Jumhur Hidayat Jalani Sidang Tuntutan Perkara Berita Bohong di PN Jaksel
Hadapi sidang tuntutan, terdakwa Jumhur Hidayat harap jaksa dapat menuntut dengan hukuman yang serendah-rendahnya.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggelar sidang lanjutan perkara penyebaran berita hoaks sehingga membuat keonaran dengan terdakwa deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Muhammad Jumhur Hidayat.
Adapun agenda persidangan yang digelar Kamis (23/9/2021) ialah pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Hari ini agendanya pembacaan tuntutan dari Jaksa, rencananya pukul 10.00 WIB sebagaimana yang diucapkan Hakim," ujar Kuasa Hukum Jumhur dari LBH Jakarta, Oky Wiratama melalui keterangannya kepada wartawan, Kamis (23/9/2021).
Baca juga: Penangguhan Penahanan Dikabulkan, Jumhur Hidayat Keluar Rutan Bareskrim Polri
Dalam agenda tuntutan ini, terdakwa Jumhur kata Oky berharap jaksa dapat menuntut dengan hukuman serendah-rendahnya lantaran faktanya tak mungkin ada tuntutan bebas dari JPU.
Hal itu didasari karena, postingan Jumhur mengenai UU Omnibus-Law Cipta Kerja tak didasari dengan niat membuat onar dan kebencian seperti halnya yang didakwakan oleh jaksa.
Melainkan katanya, postingan tersebut hanya bentuk kritik atas kebijakan pemerintah.
"Tuntutan yang serendah-rendahnya, tapi vonis bebas karena memang saya tidak seperti yang dituduhkan dan jelas saya tidak berbohong dan berbuat onar," bebernya.
Baca juga: Sidang Ditunda Karena Saksi JPU Tak Hadir, Kubu Jumhur Hidayat Siapkan Satu Orang Saksi Fakta
Berdasarkan pantauan Tribunnews.com di PN Jakarta Selatan, sidang dibuka pada pukul 10.40 WIB oleh Majelis Hakim, dan hingga kini pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum masih berlangsung.
Terdakwa Jumhur Hidayat hadir dalam persidangan didampingi oleh kuasa hukumnya.
Jumhur Hidayat Didakwa Sebar Berita Hoaks dan Bikin Onar
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Jumhur Hidayat menyebarkan berita bohong dan membuat keonaran lewat cuitan di akun Twitter pribadinya, terkait Undang - Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Jaksa menilai cuitan Jumhur ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dalam hal ini golongan pengusaha dan buruh.
Akibat dari cuitannya itu, timbul polemik di tengah masyarakat terhadap produk hukum pemerintah.
Sehingga berdampak pada terjadinya rangkaian aksi unjuk rasa yang dimulai pada 8 Oktober 2020, hingga berakhir rusuh.
Melalui akun Twitter @jumhurhidayat, ia mengunggah kalimat "Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah".
Kemudian pada 7 Oktober 2020, Jumhur kembali mengunggah cuitan yang mirip-mirip berisi "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTOR dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BEERADAB ya seperti di bawa ini".
Atas perbuatannya, Jumhur didakwa dengan dua dakwaan alternatif. Pertama, Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP, atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari Undang-Undang RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.