Pengamat Heran Yusril Ihza Mahendra Bantu Kubu Moeldoko Gugat AD/ART Demokrat: Bisa Berbahaya
Pengamat politik Adi Prayitno mengaku heran Yusril Ihza Mahendra bantu kubu Moeldoko menggugat AD/ART Partai Demokrat.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat politik UIN Syarief Hidayatullah, Adi Prayitno ikut menanggapi terkait babak baru dari konflik dualisme di Partai Demokrat.
Terbaru, nama Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) sekaligus Ahli Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra ikut terlibat.
Yusril diketahui menjadi kuasa hukum kubu Moeldoko untuk menggugat AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung.
Baca juga: Sangat Tepat Langkah Kubu Moeldoko Ajukan Judicial Review terhadap AD/ART Demokrat
Sontak, keputusan Yusril membantu kubu Moeldoko untuk melawan kubu Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi sorotan publik.
Adi merasa heran dan menilai keputusan Yusril bisa memunculkan conflict of interest.
"Poin saya pada sosok Yusril-nya, apapun judulnya dia advokat atau lawyer, posisinya di Partai Bulan Bintang (PBB) tentu akan memunculkan conflict of interest," kata Adi, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Senin (27/9/2021).
"Ada apa begitu Yusril sebagai pengacara yang cukup terkenal ikut campur dalam persoalan dualisme partai," tambah Adi.
Di sisi lain, Adi juga menyoroti soal bahayanya menggugat AD/ART partai.
Sebab, menurutnya persoalan AD/ART merupakan persoalan internal partai.
"Tentu jadi berbahaya karena persoalan AD/ART itu persoalan dapur partai orang."
"Bisa mancing banyak orang nanti menggugat AD/ART partai-partai lainnya, ini yang bahaya," ungkap Adi.
Baca juga: Demokrat Sayangkan Yusril Bela Moeldoko, Tercoreng Rekam Jejaknya sebagai Pejuang Demokrasi
Adi pun menilai, Yusril perlu berhati-hati dalam menanggapi persoalan ini.
"Dalam konteks ini Yusril harus hati-hati betul mengungkapkan argumen-argumen hukumnya."
"Dalam kapasitas dan konteks apa AD/ART yang merupakan internal Partai Demokrat harus direcoki."
"Ini yang menjadi gaduh karena Yusril ini bukan pengacara kemarin sore, tapi cukup berpengalaman dalam banyak hal memenangkan pertarungan," jelas Adi.
Partai Demokrat Menyayangkan Keputusan Yusril Bantu Kubu Moeldoko
Partai Demokrat menyayangkan keputusan Yusril Ihza Mahendra (YIM), menjadi kuasa hukum kubu Moeldoko untuk menggugat AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung.
Elite Partai Demokrat Rachland Nashidik menyoroti pernyataan Yusril Ihza Mahendra yang mengaku netral dalam polemik AD/ART Partai Demokrat yang bakal digugat kubu Moeldoko ke Mahkamah Agung.
"Skandal hina pengambilalihan paksa Partai Demokrat oleh unsur Istana, yang pada kenyataannya dibiarkan saja oleh Presiden."
"Pada hakikatnya adalah sebuah krisis moral politik, dan orang yang mengambil sikap netral dalam sebuah krisis moral, sebenarnya sedang memihak pada si kuat dan si penindas," katanya dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Jumat (24/9/2021).
Baca juga: Demokrat Tak Percaya Yusril Bersikap Netral: Dia Dapat Keuntungan dari Moeldoko
Sedangkan Politikus Partai Demokrat Andi Arief mengatakan, Yusril Ihza Mahendra sedang membangun fiksi terhadap SK Menteri Hukum dan HAM terkait beberapa pasal AD/ART Demokrat dan menyebut Yusril inkonsisten.
"Bukan terobosan hukum, tetapi Prof @Yusrilihza_Mhd sedang membangun fiksi terhadap SK Menkumham soal beberapa pasal AD/ART yang sudah disahkan resmi oleh negara.
