Istri Novel Baswedan: 'Ada Kesengajaan KPK untuk Menyingkirkan Suami Saya'
Rina menilai TWK hanya dalih untuk menyingkirkan Novel dan 56 pegawai KPK lainnya yang selama ini gencar memberantas korupsi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Istri Novel Baswedan, Rina Emilda, mengaku bangga meski suaminya diberhentikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasannya, Novel Baswedan dipecat bukan karena melanggar kode etik.
"Saya menjemput dengan bangga karena tidak ada kode etik yang dilanggar," ujar Rina di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan, Kamis (30/9/2021).
Novel diberhentikan lantaran tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Menurut Rina, TWK hanya dalih untuk menyingkirkan Novel dan 56 pegawai KPK lainnya yang selama ini gencar memberantas korupsi.
"TWK yang sudah jelas dilanggar dan ada kesengajaan untuk menyingkirkan suami saya," kata dia.
Meski Novel Baswedan tak lagi bekerja di KPK, Rina menegaskan akan selalu mendukung Novel untuk memberantas korupsi di Indonesia.
"Dan saya akan terus mendukung perjuangan (Novel) di luar Gedung KPK ini," tutur Rina.
Dirikan Institut
Sebanyak 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diberhentikan oleh Firli Bahuri Cs mendeklarasikan pendirian Indonesia Memanggil 57 Institute (IM57+ Institute).
Deklarasi ini bertepatan dengan hari terakhir mereka bekerja sebagai pegawai KPK.
Mantan penyidik KPK Praswad Nugraha mengatakan, institute tersebut dibentuk sebagai wadah bagi para pegawai yang dipecat oleh KPK melalui proses tes wawasan kebangsaan (TWK) yang melanggar HAM dan maladminstratif.
"Institute ini diharapkan menjadi sarana bagi 58 alumni KPK untuk berkontribusi dalam pemberantasan korupsi melalui kerja-kerja pengawalan, kajian, strategi, dan pendidikan anti korupsi," kata Praswad di gedung KPK lama, Jakarta Selatan.
IM57+ Institute dipimpin oleh Executive Board yang terdiri dari Hery Muryanto (eks Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi), Sujanarko (eks Dir PJKAKI), Novel Baswedan, Giri Suprapdiono (eks Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi) serta Chandra SR (Eks Kabiro SDM).
Selain Executive Board, terdapat Investigation Board (terdiri dari para penyidik dan penyelidik senior), Law and Strategic Research Board (beranggotakan ahli hukum dan peneliti senior), serta Education and Training Board (terdiri atas jajaran ahli pendidikan dan training anti korupsi).
Praswad menegaskan, 57 pegawai yang dipecat KPK merupakan orang-orang yang telah membuktikan kontribusi nyata dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Untuk itu, kontribusi tersebut tidak dapat berhenti hari ini dan IM57+ Institute menjadi rumah untuk terus mengkonsolidasikan kontribusi dan gerakan tersebut demi tercapainya cita-cita Indonesia yang antikorupsi," kata dia.
Baca juga: Hari Terakhir di KPK, Novel Baswedan Bantah Bertemu Jokowi, hingga Buka Suara soal Tawaran ASN Polri
Salah satu mantan pimpinan yang hadir dan memberikan sambutan adalah Busyro Muqoddas.
Bagi Busyro, 57 pegawai KPK yang dipecat karena tidak lolos TWK dinistakan tanpa adanya alasan hukum yang jelas. Bagi dia, pemecatan itu dilakukan tanpa adab.
"Untuk menguji originalitas dan otentitas pegawai kpk, di antaranya 57 yang dinistakan tanpa alasan hukum, tanpa alasan moral, tanpa alasan keadaban apa lagi," ucap Busyro.
Bosyro melanjutkan, justru para pegawai dinistakan oleh pimpinan KPK saat ini. Dia yakin, rezim KPK saat ini tidak akan lama berkuasa, sebab pemberantasan korupsi telah mengalami 'osteoporosis moral'.
"Saya yakin bahwa rezim KPK tidak akan lama. Sekarang mengalami osteoporosis moral, krisis degradasi moral, sehingga harus dibawa ke ICU," kata dia.(Tribun Network/ham/wly)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.