Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penyelenggaraan TWK Dianggap Tidak Relevan dan Adil, Guru Besar UGM Minta Presiden Bersikap 

Menurutnya, alih status pegawai KPK menjadi ASN memang merupakan amanah Undang-Undang.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Penyelenggaraan TWK Dianggap Tidak Relevan dan Adil, Guru Besar UGM Minta Presiden Bersikap 
Net
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM) Profesor Sigit Riyanto menilai penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi pegawai KPK tidak relevan, kredibel dan tidak adil.

Karenanya, Sigit berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menunjukan komitmennya pada aspirasi publik dan menentukan sikap yang jelas bagi masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Pelaksanaan TWK tersebut tidak relevan, tidak kredibel dan tidak adil. Bahkan, diduga terdapat kejanggalan dalam pelaksanaannya. Kejanggalan tujuan, desain serta pelaksanaan TWK telah dikonfirmasi oleh Lembaga begara yakni Komnas HAM dan Ombudsman Republik Indonesia,” kata Sigit, kepada wartawan, Selasa (14/9/2021). 

Menurutnya, alih status pegawai KPK menjadi ASN memang merupakan amanah Undang-Undang.

Baca juga: Beda Pernyataan Novel Baswedan dan Nurul Ghufron soal Pegawai Tak Lolos TWK Ditawari Kerja di BUMN

Namun, kata dia, pimpinan KPK justru menyelenggarakan TWK yang tidak relevan dengan amanah Undang-Undang dan tugas serta fungsi para pegawai yang sudah bekerja dan menjadi bagian dan berkontribusi terhadap capaian KPK selama ini. 

“Temuan kedua lembaga negara tersebut telah mengkonfirmasi bahwa TWK dilakukan tanpa standar yang jelas, obyektif dan transparan,” ujarnya. 

BERITA REKOMENDASI

Oleh karena itu, kata Sigit, patut diduga bahwa TWK tersebut sejak awal memang dimaksudkan sebagai dalih untuk menyingkirkan para pegawai yang sudah mengabdi dan berkontribusi dalam pemberantasan korupsi di negeri ini. Hal ini jelas telah mengkhianati upaya pemberantasan korupsi dan kepercayaan publik.

Lantas, Sigit mengulas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang terakhir hanya bicara mengenai legitimasi TWK dengan catatan harus dilakukan secara prosedur yang adil, rasional dan sah dalam pelaksanaannya. 

Namun pada kenyataannya berdasarkan temuan Komnas HAM dan Ombudsman, TWK tidak dilaksanakan melalui prosedur yang adil, rasional dan sah.

“Presiden Jokowi punya kesempatan untuk menunjukkan komitmennya pada aspirasi public dan menentukan sikap yang jelas bagi masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia,” kata Sigit. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas