KSP Kawal Produksi Padi Bifortifikasi di Lampung
Pada 2020, Bappenas menetapkan penanaman padi bifortifikasi masuk dalam program prioritas RPJMN 2020-2024.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Kantor Staf Presiden (KSP) dari Kedeputian III, bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Pertanian, terjun ke lapangan untuk memantau produksi padi biofortifikasi di Lampung.
Monitoring ini dilakukan, karena percepatan produksi padi biofortifikasi merupakan salah satu program prioritas nasional Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin.
Baca juga: Mengenal Padi sebagai Makanan Pokok Masyarakat Indonesia, Berikut Tahap Pertumbuhannya
“Pemerintahan Jokowi-Maruf Amin menaruh perhatian besar pada kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Dan salah satu untuk mencapainya, pengembangan padi bifortifikasi,” kata Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Panutan Sulendrakusuma, Sabtu (25/9/2021).
Pada 2020, Bappenas menetapkan penanaman padi bifortifikasi masuk dalam program prioritas RPJMN 2020-2024.
Pengembangan varietas padi yang memiliki kandungan sumber mineral atau zinc (Zn) tersebut, merupakan terobosan dalam penanggulangan kekerdilan (stunting) di Indonesia.
Baca juga: Gapki Perkirakan Nilai Ekspor Sawit Tahun Ini Tembus Rp 400 Triliun
Dengan kandungan zinc mencapai 34,51 ppm dan rata-rata 29,54 ppm, padi bifortifikasi diklaim bisa mengoptimalkan pertumbuhan tinggi dan berat anak.
Pengembangan budidaya padi bifortifikasi atau Inpari IR Nutri zinc, telah dilakukan sejak 2020 di beberapa daerah yang memiliki prevalensi balita stunting tinggi.
Baca juga: Dengan Sinergi, Bea Cukai Maksimalkan Potensi Ekspor Produk UMKM
Tahun ini, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian manargetkan, pengembangan padi bifortifikasi 46 hektare di 26 Provinsi.
“Khusus di Provinsi Lampung, pengembangan padi nutri zinc ditargetkan sebesar 46 hektare. Diantaranya tersebar di Kecamatan Kota Agung Timur, Kota Agung Barat, Pematang Sawah, dan Semangka,” terang Panutan.
Seperti diketahui, berdasarkan hasil survey Status Gizi Balita pada 2019, prevalensi stunting Indonesia sebesar 27,67 persen. Angka itu masih di atas standar WHO, bahwa prevalensi stunting di suatu negara tidak boleh melebihi 20 persen.
Program akselerasi penurunan stunting menjadi salah satu program priotitas pemerintah di sektor kesehatan, dengan target mencapai 14 persen pada 2024