait aksi para santri yang menutup kuping mereka karena tak ingin mendengarkan musik saat menunggu giliran vaksinasi covid-19 ramai dituliskan masyarakat lewat media sosial.
Satu di antaranya adalah Dr. H. Nadirsyah Hosen, LL.M., M.A., Ph.D, Dosen Fakultas Hukum Universitas Monash.
Lewat status Twitternya @na_dirs; pada Selasa (14/9/2021), pria yang akrab disapa Gus Nadir itu mengungkapkan sikap para santri itu mencerminkan besarnya tolerasi mereka terhadap perbedaan pemahaman tentang musik.
Sehingga, aksi mereka yang dikaitkan dengan paham Islam garis keras menurutnya sangat tidak tepat.
"Justru disana terlihat toleransi ustad dan santri utk memilih menutup telinga & menjaga diri ketimbang memaksakan paham mereka dg cara kekerasan," jelas pria yang akrab disapa Gus Nadir itu.
"Bukankah esensi toleransi ada di sana? Jadi jangan buru2 mengaitkan mereka dg paham Islam garis keras hanya krn mrk berbeda pemahaman," tegasnya.
Gus Nadir pun mengungkapkan terdapat ulama yang berbeda pendapat tentang mendengarkan musik.
Bagi mereka yang menyebut haram mendengarkan musik lanjutnya, dikarenakan musik dinilai dapat membuat hilang hafalan Al Quran.
"Ulama yg bilang haram juga punya dasar rujukan. Pada titik ini ya kita saling hormat saja thd pilihan yg berbeda," tulis Gus Nadir.
"Bagi yg bilang haram, mendengarkannya dianggap berdosa & bisa membuat hafalan Quran menjadi lupa. Bagi yg blg boleh, mendengarkan musik dapat melalaikan utk murajaah," jelasnya.
(Tribunnews.com/Chrysnha/WartaKota/ Dwi Rizki )