Fakta Sidang Perdana Kasus Sate Sianida di PN Bantul
Masih ingat hebohnya kasus sate sianida yang menewaskan seorang bocah, anak dari driver ojol di Bantul ? kini sudah memasuki persidangan secara daring
Penulis: Theresia Felisiani
Kadiv Humas Jogja Police Watch, Baharuddin Kamba mengungkapkan bahwa isi surat tersebut perihal permohonan pemantauan persidangan kasus sate sianida dengan terdakwa NA.
Menurutnya, setidaknya ada tiga alasan urgensi mengapa Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia perlu melakukan pemantauan terkait persidangan perkara sate beracun ini.
"Pertama, kasus ini menjadi perhatian publik DIY karena mengakibatkan seorang anak dari pengemudi sepeda motor ojek online bernama NFP meninggal dunia (salah sasaran) karena diduga target sate beracun tersebut adalah Aiptu T," ujarnya.
"Kedua, supaya tidak ada lagi hakim yang melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) serta peradilan semakin bersih dan baik. Terakhir, independensi hakim dalam perkara ini tetap terjaga," imbuhnya.
Praktisi Hukum Sebut Kasus Sate Sianida Bukan Pembunuhan Berencana, Begini Penjelasannya
Kasus sate bersianida yang salah sasaran dan menewaskan seorang bocah di Bantul ramai dibicarakan oleh publik.
Adapun NAN (25), pengirim takjil berupa sate bersianida awalnya berusaha mengirimkan makanan tersebut secara offline melalui ojol kepada mantannya yakni T. Motifnya karena T meninggalkan NAN dan menikah dengan wanita lain.
Terkait hal ini, praktisi hukum Ricky Vinando bersikeras bahwa Polda DIY keliru jika menerapkan Pasal 340 KUHPidana tentang pembunuhan berencana dalam kasus sate bersianida.
"Tidak ada pembunuhan berencana dalam kasus sate bersianida, ini clear, karena kan pertanyaan hukumnya, sate lontong beracun sianida itu disiapkan tersangka untuk siapa dan apa dia mati? untuk T kan dan faktanya T tidak mati, karena kan si pria, T yang menjadi target supaya memakan sate lontong beracun sianida justru menolak sate lontong yang dikirim tersangka melalui seorang tukang ojek via offline dengan alasan tidak kenal pengirim sate lontong itu," ujar Ricky, kepada wartawan, Kamis (6/5/2021).
"Karena ditolak oleh T yang menjadi target, sate lontong itu diminta supaya dibawa pulang saja oleh driver dan dimakan oleh anak driver ojek yang kemudian tewas. Artinya ini bukan pembunuhan berencana. Belum ada akibat matinya si target, jadi belum ada pembunuhan berencana," imbuhnya.
Baca juga: Wakapolsek Wonosari Datangi Lokasi Air Sungai di Klaten yang Mendadak Berwarna Merah
Ricky menjelaskan bahwa pembunuhan berencana ditilik dari semua putusan pengadilan yang ada, target pembunuhan haruslah dinyatakan tewas. Dalam hal ini target dari tersangka adalah T, yang hingga saat ini tidak tewas. Sehingga yang terjadi dalam kasus sate bersianida adalah baru percobaan pembunuhan berencana.
"Dalam kasus ini, otomatis matinya anak driver itu bukan pembunuhan berencana karena bukan keinginan tersangka, jadi tidak ada mens rea sama sekali sekalipun anak itu mati. Karena dia (tersangka) tak ada niat, tak ada motif apa pun karena targetnya adalah pria itu, tapi pria itu menolak sate lontong itu. Jadi sangat keliru menjerat dengan pasal pembunuhan berencana," kata Ricky.
Menurutnya, dalam kasus sate bersianida ini akan lebih tepat jika disebut sebagai percobaan pembunuhan berencana. Apalagi banyak putusan pengadilan mengenai percobaan pembunuhan berencana, dimana target tidak mati dan berhasil menghindar atau selamat dari rencana jahat pelaku yang merencanakan pembunuhan terhadap calon korbannya.
"Semua putusan pengadilan, kalau yang ditarget gagal dimatikan, itu percobaan pembunuhan berencana. Contoh putusan pengadilan kasus percobaan pembunuhan berencana di Jalan Boulevard Gading Raya, pada 13 September 2019 yang dilakukan Yuliana bersama selingkuhannya. Yuliana sudah mencampur racun sianida ke minuman suaminya namun gagal karena tak tega. Lalu pake skenario kedua, menyuruh pembunuh bayaran bunuh suaminya, tapi gagal juga karena suaminya berhasil selamat dengan kabur mengendarai mobilnya", tambah Ricky.