Gugatan Polusi Udara Dikabulkan, Kuasa Hukum Penggugat Harap Pemerintah Tidak Banding
Kuasa hukum Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) selaku pihak penggugat polusi udara, Ayu Ezra Tiara berharap pemerintah tak
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) selaku pihak penggugat polusi udara, Ayu Ezra Tiara berharap pemerintah tak mengajukan upaya hukum lanjutan atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sebab ia khawatir jika pemerintah melakukan banding bahkan Peninjauan Kembali (PK), dikhawatirkan pemenuhan hak masyarakat atas udara bersih dan sehat akan makin lama terpenuhi.
Sebagai informasi sidang pembacaan putusan gugatan polusi udara DKI akhirnya digelar setelah 2 tahun perkara bergulir, sejak diajukan pada 4 Juli 2019.
Dalam putusannya Majelis Hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan sebagian gugatan 32 orang penggugat.
"Ini kan tingkat pengadilan negeri, kita berharap para tergugat dan turut tergugat tidak mengajukan banding. Karena tingkat pengadilan aja kita memakan 2 tahun," kata Ayu ditemui usai sidang pembacaan putusan di PN Jakpus, Kamis (16/9/2021).
"Nanti kalau banding bahkan peninjauan kembali (PK) yang biasa dilakukan para pihak yang kalah, itu pasti akan memperlambat proses pemenuhan hak udara bersih dan sehat," terangnya.
Pihak penggugat kata Ayu, berharap putusan pengadilan tingkat pertama ini bisa jadi pegangan bagi pemerintah dan masyarakat untuk sama - sama mengatasi pencemaran udara di Jakarta.
"Dengan adanya putusan yang sudah jelas ini kita berharap yuk sama sama fokus mengatasi pencemaran udara," ucap dia.
Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan polusi udara yang diajukan 32 penggugat.
Baca juga: Breaking News: Gugatan Dikabulkan, Hakim Putuskan Jokowi hingga Anies Lalai Pelihara Udara Sehat
Dalam amar putusannya, hakim menyatakan pemerintah selaku tergugat yakni Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, dan Gubernur DKI Jakarta, serta 2 pihak turut tergugat yakni Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat, telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Hakim menyatakan para tergugat sudah lalai memenuhi kewajiban atas terpeliharanya udara bersih dan sehat bagi masyarakat.
Para tergugat dinyatakan melanggar Pasal UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dalam putusannya, Presiden Joko Widodo selaku tergugat 1 diminta menetapkan baku mutu udara yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia dan populasi di wilayah kota.
Gubernur DKI Jakarta saat ini Anies Baswedan selaku tergugat 5 diminta untuk melakukan uji emisi kendaraan secara berkala, serta mengevaluasi ambang batas emisi gas buang terhadap kendaraan bermotor lama.
Gubernur DKI juga diminta menjabarkan sumber pencemaran tidak bergerak dari kegiatan usaha di ibu kota.
Seperti pengawasan terhadap larangan pembakaran sampah di ruang terbuka yang berakibat pada pencemaran udara. Hakim meminta pelanggaran pencemaran udara dijatuhi sanksi.
Adapun gugatan koalisi warga ibu kota ini berangkat dari data alat pemantau kualitas udara di Jakarta.
Berdasarkan data, konsentrasi rata-rata tahunan untuk parameter Ozon (O3), PM 10 dan PM 2.5 selalu melebihi ambang batas normal.
Pada bulan Januari hingga Oktober 2018 misalnya, warga Jakarta Pusat menghirup udara "tidak sehat" selama 206 hari.
Sedangkan di Jakarta Selatan, total hari dengan kualitas udara yang buruk berlangsung selama 222 hari.
Padahal, merujuk pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ambang batas aman udara yang dihirup manusia untuk PM 2.5 adalah 25 mikrogram per meter kubik (µg/m³).