Dalam 4 Tahun, KPK 2 Kali Operasi Senyap di Kalsel
Selama kurun waktu 4 tahun, KPK tercatat 2 kali melakukan OTT di Kalsel, pertama tahun 2017 silalu dan teranyar pada 15 September 2021.
Penulis: Theresia Felisiani
Untuk konstruksi perkaranya, berawal dari Dinas PUPRT Hulu Sungai Utara yang telah merencanakan untuk dilakukan lelang 2 proyek irigasi, yaitu Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp 1,9 miliar dan Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp 1,5 miliar.
Sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang pada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang kedua proyek irigasi dimaksud dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen fee 15 persen.
"Saat awal dimulainya proses lelang untuk proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dimulai, ada 8 perusahaan yang mendaftar namun hanya ada 1 yang mengajukan penawaran yaitu CV Hanamas milik MRH," kata Alex sapaan Alexander.
Lanjut Alex, lelang Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang, ada 12 perusahaan yang mendaftar dan hanya 2 yang mengajukan penawaran, di antaranya CV Kalpataru milik Fachriadi dan CV Gemilang Rizki.
Saat penetapan pemenang lelang, untuk proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan, dimenangkan oleh CV Hanamas milik Marhaini dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar dan proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang, dimenangkan oleh CV Kalpataru milik Fachriadi dengan nilai kontrak Rp 1,9 miliar.
Alex mengatakan, setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai, lalu diterbitkan Surat Perintah Membayar pencairan uang muka yang ditindaklanjuti oleh BPKAD dengan menerbitkan
Surat Perintah Pencairan Dana/SP2D untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib sebagai orang kepercayaan dari Marhaini dan Fachriadi.
"Sebagian pencairan uang tersebut, selanjutnya diduga diberikan kepada MK yang diserahkan oleh MJ (Mujib) sejumlah Rp170 juta dan Rp175 juta dalam bentuk tunai," katanya.
Atas perbuatannya, Marhaini dan Fachriadi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHP.
Sementara Maliki selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal Pasal 64 KUHP Jo Pasal 65 KUHP.
Untuk proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 16 September 2021 sampai 5 Oktober 2021 di Rutan KPK.
Maliki ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Marhaini ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih. Fachriadi ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1.
"Untuk upaya antisipasi penyebaran COVID-19 di lingkungan Rutan KPK, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada rutan masing-masing," kata Alex.
Kronologi
Kasus ini bermula dari giat operasi tangkap tangan (OTT) KPK di beberapa tempat di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan pada Rabu (15/9/2021) sekitar pukul 20.00 WITA.
Saat itu, tim KPK menangkap 7 orang, yaitu Maliki, Marhaini, Fachriadi, PPTK Dinas PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara Khairiah (KI), mantan ajudan Bupati Hulu Sungai Utara Latief (LI), Kepala Seksi di Dinas PUPRT Kabupaten Hulu Sungai Utara Marwoto (MW), dan Mujib.
Untuk kronologi OTT, Alex mengungkapkan, pada Rabu (15/9/2021), tim KPK menerima informasi dari masyarakat akan adanya dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara yang diduga telah disiapkan dan diberikan oleh Marhaini dan Fachriadi.
"Tim KPK selanjutnya bergerak dan mengikuti MJ yang telah mengambil uang sejumlah Rp170 juta disalah satu bank di Kabupaten Hulu Sungai Utara dan langsung mengantarkannya ke rumah kediaman MK," kata Alex.
Baca juga: Suroto Diundang Jokowi ke Istana, Gibran Ajak 10 Mahasiswa UNS Bertemu
Setelah uang diterima Maliki, tim KPK kemudian mengamankan Maliki dan ditemukan pula sejumlah uang sebesar Rp175 juta dari pihak lain beserta beberapa dokumen proyek.
Selain itu, tim KPK juga turut mengamankan Marhaini dan Fachriadi di rumah kediaman masing-masing.
Semua pihak yang diamankan, kemudian dibawa ke Polres Hulu Sungai Utara untuk dilakukan permintaan keterangan dan selanjutnya diboyong ke Gedung KPK Merah Putih untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan.
"Adapun barang bukti, yang saat ini telah diamankan, diantaranya berbagai dokumen dan uang sejumlah Rp345 juta," beber Alex.
Baca juga: Yudi Purnomo: Biasanya Datang Pagi Karena OTT Tangkap Koruptor, Kini Beresin Meja Kerja
Dalam upaya memperkuat tata kelola pemerintahan yang bersih, kata Alex, KPK berharap tidak ada lagi pejabat dan penyelenggara negara yang berkongkalingkong bersama swasta untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya.
KPK, lanjutnya, selalu mengingatkan kepada seluruh penyelenggara negara untuk melakukan tugas sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak merugikan rakyat.
"Karena sesungguhnya, penyelenggara negara digaji menggunakan uang rakyat dan sudah seharusnya bekerja untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bukan untuk melayani kepentingan pribadi atau kelompok tertentu," kata Alex.
Giat KPK di Kalimantan Selatan Kerjaan Tim 'Raja OTT', Kasatgas Penyelidik yang Diberhentikan
Ternyata giat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kalimantan Selatan yang berbuah operasi tangkap tangan (OTT) merupakan kerjaan tim Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyelidik nonaktif Harun Al Rasyid.
"Ya, satgas Raja OTT," kata Harun saat dikonfirmasi, Kamis (15/9/2021).
Harun disebut sebagai 'Raja OTT' oleh Ketua KPK Firli Bahuri yang saat itu menjabat Deputi Penindakan pada 2018.
Dikarenakan pada tahun tersebut KPK sering melakukan OTT.
"Alhamdulillah anak-anak bisa menterjemahkan dan mentransformasikan apa yang sudah diwariskan oleh saya," imbuhnya.
Harun mengatakan pada saat awal kasus di Kalsel masuk penyelidikan, dirinya menegaskan perkara itu mudah 'dibungkus'.
Ia pun meminta timnya untuk lebih intensif mengontak informan.
"Cara bekerja senyap dengan infiltrasi yang kedap dan menusuk, ditopang dengan informan yang handal sudah melekat di Satgas 'Raja OTT' ini," kata dia.
Ketika tim di bawah asuhannya mulai bergerak ke lapangan, lanjut Harun, mereka meminta restu kepadanya.
Dengan tangan terbuka, Harun mendoakan rekan-rekannya melaksanakan tugas.
"Hari Senin (13/9/2021) mereka berangkat, hari Rabu (15/9/2021) terakhir saya sempat cek mereka di lapangan," tutur Harun.
Baca juga: Usut Korupsi Pembangunan Stadion Mandala Krida, KPK Periksa Dirut PT Arsigraphi
Harun menjelaskan namanya tidak lagi dicantumkan dalam Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik).
Hal itu dikarenakan status nonaktif akibat dinyatakan tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Saya tidak mengerti kenapa tak dimasukkan, padahal hasil rekomendasi Dewan Pengawas KPK, pegawai yang dinokatifkan berdasarkan SK (Surat Keputusan) 652 diminta untuk bisa terus bekerja dan berkarya," kata dia.
Harun merupakan seorang dari 56 pegawai KPK yang diberhentikan secara hormat pada 30 September 2021.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam SK yang telah diteken Firli Bahuri Cs. (tribun network/Tribunnews.com)