Dalam waktu dekat tim hukum Partai Demokrat akan menjawab dan siap menghadapi," kata Andi Arief lewat akun twitternya @Andiarief_, dikutip Jumat (24/9/2021).
Menanggapi pernyataan tersebut, Yusril melalui Juru Bicaranya, Jurhum Lantong meresponsnya.
Jurhum menyebut para Elit Demokrat tersebut justru terkesan takut terkait persoalan AD/ART yang akan digugat.
"Entah apa yang membuat elit Partai Demokrat terkesan seolah begitu dibuat ketakutan alias ‘paranoid’ ketika Yusril Ihza Mahendra merilis judicial review Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung sesuai mandat yang telah diberikan 4 orang anggota Partai Demokrat melalui firma hukum miliknya," ujarnya dalam keterangan yang diterima, Minggu (26/9/2021).
"Pertanyaannya, bukannya judicial review yang baru saja diajukan masih dalam proses, belum ada putusan. Bukankah belum tentu judicial review Yusril juga dimenangkan? Kenapa takut duluan sih, ini jelas paranoid."
Baca juga: Langkah Baru, Kubu Moeldoko Gandeng Yusril Ihza Mahendra Gugat AD/ART Partai Demokrat Era AHY
"Jangan-jangan mereka memang takut karena memang di AD/ART Demokrat memuat indikasi yang diulas Yusril cenderung oligarkis, monolitik dan cenderung represif, sehingga tidak menyediakan ruang demokratis bagi sirkulasi elit di dalamnya, jangan-jangan kekhawatiran yang disampaikan Yusril memang termuat di dalam AD/ART mereka?" ujar Jurhum Lantong.
Jurhum juga menyinggung terkait kemungkinan pertemuan Yusril dengan Moeldoko di 2021 hingga membuatnya berubah sikap.
Jurhum menilai, adalah hal yang wajar saat Yusril bertemu siapa pun yang meminta nasihat hukum.
"Andi mestinya paham, bukannya dengan siapa saja ia boleh bertemu, apalagi dengan klien misalnya, jika benar Moeldoko sebagai klien yang meminta nasihat hukum, atau dengan Andi sekali pun boleh saja Yusril bertemu, toh itu itu tak akan merubah sikap dan pandangan hukumnya," kata Jurhum.
"Andi mestinya fokus mempersiapkan argumen perlawanan hukum, biar judicial review ini perang argumen hukum yang mampu membuat rakyat cerdas, bukan berakrobat kata apalagi menyerang pribadi Yusril," tambahnya.
Baca juga: AD/ART Demokrat Digugat Yusril, SBY Singgung soal Hukum yang Mungkin Bisa Dibeli
Sementara soal netralitas yang diperkarakan, Jurhum mempertanyakan dalam posisi dan pengertian apa netral yang dimaksud.
"Yusril bukan hakim yang memutuskan perkara, apalagi menjabat posisi tertentu di pemerintahan yang menangani masalah hukum, sebagai pengacara yang professional bukankah Yusril punya kewajiban mengakomodir hak-hak politik kliennya secara etika profesi yang dipegangnya?"
"Tentu dengan cara memberikan alternatif langkah hukum yang masuk akal, terlebih klien yang diwakilinya juga punya legal standing untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Agung? Lalu dimana letak netralitas yang dimaksud Rachland?" ujar Jurhum.
Oleh karena itu, menurutnya, wajar saja, jika Yusril merasa kritik-kritik itu bernada penyerangan terhadap dirinya selaku pribadi.
Kritik-kritik itu tidak menyasar substansi perkara yang tengah dia advokasi, yakni AD/ART PD.
"Kalau Yusril bilang itu jurus mabuk, saya mau bilang itu jurus asal bunyi, alias asbun," tambah Jurhum.
(Tribunnews.com/Maliana/Malvyandie Haryadi)