Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketua Komisi X Minta PTM Tetap Dilanjutkan Meski Muncul Klaster Covid-19 di Lingkungan Sekolah

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) harus terus berjalan di tengah klaster Covid-19 di lingkungan sekolah.

Penulis: Reza Deni
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Ketua Komisi X Minta PTM Tetap Dilanjutkan Meski Muncul Klaster Covid-19 di Lingkungan Sekolah
ist
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) harus terus berjalan.

Meski ada klaster Covid-19 di lingkungan sekolah, seperti yang terjadi di sejumlah kabupaten di Jawa Tengah.

Hal itu dia katakan dalam rapat kerja bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kamis (23/9/2021).

"Pada momentum ini, Komisi X pada posisi PTM harus terus jalan. Terjadinya klaster baru di sekolah secara objektif harus dinilai bahwa itu angka persentase yang sangat kecil," kata Huda sebelum memulai rapat.

Baca juga: Update Klaster Sekolah di Purbalingga dan Jepara, Gerindra: PTM Jangan Jadi Pemicu Ledakan Covid

Huda membandingkan persentase tersebut dengan 50 juta siswa yang telah melaksanakan PTM.

"Publik harus mengetahui dalam rangka mengurangi learning loss ini adalah PTM ini dilaksanakan," katanya.

Huda menegaskan bahwa PTM sangat penting dilakukan.

Berita Rekomendasi

"Ketika ada klaster sekolah yang jumlahnya sekitar 1.200 kurang lebih itu angka persentase yang kecil ketika ada tingkat penularan 350 ribu anak-anak itu di luar PTN," katanya.

Baca juga: Respons Dinas Kesehatan DKI Soal Temuan 25 Klaster Covid-19 Selama PTM

Legislator PKB itu meminta pemerintah daerah setempat melakukan mitigasi dibantu oleh berbagai stakeholder.

"Dibantu Kemendikbud dan dinas pendidikan untum dilakukan langkah-langkah perbaikan, tapi semangatnya bukan lagi menunda PTM tapi semangatnya melakukan perbaikan dari yang sudah terjadi klaster," pungkas Huda.

Sebelumnya, berdasarkan hasil survei yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terhadap 46.500 sekolah, hingga 20 September 2021 sudah ada 1.296 sekolah melaporkan klaster penyebaran covid-19 saat pembelajaran tatap muka (PTM)

"Kasus penularan itu kira-kira 2,8 persen yang melaporkan," kata Jumeri.

Baca juga: Kasus Covid-19 di Lingkungan Sekolah Jateng Terus Bertambah, Bermula dari Curi Star PTM ?

Klaster penyebaran Covid-19 kata Jumeri paling banyak terjadi di SD sebesar 2,78 persen atau 581 sekolah. Disusul, 252 PAUD, SMP sebanyak 241 sekolah.

Kemudian SMA sebanyak 107 sekolah, SMK 70 sekolah, dan terakhir Sekolah Luar Biasa (SLB) sebanyak 13 sekolah.

Namun, Jumeri tak mengungkap sekolah tersebut tersebar di daerah mana saja.

Jumlah kasus positif terbanyak, baik guru maupun siswa, di lingkungan SD.

Untuk guru dan tenaga kependidikan, kasus positif mencapai 3.174 orang dari 581 klaster sekolah. Sementara peserta didik yang positif Covid-19 mencapai 6.908 orang.

Untuk tingkat SMP terdapat 1.502 guru dan 2.220 siswa positif Covid-19. Lalu PAUD, dengan kasus positif tenaga pendidik sebanyak 2.007 orang, dan siswa 953 orang.

Tingkat SMA mencatat 1.915 guru positif Covid-19 dan siswa sebanyak 794 orang.

SMK 1.594 kasus positif pada guru dan 609 pada siswa.

Terakhir SLB, 131 kasus positif pada siswa dan 112 pada guru.

Baca juga: 1.296 Sekolah Laporkan Klaster Penyebaran Covid Saat PTM, Paling Banyak Tingkat SD Capai 581 Sekolah

Sebanyak 42 persen sekolah atau sekitar 118 ribu sekolah di wilayah PPKM level 1-3 telah menggelar belajar tatap muka secara terbatas. Namun, jumlah itu masih relatif rendah.

"Jadi dari angka itu, 37 (persen) itu pada seminggu yang lalu, kemudian saat ini masih 42 (persen), artinya progresnya sangat lambat," katanya.

Jumeri pun menyadari, bahwa pertimbangan tak menggelar PTM di sekolah ada banyak faktor.

Misalnya, ada daerah yang mempertimbangkan karena daerah itu atau kabupaten itu ada di wilayah aglomerasi.

"Mungkin gandengannya itu masih berbahaya, sehingga takut kalau dibuka ada klaster," kata Jumeri.

"Kemudian pertimbangan-pertimbangan yang konservatif, kepala daerahnya konservatif, sangat hati-hati untuk tidak segera membuka. Ini tentu butuh komunikasi untuk semua pihak," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas